Bel pulang berbunyi, tapi di luar ternyata lagi hujan.
"Asyik, jam pelajaran sudah selesai. Waktunya pulang... Eh, kok malah hujan sih?" gerutuku.
Saat aku masih mengeluh tentang hujan, tiba-tiba Rey memanggilku.
"Sya, sini deh," panggil Rey.
"Ada apa? Ada yang bisa saya banting?" tanyaku, setengah bercanda.
"Ke kantin yuk. Sambil nunggu hujan reda," ajak Rey.
"Gamau ah. Bentar lagi juga hujannya reda," jawabku malas.
"Yaelah, Asyaaa, temenin gue makan di kantin yuk," desaknya lagi.
"Enggak ah, gue males ke sana. Ada Kak Arno," jawabku.
"Emang kenapa lagi sama si Aron itu?" tanya Rey penasaran.
"Bukan Aron, Rey. Arno!" aku menekankan dengan sabar.
"Iya, iya, cuma beda huruf. Emangnya lu ada masalah sama Kak Arno? Sampai gak mau ketemu?" Rey mendekat, seolah menuntut penjelasan.
"Gak ada masalah sih. Cuma... kemarin dia ngajak gue nonton bioskop lagi, tapi gue tolak," jawabku pelan.
"Kenapa ditolak? Kan lumayan tiket gratis," katanya sambil terkekeh.
"Bukan soal tiket. Kalau gue iyain, lu tau sendi jawabannya, lagian lu juga yang kemarin bilang buat hati-hati sama Kak Arno," aku mengingatkan.
Rey mengangguk pelan, lalu tiba-tiba meminta, "Kalau gitu, gue boleh pinjem payung lu gak?"
"Enggak!" jawabku tegas.
"Please, Sya, sampai gerbang doang," pintanya memelas.
"Gak!" aku tetap menolak.
Rey tersenyum nakal. "Sya, liat deh, di situ ada kucing lagi berenang sama ikan," katanya sambil menunjuk ke arah kolam.
"Hah, di mana?" Aku langsung menoleh, tertarik oleh tipu dayanya.
Dan seperti yang sudah bisa ditebak, saat aku lengah, Rey dengan cepat merebut payungku.
"Rey! Balikin payung gue!" aku berteriak kesal.
"Hehehe, kejar kalau bisa, baru gue balikin!" teriak Rey sambil berlari menjauh.
Kami pun terlibat dalam kejar-kejaran di tengah lapangan, tanpa menyadari bahwa banyak mata yang memperhatikan. Bahkan, Kak Arno juga terlihat menatap kami dari jauh.
Saat aku hampir berhasil menangkap Rey, sialnya aku malah terpeleset dan jatuh di lapangan. Orang-orang di sekitar mulai berkerumun, dan Kak Arno langsung mendekat.
"Asya, lu gak apa-apa?" Rey bertanya dengan nada khawatir.
"Asya, kamu baik-baik aja?" Kak Arno juga bertanya di saat yang sama.
Rasanya mau menghilang aja dari bumi ini, tapi aku berusaha tetap tenang. "Gue gak apa-apa. Balikin payung gue, Rey. Gue mau pulang."
"Sini, saya bantu ke UKS," tawar Kak Arno dengan nada serius.
"Enggak usah, Kak. Makasih. Saya mau langsung pulang," tolakku halus.
Rey tiba-tiba menawarkan pundaknya, "Naik ke pundak gue aja, Sya. Gue antar lu pulang."
Dengan berat hati, aku menerima tawaran Rey. Saat naik ke pundaknya, aku melihat Kak Arno menatap Rey dengan sinis.
Di tengah hujan yang semakin deras, aku merasa malu dilihat oleh banyak orang. Kak Arno sampai rela kehujanan demi aku, tapi aku malah menolak bantuannya. Perasaan gak enak itu makin besar, dan aku yakin besok bakal ada gosip baru di sekolah soal ini.
- TBC -

KAMU SEDANG MEMBACA
BUCIN
أدب الهواةTernyata lu bukan cinta sama gua ya.. ⚠️ Cerita ini hanya untuk hiburan semata!