13

388 28 17
                                    

==============================
Rasa bersalah menguasai hatinya.
=============================


Tetapi, demi Tuhan, ia tidak bisa menurut setiap kali Ji Na  menggigit bibir. Min Tae Gu tahu apa yang ia lakukan, dan bila memercayainya sepenuh hati, Ji Na tidak akan ketakutan. Pasti akan membantu jika Min Tae Gu bisa menyingkirkan Ji Na dari pikiran, tetapi itu seperti memaksanya tidak bernapas. Sejak pertama kali mereka bertemu, Ji Na menyibukkan pikirannya dengan cara yang sangat mengganggu.
Seperti yang telah ia katakan kepada Ji Na, ia sendiri pun harus belajar membiasakan diri. Sekarang... ia hampir menyukainya. Ji Na yang menguasai pikirannya menjadi menenangkan. Min Tae Gu senang Ji Na selalu ada dalam benaknya.

Menuruni anak tangga dua-dua, min Tae Gu memastikan selasar dan ruang depan kosong. Karena saat itu tengah malam, tidak ada seorang pun yang terlihat. Ketika mengintip dari pintu depan, tampak van di tikungan, tak bergerak. Menunggu. Seperti yang Ji Pyeong katakan, kendaraan itu dalam kegelapan, tersembunyi dari lampu-lampu jalan dan cahaya bulan yang cemerlang.

Beberapa jam lagi, matahari akan terbit dan orang lalu-lalang
Apakah mereka berharap bisa menangkap Ji Na?

Atau hanya memastikan kehadirannya di apartemen?

Min Tae Gu harus mendekat. Mungkin ia dapat mengenali orang-orang itu, atau mencuri dengar sesuatu yang penting. Ia mundur untuk berpikir. Jika keluar dari pintu depan, ia pasti terlihat. Sialan, seharusnya ia menyelidiki seluruh penjuru bangunan itu dulu.

Seharusnya ia tidak memasuki gedung tanpa pengetahuan apa pun. Namun, konsentrasinya terpusat pada Ji Na. Sering kali, pada usahanya untuk merebahkan Ji Na di tempat tidur.

Sialan.

Min Tae Gu memandang berkeliling ruang depan. Hampir semua bangunan tua memiliki ruang bawah tanah, jadi ia mencari-cari pintu yang tepat dan menemukannya. Untunglah pintu ruang bawah tanah terbuka tanpa suara.

Ruang bawah tanah yang dingin dan lembap, berlantai dan berdinding semen itu berbau seperti lumut dan membuat Min Tae Gu merinding kedinginan. Ia baru akan menyalakan lampu, tetapi sinar bulan yang menembus jendela bisa memandunya. Terselubung sarang laba-laba dan serangga-serangga mati, kunci berkarat di kosen pintu yang goyah tidak memberikan perlindungan kokoh. Jendela sempit di sana hanya memberikan sedikit ruang baginya untuk mengangkat tubuh dan keluar. Kosen menggores tulang belakangnya, dan wajahnya bertemu dengan rumput-rumput liar yang kering dan keras di luar. Min Tae Gu nyaris tak memperhatikan itu.

Setelah berdiri, ia mengitari bangunan dan beringsut di sepanjang sisinya, menggunakan bayangan-bayangan gedung apartemen sebelah untuk bersembunyi.

Dari kejauhan, anjing menyalak. Angin dingin menerpa dedaunan kering hingga berkeresak dan menembus kausnya yang tipis.
Dengan seluruh indra siaga, Min Tae Gu mendengarkan suara apa pun yang tidak alamiah sambil mengendap ke arah jalan, terus mendekat. la mengenali gemuruh pelan mesin van dan suara bisikan percakapan di dalamnya.

Ada beberapa kata yang tercatat dalam benaknya: anak perempuan dan pembayaran. Dua kata mencurigakan itu yang semakin menguatkan insting protektifnya. Tanpa membuat suara apa pun, ia bergeser mendekat hingga bisa melihat plat nomor van. Min Tae Gu menghafalkannya.

Dering telepon genggam membuat si pengemudi mengumpat. Orang itu menjawab dengan tajam. "Apa?"

Hening sejenak, kemudian, "Dia ada di sini. Tidak, kami tidak melihatnya, tapi lampu-lampu menyala di dalam." Si pengemudi menunggu, kemudian berkata, "Tidak ada yang akan melihat kami. Aku tahu caranya... Baiklah. Kau yakin? Ya, baiklah."
Dia menutup telepon sambil mengumpat, dan berbicara kepada si penumpang. "Tugas kita malam ini di sini sudah selesai." Kemudian, dia memasukkan persneling maju.

HOT SAUCE (cinta penuh tantangan) EndTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang