3

420 45 96
                                    

Dengan jantung berdebar kencang, perut melilit,
Ji Na terduduk tegak di tempat tidur. Tangannya mengepal dan kerongkongannya terbakar karena jeritan yang nyaris keluar. Nyaris. Seseorang menjulang di sebelahnya, seseorang bertubuh besar.

"Ji Na Ssi"

Ji Na mengenali suara itu. Masih dikuasai panik, Yoon Ji Na mencoba mengenali benda-benda di sekelilingnya. Tempat tidur asing yang tidak dirayapi serangga, dan bau tubuh kotor yang sudah ia kenali, ketakutan dan rasa mual tidak menguar di udara.

Kesadarannya pulih, disertai rasa jengah, malu, dan sedih. Ji Na terkesiap, mengulurkan tangan tanpa bisa melihat apa-apa.

"Tae Gu ssi?" Suaranya terdengar gemetar, tangannya mengenai sesuatu, mungkin paha yang kokoh.

"Yah, ini aku." Min Tae Gu meletakkan sesuatu yang berat di nakas, kemudian tubuhnya yang besar membebani kasur dan tangannya menyentuh pundak
Ji Na. "Kau bermimpi buruk?"

Lebih tepatnya trauma, tetapi Ji Na tidak ingin membahas saat ini. Napasnya bergetar. "Ya. Aku sungguh minta maaf telah mem- bangunkanmu."

"Kau baik-baik saja sekarang?"

"Aku...." Apa yang bisa ia katakan? la tidak akan pernah lagi merasa baik-baik saja? Tidak boleh, karena itu berarti mereka menang, siapa pun mereka.
"Ya. Sekarang aku baik-baik saja."

Ketakutan terus mencabik-cabik jiwa Ji Na dalam gelombang yang menyiksa. "Maafkan aku."

"Tak perlu lagi meminta maaf, oke?"

Entah mengapa, suara dalam Min Tae Gu menenangkannya. Ji Na mengangguk dalam kegelapan, berjuang mengenali keadaan sekeliling. "Kupikir..."

"Kau kembali lagi ke sana?" Dengan hati-hati, sedikit canggung, Min Tae Gu menarik Ji Na ke arahnya. "Jangan khawatirkan itu lagi. Memang butuh waktu agak lama untuk melupakannya."

Kemudian, Min Tae Gu meletakkan sebotol air di tangan Ji Na.

Tawa yang nyaris histeris keluar dari mulut Ji Na, dan ia tidak terlalu menahannya. Melupakannya?
Apakah itu yang akan Tae Gu lakukan? Mungkin.

Pria itu jauh lebih kuat, jauh lebih tangguh daripada dirinya.
Dengan patuh, Ji Na meneguk sedikit air, kemudian memberikan kembali botol air itu kepada Min Tae Gu. Tae Gu meletakkan botol itu di samping, kemudian menarik tubuh Ji Na ke badannya.

Pipi Ji Na menempel ke kulit telanjang dada bagian atas lelaki itu, dan begitu nyaman di lekukan pundaknya. Begitu banyak kehangatan yang terpancar dari tubuh Min Tae Gu. Dia pun berbau harum, bersih dan murni. Tubuh Min Tae Gu terasa lebih nyaman bagi Ji Na, seperti kekuatan, keamanan.

Sang penyelamat Ji Na sama sekali tidak sama dengan para binatang kotor dan jalang yang telah mengurungnya, yang sepertinya disewa untuk... me lakukan apa terhadap dirinya?
Ji Na dapat mendengar detak jantung Min Tae Gu yang teratur dan tenang, itu membantu meredam jantungnya sendiri yang berdegup kencang. Selain sentuhan yang seadanya, mungkin otomatis untuk menenangkan, Min Tae Gu tidak menyentuh bagian lain. Salah satu tangan Min Tae Gu menempel ringan di pundak Ji Na, tidak bergerak, tetapi memberikan keyakinan Ji Na tidak lagi sendirian atau dalam bahaya.

"Tae Gu ssi?"

"Hmm?"

Sepertinya Min Tae Gu sangat nyaman dalam posisinya kini, seakan selalu melakukan itu. Ji Na berharap merasakan hal yang sama. Seumur hidupnya, belum pernah ia menginginkan ke nyamanan dari orang lain. Baginya, semua ini sangat canggung, tetapi ini kebutuhan mendasar, kebutuhan untuk bertahan hidup, yang memberi dorongan kepadanya sekarang.

"Apa kau keberatan jika aku seperti ini selama beberapa menit?"

"Tidak masalah." Seolah ingin meyakinkan Ji Na, Tae Gu mengusapkan tangan naik turun di punggung Ji Na, kemudian naik lagi, memilin rambutnya. "Setidaknya, rambutmu hampir kering sekarang."

HOT SAUCE (cinta penuh tantangan) EndTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang