BUCIN 6

35 13 0
                                    

Sial! Gara-gara begadang semalam, aku bangun kesiangan. Alhasil, aku terlambat ke sekolah, tidak sempat mandi, dan melewatkan sarapan.

"ASYAAA! TEMPAT MAKAN KAMU KETINGGALAN!" teriak bunda dari dapur.

Tapi karena terburu-buru dan tidak mendengar teriakan Ibu, aku lupa membawa tempat makan dan juga tidak sempat minta uang jajan. Hiks :(

"Aduh, perutku sakit banget. Kepala juga pusing. Badan lemes."

Dan...

BURGH

"ASYA!" Teriakan itu bergema di gerbang sekolah.

---

Di mana aku? Bukannya aku tadi berdiri di gerbang? pikirku sambil membuka mata yang terasa berat ini.

"Asya, kamu sudah sadar?" Suara itu, penuh kekhawatiran, membuatku menoleh. Kak Arno sedang berdiri di sampingku, wajahnya cemas.

"Kak Arno? Kenapa Kakak bisa ada di sini?" tanyaku bingung.

"Kamu di ruang UKS, Sya. Tadi kamu pingsan di gerbang. Pasti kamu belum sarapan, ya?" jawab Kak Arno.

"Iya, Kak. Aku bangun kesiangan, jadi gak sempat sarapan," kataku dengan suara lemah.

"Ya sudah, kamu sarapan dulu. Tapi tenang saja, aku sudah beli Ayam Katsu, Pocari, dan susu coklat untukmu. Kali ini jangan nolak, ya," ujar Kak Arno sambil menyodorkan makanan dan minuman.

Aku tertegun sejenak sebelum mengambilnya. "Iya, Kak. Makasih banyak," jawabku, sedikit terharu.

"Nih, ayamnya. Makan yang banyak biar wajahmu tidak pucat. Habis itu, minum vitamin ini," tambahnya.

"Terima kasih, Kak," ucapku sambil mulai makan.

"Kamu istirahat dulu di sini, ya. Aku mau kembali ke kelas," kata Kak Arno sambil beranjak pergi.

"Iya, Kak. Makasih," balasku dengan senyum tipis.

Setelah Kak Arno pergi, aku termenung. Kak Arno selalu baik padaku. Aku harus mencari cara untuk membalas kebaikannya. Saat aku sedang melamun, tiba-tiba pintu terbuka dengan tergesa-gesa. Ternyata itu Kila.

"ASYA! KAMU GAK APA-APA KAN? PALA SAKIT GAK? MASIH ADA YANG SAKIT?" Tanya Kila cemas.

"Ah, Ki, gak usah lebay. Aku sudah gak apa-apa. gua cuma pingsan karena kelaparan," kataku mencoba menenangkan.

"Cuma?! lu tau gak? Waktu lu pingsan, semua orang panik. Tapi untung Kak Arno langsung bawa lu ke UKS," kata Kila dengan nada serius.

"Hah? Kak Arno yang bawa gua ke UKS?" tanyaku tak percaya.

"Iya, masa lu jalan sendiri kan ga mungkin. Semua orang lihat lu waktu Kak Arno bawa lu ke UKS," jawab Kila.

"APA? GUA JADI PUSAT PERHATIAN?" Seruku kaget.

"Betul sekali!" kata Kila dengan senyum kecil.

Sial, ini makin parah. "Ki,  Rey liat gua pingsan gak?" tanyaku tiba-tiba.

Kila mendadak diam dan wajahnya terlihat ragu. "Dia lihat kayanya, tapi gua gak mau kasih tahu. Nanti lu bisa galau," katanya akhirnya.

"Kenapa?" tanyaku penasaran.

"Ya, tadi gua lihat Rey lagi ngobrol sama cewek sambil gandengan tangan," jawab Kila pelan.

"Hah? Gandengan tangan?" Aku merasakan sesuatu mencubit hatiku.

"Ihhh, kan udah gua bilang jangan sedih," Kila mencoba menghibur, tapi aku tahu dia juga khawatir.

"Ya, Gua sedih. Waktu gua jatuh di lapangan, Rey panik banget. Tapi kenapa waktu gua pingsan, dia gak jenguk?" kataku lirih.

"Mungkin Rey sibuk. Gua yakin dia bakal datang menjenguk lu dirumah," kata Kila mencoba menenangkan ku.

"Hmm, gua mau izin pulang aja deh ki, gak enak badan," kataku akhirnya memutuskan.

"Eh? Kenapa pulang, Sya? lu gak enak badan atau gak enak hati?" goda Kila, meski aku tahu dia serius.

"Udah ah. gua mau pulang. Tolong bikinkan surat izin, ya Ki," pintaku.

"Hmm, iya deh, cepet sembuh ya Sya," jawab Kila dengan nada prihatin.

Saat aku mau keluar dari UKS, mataku tak sengaja menangkap sosok Rey bersama cewek yang Kila ceritakan tadi. Hati ini rasanya sakit melihat sahabatku punya cewek baru, padahal seharusnya aku senang dia sudah tidak jomblo. Tapi... ah, sudahlah.

Saat aku berjalan menuju gerbang, aku berpapasan dengan Kak Arno.

"Asya, kamu mau pulang?" tanya Kak Arno dengan lembut.

"Iya, Kak. Aku mau izin pulang. Aku merasa tidak enak badan," jawabku.

"Mau pulang naik apa?" tanyanya lagi.

Aku baru ingat kalau aku gak punya duit. "Jalan kaki, Kak," jawabku sekenanya.

"Daripada kamu jalan kaki, mending aku antar pulang," tawar Kak Arno.

"Eih? Kak Arno gak belajar?" tanyaku heran.

"Kebetulan aku lagi dispen. Jadi aku bisa antar kamu pulang," katanya sambil tersenyum.

Lumayan lah, gak perlu jalan kaki. "Yaudah, Kak. Aku mau diantar," jawabku.

"Oke, tunggu di gerbang depan ya," kata Kak Arno sambil berlalu.

Aku hanya bisa menatap pasangan bahagia yang ada di depanku. Hati ini sakit, Rey. Kamu punya cewek baru, dan lupa sama aku, pikirku dalam hati, perasaan campur aduk antara marah, sedih, dan kecewa.



- TBC -

BUCINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang