9

314 31 36
                                    

Ji Na berusaha mengingat setiap kata yang ia ucapkan, dan meskipun berusaha meyakinkan diri sendiri, satu fakta menamparnya keras sehingga terpikir. Min Tae Gu memang baik hati, tetapi tidak cukup tertarik untuk menerima sesuatu yang Ji Na tawarkan begitu mudah.

Lama setelah pintu depan tertutup di belakang Min Tae Gu, Ji Na berdiri di selasar yang remang-remang berusaha memahami pria itu. Akhirnya, ia memutuskan kafein mungkin membantu. Jadi, setelah menyambar celana jins dan baju hangat serbaguna, ia menuju dapur dan mulai membuat kopi.

Saat kopi mulai mendidih, ia kembali ke kamar untuk menyikat gigi dan mencuci muka.
Rambutnya berantakan, dan ia berusaha merapikannya dengan sisir Min Tae Gu, tetapi tidak mungkin menatanya. la terlihat parah, dan tidak ada cara untuk memperbaikinya.

Ji Na menemukan karet gelang di laci meja perpustakaan tempatnya melihat peralatan kantor, lalu menarik rambut ke belakang, mengikatnya tinggi- tinggi. Setidaknya wajahnya tidak tertutup dan mengesankan kerapian.

Baru setelah cangkir kopi ketiganya, ia benar- benar terenyak memikirkan sesuatu. penampilannya luar biasa buruk.
Ya, tentu saja ia sudah mengetahuinya, ia tidak lamban menilai penampilan sendiri. Namun, yang lebih penting lagi, ia tidak benar-benar memikirkan itu. Ji Na begitu tenggelam dalam pikiran sendiri, dan begitu banyak penyesuaian, termasuk perasaan- nya terhadap Min Tae Gu yang bertubi-tubi...

Ya, Tuhan, ia mendekati Min Tae Gu dengan panas dan bergairah, sementara penampilannya dalam kondisi terburuk. Jika Min Tae Gu lelaki kebanyakan, mungkin tidak jadi masalah. Tetapi, Min Tae Gu lelaki paling tampan, dengan fisik paling fit yang pernah Ji Na kenal, dan ia terlihat seperti... yah, korban wabah.

Sambil mengerang, Ji Na duduk lagi di kursi di depan meja tempat ia berusaha bekerja. Adegan yang sedang ia poles mengabur di hadapannya. Bukan hanya rambutnya yang lemas dan berantakan, tetapi ia tidak merias wajah sama sekali, dan penyiksaan fisik yang ia alami masih terlihat di matanya yang cekung serta bekas-bekas di kulit.

Ji Na terlihat sangat berantakan untuk ukuran perempuan, jadi mana mungkin Min Tae Gu menginginkannya? Kepuasannya semalam mungkin membuat Min Tae Gu malu dan tidak nyaman. Memang, Min Tae Gu sepertinya bergairah juga. Meskipun begitu, Min Tae Gu lelaki, jadi itu bisa saja tidak berarti apa-apa.

Rangsangan fisik tidak sama dengan ketertarikan pribadi yang Min Tae Gu buktikan tadi malam.
Min Tae Gu bersikap baik, memberitahu dia menginginkan Ji Na, dan hanya ingin menunggu hingga Ji Na siap.

Harus sesiap apa lagi dirinya?

Ji Na benar-benar memohon Min Tae Gu untuk berhubungan lebih jauh. Namun, Min Tae Gu malah memberi puncak kenikmatan, membawa Ji Na ke tempat tidur, lalu terlelap sambil memeluknya erat-erat sepanjang malam.

Mengapa ada lelaki yang melakukan itu?

Semua pria yang Ji Na kenal mengutamakan hubungan badan. Itu tidak membutuhkan godaan atau bahkan dorongan selintas pandang sudah lebih dari cukup untuk mewujudkannya. Ji Na tidak dapat membayangkan lelaki mana pun yang pernah ia kencani menolak ajakan bercinta, terutama jika lelaki itu tertarik kepada perempuan-dan kadang-kadang tanpa rasa tertarik sama sekali.

Meskipun Ji Na menerima Tae Ho tidak pernah benar-benar mencintainya, Tae Ho menginginkannya. Atau mungkin bukan menginginkan dirinya, secara khusus, tetapi Tae Ho menginginkan hubungan intim. Buktinya, Tae Ho tidak pernah menolaknya. Ketika Ji Na tidak tertarik karena sakit atau tertekan, atau saat Ji Na terlalu sibuk, Tae Ho masih berusaha memaksa.

Ji Na menerima itu sebagai sifat alamiah kaum lelaki.
Apakah Min Tae Gu menahan diri karena ingin menyingkirkannya, meskipun mereka belum tahu siapa yang bertanggung jawab atas penculikan dirinya? Mungkin, bagi Min Tae Gu, hubungan intim akan memperumit keadaan dan entah bagaimana, membuatnya merasa bertanggung jawab.
Terlalu banyak pertanyaan yang tak terjawab membuat kepala Ji Na sakit.

HOT SAUCE (cinta penuh tantangan) EndTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang