4. Dating App (End)

65.1K 705 0
                                    

Jari tengahnya terus maju-mundur hingga aku tak sanggup menahannya lagi. Sesuatu akan datang dan rasanya aku tidak sanggup.
 
"Alexhh ... ssshh tolooonghh!" rengekku lagi.
 
"Lepaskan, Hana. Aku menunggu pelepasanmu."
 
Di bawah sana berkedut. Gelombang besar layaknya akan tiba. Aku tak kuasa menahan gejolak ini. Apalagi Alex mempercepat kocokanya.
 
"Aah! Iya, jangan berhentiiihh!"
 
Tubuhku bergetar. Dadaku membusung ke depan. Mata terpejam erat. Bibirku menganga lebar. Menyambut klimaks pertamaku.
 
"Aaaaahh ...," deasahku panjang.
 
"Bagaimana rasanya? Nikmat?" Alex memberikan senyum lebarnya.
 
"Haaahh! Uuuh ... lemas sekali. Tapi enak," jawabku tersengal-sengal sembari membalas senyumnya.
 
"Itu baru permulaan, Sweety. Kita belum masuk ke permainan yang sesugguhnya."
 
"Ah, benarkah? Tapi aku lelah sekali. Tadi itu benar-benar hebat. Aku baru tau rasanya seluar biasa itu."
 
"Biasa saja. Kau baru akan mengatakan luar biasa jika pakai ini," tunjuknya ke bawah perut. Mataku melolot ketika tahu apa yang ia maksud.
 
"Kau ini!" Pukulku pelan.
 
"Kau mau mencoba?" Matanya mengerling nakal.
 
"Ha-haruskah?" tanyaku gugup.
 
"Haha! Jangan bilang kau sekarang takut, Hana," ejeknya.
 
"Bu-bukan begitu." Pipiku merona malu.
 
"Ayo, tunggu apalagi! Singkirkan celana ini segera," godanya.
 
Dengan tubuh telanjang bulat, aku turun ke lantai. Mendekati tubuh Alex yang sedang duduk di pinggir ranjang. Aku bersimpuh di depan lututnya. Kulirik senyum manisnya seperti mengajakku untuk rileks bersama.
 
Matanya menyiratkan agar tanganku menyentuh benjolan di balik celananya.
 
"Coba sentuh, Hana. Rasakan secara perlahan. Anggap saja sebagai salam perkenalan."
 
Aku menelan saliva dengan gugup. Senyumnya memang masih mengembang, tapi aku tahu Alex sedang mencemooh diriku karena kentara belum pernah melihat pusaka pria manapun. Jelas dirinya mudah menebak hal itu.
 
Ketika jemari mungil dan halusku bersentuhan secara tidak langsung dengan benjolan yang tampak sesak itu, dapat kudengar Alex mengembuskan napas beratnya.
 
"Emmhh."
 
"A-aku harus melakukan apa, Alex?"
 
"Kau tau, bagaimana aku menyentuh vaginamu barusan, Hana? Kau masih ingat?" tanyanya serak.
 
"Iya." Tiba-tiba lembah keramatku kembali terasa berkedut.
 
"Coba lakukan hal yang sama. Usap, tekan pelan-pelan. Lihat rekasiku. Bila aku kesakitan berhenti."
 
Aku menuruti perkataannya. Kuusap dengan perlahan. Mata Alex mulai merem-melek. Suara desisnya sesekali terdengar. Kemuduian kutangkup dan kutekan-tekan.
 
"Yeaahh, Hana," desahnya. "Sebaiknya keluarkan tongkat itu dari sarangngnya."
 
"Tongkat?" kataku bingung.
 
"Yang sedang kau mainkan ini, Sweety," kekehnya gemas.
 
Aku mencoba menurunkan celananya. Alex ikut membantu agar cepat seleasai. Setelah celannya sukses turun, tinggal celana dalam berwarna putih ini yang tersisa. Di saat inilah pemandangan pusaka milik Alex terlihat lebih jelas. Lebih menonjol dan memang tampak sesak.
 
"Cepat bebaskan dia, Hana. Dia tidak sabar bertemu denganmu." Alex tertawa puas.
 
Aku menurutinya. Ketika kuturnkan kain tersebut. Layaknya benda panjang tiba-tiba mengacung tegak kearahku. Besar, gagah, dan perkasa. Aku menutup mulut saking tercengangnya.
 
"Kenapa? Kau taut?" ejeknya.
 
Aku tak menjawab. Naluriku dengan sigap menyentuh penis itu dengan canggung. Alex menggeram setelah kugenggam sempurna.
 
"Yeeeshh Hana. Aaahh ...." Mataku sayu setelah mendengar desahnya.
 
Tangannya menuntunku untuk bergerak maju-mundur. Kepalanya pun mendongak sembari menggeram.
 
"Ooh ... emmhh."
 
"Hanaaa ...," racaunya lagi. "Kulum, Hana, kulum!" lanjutnya.
 
"Hah? A-apa??"
 
"Hisap aku!" Tangannya menekan kepalaku agar lebih maju.
 
"A-Alex!!"
 
Berusaha melawanpun sia-sia. Pria itu telah berhasil memasukkan junior berurat itu ke dalam mulutku. Lantaran terlalu besar, aku hanya mampu menelan pangkal penisnya.
 
"Ohh, God!! Suck me, yeshh ... like that, Sweety! Aaah!!" racaunya lagi. Ia menekan lagi kepalaku supaya penisnya melesak jauh semakin dalam.
 
"Huuhh ... i will choke you, Hana. Ohh .. God!"
 
Kini penis itu telah tenggelam setengah. Tetapi aku sudah tidak sanggup. Oksigenku menipis. Aku mulai berontak sebagai tanda menyerah.
 
"No. Make me cum!"
 
Alex menahan kepalaku, lalu ia menggoyang pinggulnya. Mulutku terasa kebas lantaran benda pusaka itu dipaksa keluar-masuk dengan dalam. Alex tidak tahu diri memperkosa bibir mungil ini.
 
"Uuuh ... ah ... ohh God, i'm going to overdose. Oohh ... yeaaahh," desisnya makin dalam.
 
"Ssshh ... you can do it, Hana. Suck me! Yeahh aaah emmhh."
 
Hujaman yang ia berikan kian brutal. Aku benar-benar tidak kuat lagi. Rahangku sakit, dan kepalaku mulai pusing dalam menerima ini semua. Dengan tidak berprasaan Alex terus menyodokkan juniornya hingga hampir seluruh batangnya tertelan. Bahkan ujung penisnha sudah menabrak tenggorokan dan membuatku mual.
 
"Sedikit lagi, bitch! I will cum. Ohh ... yeesshh!" serunya lantang.
 
"Telan Hana, kau haru menelannya. Aarghh shit ...!!" Alex menggeram.
 
"Uuuhh ... aaahh ...." Ia menghentak kuat untuk terakhir kalinya. Sesuatu menyembur sampai banjir keluar dari mulutku.
 
Cairan putih kental dengan aroma yang begitu aneh. Aku terbatuk-batuk hingga memuntahkan cairan itu keluar. Rasa mual dan pening langsung menyerang. Karena tak tahan aku berlari cepat menuju kamar mandi dan menumpahkan semua isi perut ke dalam kloset.
 
"Hueeek!!" Tenggorokanku terasa sangat perih dan kering sekarang.
 
Setelah semuanya keluar, segera saja membersihkan wajah dan mulut. Berkumur-kumur untuk menghilangkan sisa-sisa sperma Alex.
 
Ketika aku sibuk mengusap waja, sebuah tangan melingkar di perut rataku. Aku bisa merasakan kulit hangat dan bidang di punggungku.
 
"Kau tidak apa-apa, Sweety?" suara itu terdengar cemas.
 
Ternyata kami berdua masih telanjang bulat. Aku bisa melihat tampilan berantakan Alex di depan cermin. Begitu pula benda keras di bawah sana sedang menekanku dari belakang.
 
"Aku baik-baik saja. Jangan khawatir."
 
"Maafkan aku," lirihnya. Ia semakin mendekapku erat. Lalu menenggelamkan wajahnya pada ceruk leherku. Sesekali terasa kecupan lembut darinya.
 
"Ini pertama kalinya buatku. Agak aneh, tapi aku menikmatinya, Alex. Jangan menyalahkan dirimu." Kuelus lengannya yang masih setia melingkari perutku.
 
"Sebenarnya aku ingin lanjut ke tahap selanjutnya, tapi melihatmu seperti ini, aku takut kau jadi trauma dan tidak mau melakukannya lagi denganku."
 
"Apa? 'Ke tahap selanjutnya'?" Mataku melebar.
 
"Tentu saja, kia baru melakukan foreplay. Memangnya kau pikir tadi itu cukup? Tentu tidak, Sweety." Ia tertawa pelan lalu mengecup pipiku gemas.
 
"Jadi, haruskan kita lanjutkan?" ujarku gugup.
 
"Hmm ... sepertinya kau butuh beberapa menit untuk istirahat." Tangannya membelai puncak kepalaku dengan sayang. Begitulah yang kurasakan.
 
"Kalau begitu aku ingin tidur, rasanya lelah sekali," rengekku manja.
 
"Baiklah. Kekasihku sangat kelelahan rupanya," kekehnya.
 
"Kekasih?" ulangku terkejut.
 
"Kau ini polos sekali. Jangan membuatku keseringan gemas begini, Hana. Atau aku benar-benar akan menggagahimu detik ini juga."
 
"Aaah!" desahku ketika kedua bukit kembarku diremas kuat.
 
"Kau ini, baru diremas sedikit saja sudah mendesah. Benar-benar membuatku tidak tahan." Diciumnya seluruh wajahku dengan gemas. Aku tertawa geli karena tingkahnya.
 
"Alex ... geli! Haha."
 
"Dasar kau ini! Tidak dulu, tidak sekarang, hobimu selalu membuatku geregetan." Ia mengulum mesra bibirku. Lalu tersenyum penuh cinta.
 
"Terkamnya nanti saja. Aku lelah, ingin tidur," rengekku.
 
"Baiklah. Kita tidur sekarang." Alex menggendongku. Dia menepati kata-katanya untuk membiarkanku masuk kealam mimpi sejenak sebelum kami bergulat lebih panas kembali.
 
________________
 
END

LIBIDOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang