CHAPTER 22

42 1 0
                                    

Haiii gimana kabar kalian?

Lama bener aku gak nulis cerita ini lagi karena kesibukan aku, dan syukurnya akhir-akhir ini aku ada waktu luang jadinya aku luangkan waktu buat nulis WRL kembali.

Aku harap masih ada yg baca cerita ini ya wkwk



Happy reading...

______________

Hari ini Leta baru saja menyelesaikan pemotretan untuk prodak terbaru dari perusahaan Dev.

Sebenarnya Leta keberatan saat tahu siapa pemimpin perusahaan yang mengendors dirinya tapi ya mau gimana lagi, namanya kerjaan apalagi jika sudah tanda tangan kontrak mau tidak mau harus Leta jalani walau malas sekalipun.

Leta sudah mengganti baju dari baju pemotretannya tadi. Rencananya sekarang ia akan ke restoran untuk makan siang karena ia merasa lapar.

Namun saat di parkiran Leta melihat Dev yang baru saja turun dari mobil pribadinya. Sepertinya lelaki itu baru saja datang ke kantornya.

Seperti tidak mengenal dan tidak ingin perduli, Leta membuang pandangannya dan membuka kunci mobilnya dengan menekan tombol otomatis di kunci mobilnya.

Segera Leta membuka pintu mobilnya dan memasuki mobil pribadinya itu lalu ia menutup pintu mobilnya. Namun pergerakan Leta terhenti ketika pintu mobil sebelah Leta terbuka dan masuk seorang lelaki yang tak lain adalah Dev.

Leta terkejut dengan aksi Dev yang bener-bener nekat. Seakan tidak bisa berkata-kata lagi hanya bibir Leta yang sedikit terbuka kecil karena tidak percaya dengan aksi nekat Dev.

"Seenggaknya gue gak telat buat ketemu sama lo," ucap Dev mengintrupsi keterkejutan Leta.

"Keluar," ucap dingin Leta. Leta mulai mengalihkan pandangannya lurus kedepan tanpa mau melihat wajah Dev.

Dev menghela nafasnya. "Izinin sekali lagi buat gue berjuang," ujar Dev dengan nada rendahnya.

Leta diam. Tidak mau membalas ucapan lelaki di sebelahnya ini.

"Leta, dari mana gue harus jelasin semuanya? Dari mana gue harus mulai semuanya? Gue juga gak setenang itu untuk beberapa tahun belakangan ini,"

"Harusnya lo tahu, harusnya lo paham sama keadaan gue. Keadaan kita." Ujar Dev dengan frustasi.

Leta menelan pelan salivanya. Terasa sesak saat mencoba air mata agar tidak menetes. Mencoba untuk berani Leta menatap Dev.

Untuk pertama kalinya, ia menatap Dev dengan sedekat dan selama ini. Wajah Dev tidak berubah namun kedewasaan terlihat jelas di wajah Dev.

"Terus dengan gue ngertiin semua hal tentang lo, apa lo bakal ngertiin semua hal tentang gue?"

"Berhari-hari gue berharap lo jemput gue disini, berhari-hari gue berharap setiap gue bangun tidur itu elo yang gue lihat, tapi mana? Mana Dev lo gak pernah dateng selama lima tahun gue di Italia."

Dev memejamkan matanya. "Gue bisa jelasin semuanya."

"Jelasin apa? Jelasin cara lo buat lupain gue? Atau jelasin cara lo cari pengganti buat gue?! Bahkan ketika gue dateng tepat di hadapan lo, tepat di depan mata lo, lo malah berlagak seakan lo gak kenal gue, seakan gue asing bagi kehidupan lo Dev." Leta menundukan kepalanya ketika semua isi hatinya ia ucapkan. Menghapus air matanya dengan cepat seakan mencoba untuk menguatkan dirinya sendiri.

"Capek Dev, rasanya capek, sakit. Jadi gue mohon stop ganggu hidup gue. Gue cuma mau bahagia please." Leta sudah tidak dapat menahan air matanya. Kini bayangan masa lalu mereka terus bermunculan di pikirannya yang semakin membuatnya sesak.

Dev yang melihatnya terdiam untuk sejenak merenung semua kesalahannya.

Andai kecelakaan lima tahun yang lalu tidak terjadi dan Dev tidak hilang ingatan, pasti ia juga akan memperjuangkan Leta.

Namun untuk semuanya Dev sepertinya tidak mampu untuk menjelaskannya. Jadi hanya rasa penyesalan yang membuncah di hati Dev. Dan rasa sakit yang mendengar tangisan pilu dari perempuan di sebelahnya ini.

"Gue berharap lo bisa bahagia bersama Zeno. Memang dari awal gue yang salah, salah gue gak memperjuangkan perempuan yang gue cinta. Salah gue yang terlalu pasrah sama keadaan."

"Maaf, maaf untuk segalanya Leta, maaf udah bikin lo terluka lima tahun yang lalu, maaf buat lo harus ke sini dan berpisah sama keluarga lo, maaf juga buat kehidupan lo berantakan, maaf untuk semuanya. Semua salah gue, mulai sekarang gue gak bakal temuin lo lagi."

Setelah Dev berbicara seperti itu, Dev membuka pintu mobil Leta dan keluar meninggalkan Leta yang terisak lirih di dalam mobilnya.

Leta menengadahkan kepalanya mencoba untuk menghentikan tangisannya. Namun air mata Leta makin deras seakan tidak mau berhenti untuk saat ini.

"Sakit Tuhan sakit!" Erang Leta tertahan.

"Gue benci elo! Gue benci sama lo!! Kenapa lo gak pernah perjuangin gue kak? Kenapa?!!" Teriak Leta histeris di dalam mobil.

"Bahkan untuk menjelaskan semuanya aja lo gak mampu," lirihnya.

***
Malam harinya, Zeno baru saja pulang dari kantornya. Keadaan rumah begitu sepi dan sunyi. Zeno menaiki anak tangga untuk masuk ke kamarnya yang berada di lantai dua.

Zeno membuka pintu kamarnya menemui Leta yang terbaring di atas ranjang yang bergelung dengan selimut.

Dev tersenyum tulus. Entah kenapa Zeno selalu suka saat melihat Leta tidur dengan seperti itu.

Zeno menghampiri Leta, menatap wajah Leta yang damai terlelap. Mengelus puncak kepala Leta, seakan menyalurkan rasa cintanya dari elusan di kepala Leta.

"Andai dari dulu aku bisa ngungkapin perasaan aku ke kamu," ucapnya sambil menatap Leta. "Hanya bodohnya aku malah mempercayai orang yang aku kira bisa bahagiain kamu." Lanjutnya.

"Tapi gak papa, seenggaknya aku gak terlalu bodoh seperti dia yang melepas kamu sejauh ini," ucap Zeno masih dengan monolog.

Zeno tersenyum lalu mengusap pelan dahi Leta agar tidur Leta makin nyenyak dan dengan singkat Zeno mencium kening Leta. "Good night." Ucapnya sebelum beranjak dari posisinya dan pergi ke kamar mandi untuk membersihkan dirinya.

Tanpa Zeno tahu air mata Leta keluar. "Andai gue bisa mencintai lo setulus dan sedalam itu Zeno." Lirih Leta tanpa membuka matanya.


________________

Gimana part ini menurut kalian?

Vote dan komennya jangan lupa ❤️




We Are ImmortalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang