BUCIN 12

7 7 0
                                    

Rey tampak gelisah di rumahnya. Sudah dua minggu ini Asya terus menghindar dan tidak pernah menjawab pesan atau telepon darinya.

"Syaaa, lu kenapa sih kok susah banget buat ditemui? Gua kangen banget sama lu. Maafin gua kalau lu marah karena waktu lu sakit gua gak pernah nengok, atau mungkin gua ada salah lain. Gua minta maaf, tapi gua mohon lu jangan jauhin gua gini dong, Sya." Rey mengirimkan voice note ke Asya. Meskipun tidak dibalas, dia berharap Asya mendengarnya.

Di sisi lain, seperti yang diharapkan Rey, Asya mendengarkan voice note tersebut. Selama ini, dia selalu membaca pesan-pesan dari Rey, tetapi asya tetap memilih untuk menghindar. Selain untuk menenangkan hatinya, Asya juga tidak ingin berurusan lagi dengan pacarnya Rey. Pacarnya Rey selalu menegur setiap kali melihat Asya berinteraksi sama Rey yang membuat Asya merasa tidak nyaman dan lebih memilih untuk menjauh.

---

Hari ini, Asya sedang berada di bioskop bersama Kak Arno, sesuai ajakan Kak Arno waktu itu. Kak Arno dan Asya masih sering menghabiskan waktu bersama, tetapi Asya masih belum bisa memberikan kepastian tentang hubungan mereka. Kak Arno pun tidak pernah menanyakan jawaban Asya, selalu menunggu dengan sabar. Sejak pulang dari Puncak, Kak Arno tetap menemani, mengantar, dan menjemput Asya, meski Asya sering menolaknya. Ada perasaan bersalah dalam diri Asya karena dia tidak bisa membalas perasaan cinta Kak Arno.

Selama sebulan terakhir, Asya terus memikirkan perasaannya terhadap  Kak Arno. Apakah perasaan itu hanya sekadar nyaman, ataukah lebih dari itu? Namun, jauh di lubuk hatinya, Asya masih sangat menyukai Rey. Dia berusaha melupakan Rey dan fokus pada hubungan mereka sebagai sahabat, tidak lebih. Hari ini, Asya sudah memutuskan bahwa perasaannya terhadap  Kak Arno hanyalah rasa sayang sebagai kakak, tidak lebih. Dia merasa nyaman dengan Kak Arno, tetapi rasa sayangnya sama seperti kepada sahabat-sahabatnya. Asya ingin mengungkapkan hal ini ke Kak Arno, namun dia bingung bagaimana cara mengatakannya, Ia takut menyakiti hati Kak Arno.

---

Sesampainya di rumah, Asya melihat ada sepeda yang ia kenal. Yap, itu sepeda milik Rey. Berarti Rey sedang ada di rumahnya.

Asya masuk ke dalam rumah dan melihat Rey sedang asyik bermain Uno dengan adiknya. Rey segera teralihkan oleh kedatangan Asya.

"Hai, Asya, hehe... Sini join bareng kita main Uno," sapa Rey dengan canggung.

"Hai juga, Rey. Enggak, kalian aja. Gua mau langsung ke kamar, bye." Asya menolak tawaran Rey.

"Eh, Sya, tunggu! Gua mau ngobrol sama lu." Rey refleks menahan tangan Asya.

Asya melepaskan genggaman Rey. "Yaudah, lu tunggu di sini, gua mau ganti baju dulu."

---

Aku dan Rey sudah berada di tempat mie ayam, karena Rey mengajakku ke sini untuk ngobrol agar tidak terlalu canggung, katanya.

"Sya, hmm, maaf ya kalau gua ada salah sama lu," kata Rey sambil memainkan sendok.

"Enggak usah minta maaf kalau lu gak tahu salahnya apa," jawab Asya datar.

"Gua tahu gua salah. Lu ngejauh dari gua karena pacar gua, kan? Gua pacaran tapi gak cerita ke lu, dan gua juga tahu kalau lu sering dilabrak sama pacar gua. Gua minta maaf atas nama pacar gua, Sya. Kak Nara udah gua tegur, dia janji gak akan usik lu lagi."

Asya hanya berdeham sambil memainkan makanannya.

"Gua mohon, jangan jauhin gua lagi, Sya. Lu temen gua. Rasanya aneh tau, selama ini gak berinteraksi sama lu." Rey tertawa kecil, mencoba mencairkan suasana.

"Gua juga tau kalau lu udah pacaran kan sama Aron si ketos itu?" Rey bertanya, mencoba mengganti topik.

"Arno, Rey namanya, bukan Aron. Kenapa lu bisa bilang kalau gua pacaran sama dia?"

"Semua orang juga udah tahu, Sya. Interaksi lu sama si ketos itu udah kayak orang pacaran..."

"Kalo iya gua pacaran sama dia, kenapa, Rey?" Aku sengaja menanyakan ini untuk melihat reaksinya.

Aku melihat wajah Rey yang tiba-tiba muram, kecewa tampak jelas di wajahnya. Jujur sebenarnya ada rasa senang di dalam lubuk hatiku, tapi aku tidak mau berpikir lebih jauh, jadi aku alihkan pandanganku ke arah lain.

"Ya, gak apa-apa. Selamat, ya. Akhirnya lu gak jomblo lagi," Rey tertawa kecil, tapi aku tahu tawa itu hanya untuk menutupi rasa kecewanya.

"Lu juga, Rey. Selamat ya, akhirnya bisa dapetin hati Kak Nara. Gak sia-sia perjuangan lu selama ini. Semoga kalian langgeng, ya," ucapku dengan senyum tipis.

"Amin, makasih, Sya." Rey mengangguk.

Aku benci suasana ini, suasana yang tiba-tiba menjadi canggung. Saat aku masih dalam lamunan, tiba-tiba ponsel Rey bergetar.

"Sya, maaf gua duluan ya. Kak Nara ngirim pesan nyuruh gua buat temenin dia. Ini mie ayamnya biar gua aja yang bayar. Makasih ya udah mau ketemu dan maafin gua." Rey tiba-tiba memeluku,

 DEG

"Janji jangan jauhin gua lagi ya. kalau ada masalah, lu bisa cerita sama gua," pamit Rey dengan senyuman yang selama ini kurindukan.

Aku membalas senyumannya. "Iya, makasih juga," jawabku dengan perasaan campur aduk.

Aku melihat kepergian Rey. Jujur saja, rasanya hatiku masih sakit, dan aku bingung dengan semua ini...



-TBC -

BUCINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang