2. Dating App (2)

78.2K 921 3
                                    

Saat ini aku sedan berada di depan cermin. Menatap pantulan diri dengan seksama. Baju yang kukenakan sudah terlepas. Kini hanya sebuah kemeja putih sedikit transparan, yang mencetak pakaian dalamku yang kebetulan berwarna hitam.
 
Tanpa sadar menggigit bibir bawah dengan gelisah. Entah harus emnyesali keputusanku untuk mengiyakan perintah Alex.
 
Alex memintaku mengenakan kemeja putihnya yang kini menjuntai menutupi setengah paha putihku. Dengan alasan, agar diriku lebih nyaman. Aku ragu keluar dari kamarnya, masih sangsi dengan penampilanku yang sedikit ... hmm ... begitulah.
 
Ceklek!
 
Suara pintu kamar yang terbuka mengalihkan perhatianku. Alex semakin tampan dengan kaus dan celana pendek berwarna putih. Ia terlihat sangat santai.
 
"Sweety?" panggilnya pelan.
 
"Aku kurang nyaman, Alex," kataku sembari menutup dada dan area bawah perut.
 
"Pakaian dalammu warna hitam?" Alisnya naik sebelah seolah tak suka. Aku menganga saking terkejutnya.
 
"Harusnya putih. Kau akan semakin cantik. Tapi tak masalah. Aku juga tidak punya pakaian wanita."
 
"Ta-tapi--"
 
"Kemarilah, Sweety. Makanan kita sudah datang. Ayo kita ke meja makan sekarang," potongnya dengan mengulurkan tangan.
 
Dengan ragu tangan ini menyambut uluran tangan itu. Alex tak henti tersenyum dengan sangat manis. Sebelah tangannya merangkul mesra. Pipiku memang merona saat ini, tapi ada terbesit kejanggalan yang kurasakan.
 
"Sedang memikirkan apa, hmm?" tanyanya setelah kami berhasil duduk.
 
"Ti-tidak ada." Mataku beralih pada dua piring pasta di atas meja.
 
"Makanlah." Senyumnya kian lebar.
 
Kami berdua menyantap makanan dengan lahap dalam hening. Alex sedang fokus pada ponselnya, tetapi ia tetap bisa melahap santapan dengan benar.
 
"Apa pasta itu tidak enak? Aku tau aku tampan, tapi kau harus makan, Sweety," godanya.
 
"A-aku tidak melihatmu!" sanggahku. "Hmm ... Alex, aku tidak bisa lama-lama. Aku harus pulang," lanjutku.
 
Aktifitasnya langsung berhenti. Ia menatapku dengan lekat.
 
"Seleaaikan makananmu. Akan kuantar kau pulang."
 
"Terima kasih."
 
Dengan lahap kuhabiskan makanan tersebut. Kulihat Alex telah menyelesailan makan malamnya sejak tadi. Pria itu beranjak ke arah pantri. Tak lama ia kembali dengan segelas susu putih hangat.
 
"Sudah selesai?"
 
"Iya, sudah. Terimkasih atas makan malamnya Alex."
 
Ia tersenyum manis. Lalu dengan sigap menggeser sedikit menjauh piring dan gelas kotor kami.
 
"Duduklah," perintahnya dengan masih tersenyum lebar.
 
"Apa? Duduk? Aku masih duduk di sini, Alex."
 
"No. Maksudku di sini, Sweety," tunjuknya pada meja.
 
"Tunggu, maksudnya apa?"
 
"Aku ingin kau duduk di sini." Ia menepuk palan atas meja.
 
"Kenapa?" Dahiku berkerut bingung.
 
"Aku ingin kau meminum susu hangat ini."
 
"Berikan padaku, akan kuhabiskan," jawabku cemas. Tapi Alex malah terkekeh.
 
"Duduklah dulu di sini."
 
"Tapi Alex, kenapa? Kenapa aku harus duduk di atas meja?"
 
Alex tidak menjawab. Ia masih memberikan senyum tanpannya. Lalu secara tiba-tiba pria itu mengangkat tubuhku dan mendudukan tepat di tempat yang ia suruh.
 
"Alex!" pekikku terkejut.
 
"Sstt ... aku hanya ingin kau meminum susu buatanku." Ia mengelus lembut puncak kepalaku.
 
Dengan berat hati menerima susu hangat tersebut lalu meminumnya. Kulirik Alex sedang duduk di kursinya dan menatapku dengan intens.
 
Ada gugup tetapi juga takut. Sensasi yang membuatku sangat berusaha keras menghabiskan susu ini hingga benar-benar tandas tak terisisa.
 
"Hana, kau benar-benar cantik," bisiknya. Untung saja aku sudah selesai meminumnya.
 
"Te-terima kasih."
 
"Hana ...," panggilnya dengan suara serak.
 
Seketika bulu kudukku merinding. Apalagi ia tidak lagi memanggilku 'Sweety'. Alex mendekatiku. Tangannya kini sudah berada di atas paha.
 
"Alex, apa yang kau lakukan?"
 
"Kau cantik sekali."
 
"Bi-bisakah kau menjauh sedikit? Aku ingin berdiri dan kembali memakai bajuku."
 
"Sebentar, Sweety. Kau merasakan sesuatu?"
 
Pertanyaannya berhasil membuatku terdiam. Ya, ada sesuatu. Serasa ada gejolak yang entah dari mana asalnya datang. Tiba-tiba tubuhku terasa gerah. Padahal diri ini sudah seperti telanjang bulat. Lekuk tubuhku pasti tercetak jelas.
 
"Eunghhh ...," gumamku tanpa sadar ketika telapak tangan Alex meremas pelan dengkulku.
 
"Ada apa?" ucapnya lagi dengan tenang. Melirik sebentar. Tatapan seductive-lah yang kutemukan.
 
"Rasanya ada yang aneh," bisikku pelan.
 
"Apa itu?" tanyanya lagi tanpa melepas remasan dari dengkul hingga ke paha tengahku.
 
"Alex, bisakah kau berhenti dulu? A-aku ...." Rasanya sanggup untuk berbicara. Karena mulut ini seperti ingin mendesah.
 
"Rasanya seperti apa?"
 
"Eunghh ... panas." Aku menggit bibir bawahku pelan.
 
"Apalagi?"
 
"Gatal. Emmhh." Aku memejamkan mata ketika tangan Alex mengusap perlahan paha bagian dalamku.
 
"Apa seperti ingin disentuh?" Tangannya kian mendekati daerah sensitifku.
 
"Alex!" tegurku dengan mata sayu.
 
Ia menghentikan aktifitasnya. Ada perasaan hampa dan tak rela. Tetapi pria itu tersenyum lebar untuk kesekeian kalinya.
 
"Berhenti atau sentuh?" godanya.
 
"Alex ...," rengekku.
 
"Berhenti atau sentuh?" ulangnya lagi.
 
"Se-sentuh," jawabku malu-malu.
 
"Seperti ini?"
 
Tangan kirinya kembali berada di paha dalamku, dan tangan kanannya menyentuh sebelah dada. Tetapi masih di luar baju. Mataku kembali meredup. Sensasi panas pada tubuhku makin terasa. Bahkan bulir keringat mulai menetes di pelipis.
 
"Sentuh atau usap?" Ia mengusap puncak payudara sesekali. Seperti sengaja menggoda.
 
"Alexhh!!" rengekku manja.
 
"Selama ini aku mendengar suaramu yang merdu itu hanya melalui telepon. Sekarang, aku bisa mendengarnya secara langsung," kekehnya gemas.
 
"Panas ... gatal ...," racauku.
 
"Yang mana? Aku tidak tau bagian mana yang kau maksud, Sweety." Seringainya.
 
"Alexhhh ...," rintihku tak tertahan.
 
Aku benar-benar telah hilang akal. Sensasi gatal dan panas menyerangku terus-menerus. Rasanya ingin sekali Alex menyentuhku lebih. Tapi sebagian pikiranku berteriak meminta berhenti.
 
"Wanita memang membingungkan. Cobasentuh dirimu sendiri."
 
"A-Alex?" Mata sayuku kecewa setelah Alex tak lagi menyentuhku.
 
Tiba-Tiba tangannya menyentuh ke dua tanganku. Ia menuntun telapak tanganku menyentuh sebelah dada, dan satunya berada tepat di lembah keramatku. Mataku melebar terkejut.
 
"Rileks, Hana. Aku ingin kau mencari letak panas dan gatal itu di mana." Ia membelas sayang rambutku.
 
Entah pengetahuan dari mana, tanganku secara otodidak mengusap melingkar buah dadaku. Sedang tangan satunya menekan pelan area lembah keramat tersebut.
 
"Aaah!" Mulutku terbuka tetapi mataku terpejam erat.
 
"Bagaimana? Sudah ketemu?" bisiknya tepat di telinga.
 
"Alexhhh! Aaah! I-ini ...."
 
"Sstt ... pelan-pelan. Jangan terburu-buru, Hana. Nikmati dengan sabar." Alex meniup telingaku. Rasanya benar-benar luar biasa.
 
"Aaah ...," rengekku manja. Menggigit kuat bibir bawah.
 
Terasa kancing baju kemeja ini terbuka satu per satu. Mataku terbuka dan melihat Alex adalah pelakunya. Kancingnya hanya terbuka setengah. Hanya bagian dada saya.
 
Bra hitamku kini terlihat nyata. Tatapan lapar Alex malah membuatku semakin kepanasan.
 
"Hana, sepertinya jika gatal dan panasnya akan mereda jika kau menyentuhnya langsung," imbuhnya serak.
 
"Sshh ... emmhh a-apa?" Karena sedang terbuai dengan sensasi gairah ini, aku tak bisa mendengar dengan baik.
 
"Sentuh, Hana," perintahnya.
 
"Aaahh!!"
 
Tubuhku tersentak tak kala bra milikku ditarik ke atas, membuat dua bukit kembar itu berguncang mencuat. Alex tak melepaskan pengaitnya. Justru hanya ia angkat ke atas hingga ke leherku.
 
"Ayo Hana! Sentuh mereka. Lihatlah betapa indahnya dirimu," serunya antusias.
 
_______________
 
TBC

LIBIDOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang