17

2.4K 617 103
                                    

DONT FORGET TO LIKE AND COMMENT

HAPPY READING

*
*
*
*
*

Jay yang tak henti-hentinya membeli barang atau makanan dan Jongseong yang mencoba untuk tak memikirkan pertanyaan Jay di mobil tadi.

Melihat sang adik yang senang membuat Jongseong begitu bahagia. Ingin rasanya ia menghentikan waktu saat ini juga. Ia ingin terus seperti ini, hidup tanpa beban bersama kembarannya.

Andai saja keluarganya masih utuh. Ia ingin papa dan mamanya juga menemaninya dan Jay.

Sebentar? Mama?

Sekelebat bayangan terlintas di otaknya membuat Jongseong terkesiap. Rasa sakit kembali menyerangnya, namun sekuat tenaga ia menahan itu semua agar tidak membuat Jay khawatir. Ia buru-buru meminum minumannya agar rasa sakit itu hilang. Dan untungnya itu berhasil.

Tak terasa, langit mulai gelap. Jay mengajak Jongseong duduk di pantai dan menikmati sunset bersama. Deburan ombak yang mengalun lembut berhasil membuat dua bersuadara itu memejamkan mata menikmati ketenangan yang merasuk.

"Hah.. hari ini menyenangkan" gumam Jay pelan.

"Hm. Kau benar" sahut Jongseong seadanya.

Jay membuka matanya dan melirik Jongseong yang masih sibuk menikmati kenyamanan ini. Ia menghela napas pelan.

"Apa jawabanmu?" Tanya Jay.

"Jawaban apa?" Tanya Jongseong kembali sembari masih memejamkan mata.

"Pertanyaanku yang tadi"

Jongseong terserentak. Ia membuka matanya dengan cepat. Napasnya memburu. Ia merasa cemas, dan panik. Selama ini tidak ada yang tau sisi gelapnya itu, dan bagaimana adik kembarnya ini mengetahuinya?

"Park Jongseong. Aku minta maaf. Maaf karena dulu tidak memberanikan diri untuk menghubungimu. Maaf tidak kembali lebih cepat. Maaf telah menyakiti hatimu. Maaf telah membuatmu kembali ke sisi gelapmu yang tak tersentuh"

Suara Jay bergetar. Ia merasa bahwa ini semua adalah salahnya. Coba saja dulu ia memaksa ikut mamanya, ia pasti bisa melindungi Jongseong. Biar saja semua luka itu, ia yang merasakan. Kalau boleh, ia ingin mati saja sebelum dilahirkan.

Jika ia tak terselamatkan, Jongseong tidak perlu mempunyai kembaran, dan hubungan papa mamanya tak akan hancur.

"Aku pembunuh, Jongseong. Aku membunuh Alexa, mantan ibu tiriku"

Mata Jongseong membelalak. Kepalanya terasa sakit luar biasa. Ia mencengkram pasir pantai kuat. Satu persatu potongan kejadian mulai kembali ia ingat.

Metamfetamin, taksi, kawat, dan darah.

Jay sedikit melirik Jongseong yang kini nampak frustasi. Ia tau ini kejam, tapi ini memang rencananya untuk membuat Jongseong mengingat semua perbuatannya yang agresif ketika sedang berada dibawah pengaruh obat-obatan terlarang.

Dapat Jay rasakan, jika lengannya dicengkram kuat. Sakit, namun ia membiarkannya.

"Aku... tak mungkin"

"Itu benar kau. Kau melakukannya, Jongseong"

Jongseong merasa kepalanya akan pecah. Ia menangis keras sambil meremat rambutnya. Tiba-tiba, ia merasakan sebuah dekapan hangat merengkuhnya.

Itu Jay. Yang lebih muda memeluk sang kakak erat mencoba menenangkan, padahal ia juga butuh ditenangkan sekarang. Tangan Jay bergetar hebat. Kedua matanya sudah basah. Ia menumpukan kepalanya di bahu Jongseong dan menangis di sana.

Nakula Sadewa || PJS ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang