Pukul 11.55 sampai 12.30 selalu menjadi waktu terpadat di restaurant. Berbanding terbalik jika waktu sudah memasuki angka 1. Satu jam terlewat setelah makan siang biasanya restaurant hanya diisi oleh beberapa pelanggan dan itu sama saja dengan jam istirahat para pelayan yang di lakukan secara bergantian. Kali ini Katie mendapatkan giliran makan siangnya. Menduduki salah satu kursi di meja panjang yang menghadap dapur, Katie menikmati nasi dengan lumuran saus ayam buatan Joe yang selalu terasa luar biasa lezat.
"Menikmati makan siangmu, Hiller?" Tanya Ginny yang sudah lebih dulu menyelesaikan makan siangnya.
"Tidak." Balas Katie di sela kunyahan ayamnya. "Aku sedang menghitung jumlah rambut putih di rambut panjangmu." Lanjut Katie tenang.
"Sialan! Aku tidak setua itu! Usia kita hanya berjarak tiga tahun." Balas Ginny sengit.
Katie hanya memberikan tawa sebagai balasan dari ungkapan tidak terima Ginny.
"Omong-omong si tampan kembali datang." Lanjut Ginny yang menggerakkan kepalanya ke jendela restaurant dengan siulan menggoda. "Sepertinya dia gigih."
"Untukmu saja kalau begitu." Balas Ana santai.
"Kalau dia ingin, aku pasti akan menyerahkan diri." Ujar Ginny masih dengan mata yang menatap lurus ke arah kaca besar restaurant, dimana terlihat si pria tampan yang di maksud oleh Ginny tengah merapihkan penampilan dirinya.
"Serius Katie, kau harus mencoba." Ginny menolehkan kembali wajahnya ke Katie yang sibuk dengan makan siang yang hampir selesai.
"Mencoba untuk tidur dengannya?" Ginny mengangguk semangat. "Jawabanku masih sama seperti kemarin, Ginny. Jika kau bersungguh-sungguh menginginkannya, aku akan membantu."
"Dia datang— dia datang." Ujar Ginny yang mengabaikan jawab Katie.
"Makan siang, Nona?" Si pria mendudukan bokongnya tepat di sisi Katie. Melakukannya seolah ia sudah berkawan lama dengan Katie. Tentu saja apa yang terjadi itu menjadi perhatian para pekerja yang tidak sedang sibuk—karena restaurant juga sepi.
"Anda dapat melihatnya, Sir. Dan silahkan menyampaikan pesanan anda pada pelayan yang tersedia." Jawab Katie yang kembali mengarahkan fokusnya pada piring sepenuhnya.
"Jadi.. anda siap memesan?" Ginny yang berdiri di balik meja panjang melayangkan tanya ramahnya pada si pria.
"Tentu. Steak seperti biasa. Dan tolong antarkan ke tempat duduk disana." Tunjuk si pria ke arah bangku yang memang sudah tiga hari ini ia tempati.
"Sure, Sir. Pesanan anda akan sampai 20 menit lagi." Balasan ramah Ginny di jawab dengan kedipan mata si pria sebelum beranjak menuju kursinya.
"Ok. Pass. Dia memang brengsek." Ujar Ginny setelah si pria benar-benar berhasil mengambil langkah keenamnya.
"Kau memang selalu tidak mempercayaiku, Ginny." Balas Katie yang hampir selesai dengan makan siangnya.
"Hey, aku selalu mempercayaimu. Tolong garis bawahi. Selalu!" Sambar Ginny cepat. "Bahkan aku lebih mempercayaimu di banding mantan kekasihku yang gila itu."
"Yang kau sebut gila adalah pria yang katanya membuatmu tak bisa bangun dari ranjang, Ginny." Cemooh Katie pada Ginny yang malah tertawa terbahak. "Sudah, pengawas kita mulai menatap ke bangku ini." Lanjut Katie yang membawa pergi piring yang beberapa saat lalu ia gunakan sebagai wadah makan siangnya.
Membawa kakinya lebih dulu ke dalam dapur, Katie meletakkan piring dan dengan segera mencucinya hingga bersih.
Hanya membutuhkan waktu keseluruhan 15 menit—karena Katie harus minum dan mengosongkan kantung urinnya, Katie sudah kembali berdiri di balik meja panjang. Memperhatikan tiga orang pelanggan yang tersisa. Si pria yang berusaha menggodanya, lagi satu pria lagi yang duduk saling memunggungi dengan si pria penggoda, dan satu sisanya duduk di pojok sudut yang lain.
KAMU SEDANG MEMBACA
end | The Day Come
FanficJustin mencintai Katie. Dulu, sekarang atau yang akan datang. Justin tak akan pernah melepaskan Katie.