"Kita mau kemana sebenarnya, Katie?" Ginny kembali melemparkan pertanyaan yang sama untuk yang ke lima kalinya. "Sejak kau masuk ke dalam mobil, kau tak juga memberitahuku. Kau bilang akan memberitahuku di telepon tadi." Lanjut Ginny lagi.
"Aku harus memastikan dulu." Balas Katie dengan suara yang pelan.
"Memastikan apa sih? Suamimu tiba-tiba punya perempuan lain?" Balas Ginny yang tak lagi mampu menahan kekesalannya. Masalahnya si teman yang wajahnya tegang itu tak juga bersedia menjelaskan apa yang sedang terjadi. Saat masuk tadi Katie hanya meminta Ginny untuk mengikuti arahan peta yang sudah Katie masukkan alamat si pengirim paket ke gps mobilnya. Katie hanya melayangkan satu pertanyaan perihal alamat yang Ginny lihat di kotak paketnya. Dan tidak seperti bayangan Katie yang berpikir jika kotak beku itu benar salah alamat, Katie malah mendapati temuan yang membuatnya takut. Ginny bersikeras mengatakan jika alamat yang Katie berikan padanya sama persis dengan alamat yang ia lihat. Dari nama jalan dan wilayahnya serta nomor rumah yang samar diingatan, Ginny mengatakan jika ia yakin melihat kombinasi alamat itu di kotak beku menyeramkan yang ia dapatkan.
"Please, nanti. Aku takut ini hanya ketakutan tidak berdasarku. Jadi aku perlu memastikan ini terlebih dahulu."
"Apa ini tentang kotak beku berisi ginjal yang aku dapatkan?" Tanya Ginny yang mulai mengeluarkan tebakannya. "Jangan kau pikirkan itu Katie, kenapa kau sampai menghampiri alamat itu? Bisa saja bukan mereka memang salah memasukkan alamat hingga sampai ke kediamanku?" Lanjut Ginny dengan kepala yang sesekali menoleh ke arah Katie.
"Aku sudah melupakannya kok, jangan khawatir." Sambung Ginny lagi. "Jangan terlalu memikirkannya dan cemas berlebihan."
"Aku juga mendapatkannya." Ujar Katie akhirnya.
"Kau apa?" Tanya Ginny yang belum menangkap maksud kalimat Katie.
"Aku juga mendapatkan organ beku itu."
TIN!!
Klaskon yang bersahutan kencang memekan telinga kedua perempuan yang sama-sama terlonjak kaget karena Ginny baru saja menginjak pedal remnya dengan kuat.
"Kau apa?—" ulang Ginny yang mengabaikan klakson demi klakson dari mobil di belakangnya.
"Hati. Yang aku lihat di dalam kotak beku itu hati, Ginny. Aku yakin. Bentuknya seperti hati yang aku pelajari saat sekolah dulu." Jawab Katie memperjelas apa yang ia temukan di kardus paket lagi tadi.
Ginny meluruskan wajahnya kearah dengan guna mengatur nafasnya yang terasa tersendat.
"Kau yakin?" Ulang Ginny masih dengan arah wajah ke depan.
"Yakin. Karena itu aku bilang ingin memastikannya dulu." Jawab Katie. "Kupikir mungkin berhubungan pemilik rumah sebelumnya. Tetapi saat kau bilang mendapatkannya juga. Aku tidak bisa berpikir jernih. Kenapa bisa sampai ke rumah kau, juga rumahku?"
"Oke.." gumam Ginny yang sudah merasa tenang. Tangannya kembali mengatur tongkat perseneling dengan kaki yang sudah berpindah menginjak pedal gas. "Kita akan memastikannya dulu.." lanjut Ginny dengan suara pelan.
"Tiba-tiba saja aku teringat kalimat yang pernah Nick sampaikan." Ujar Katie.
"Apa? Yang mana?" Balas Ginny cepat. "Jangan memikirkan kalimat Nick yang seringnya hanya omong kosong, Katie."
"Tentang rumor bisnis keluarga Justin. Keluarganya menjual dan mendistribusikan narkotika."
"Apa hubungannya dengan keberadaan organ beku yang salah alamat itu?" Tanya Ginny heran.
"Film-film yang kutonton, mereka menyembunyikan selundupan narkotika di dalam organ tubuh."
"Ya Tuhan! Bukan berarti suamimu menjadi pengedar! Bisa saja dia hanya membeli, Katie." Balas Ginny dengan gelengan kepala tak percaya. "Aku benar-benar harus memukul Joe dan Nick karena sejak dulu selalu memberimu tontonan mafia!"
KAMU SEDANG MEMBACA
end | The Day Come
FanfictionJustin mencintai Katie. Dulu, sekarang atau yang akan datang. Justin tak akan pernah melepaskan Katie.