Gelap menerpa kembali, Kenma merasakan tubuhnya terguncang hebat. Sama-samar ia mendengar suara sesorang memanggil namanya.
“KENMA!”
"Huueeekkk Ohookkkk"
Kenma terduduk bersamaan dengan cairan yang bermuncratan dari mulutnya. Batuknya besar dan berulang.
Sebuah tangan menepuk-nepuk punggung itu pelan.
"Kenma, kau tidak apa-apa?!"
Kenma menyipitkan matanya ke sumber suara. Oh jambul ayam itu, tentu saja bukan milik orang lain.
Kuroo terduduk lemas "Ahh... ku kira kau tak akan selamat" ucapnya sambil membuang nafas panjang.
"Tak akan selamat? Mungkin lebih baik begitu" batin Kenma.
Tubuhnya lelah dan dehidrasi, perutnya kram bersamaan dengan asam lambung yang mendorong isi perutnya keluar.
Ia terbangun dari delusi sempurna karangan otak yang meragu antara semu dan nyata.
Jikalau itu hanya mimpi, setidaknya biarkanlah dirinya terhanyut dan tenggelam selamanya. Tapi tidak, kemungkinan membawanya pada kenyataan kini.
Lagi-lagi Kenma harus menghadapi dirinya sendiri.
"Akaashi mengabari ku, katanya (Name) kecelakaan, kau tak ingin melihatnya ke rumah sakit?"
"Berisik"
"Hah?"
Wajah Kuroo mulai berdenyut kesal, tanpa pikir panjang ia menyeret Kenma ke dalam mobilnya, memasangkan sabuk pengaman dan menyetir tanpa menengok sedikitpun sedangkan yang terculik hanya pasrah tak berdaya.
Jalan yang lengang membuat Kuroo memacu mobil merahnya cepat.
Zzzttt zzttt
"Itu Akaashi kan? Angkat saja" seru Kuroo pada handphone Kenma yang bergetar di atas dasboard mobil.
Nada sambung panjang akhirnya bersambut.
"Ah, Kenma-san, akhirnya kau angkat juga" kata Akaashi yang terdengar lega dari seberang telepon.
Hening.
"Halo? Kenma-san?" Sambungnya kembali.
Kalimatnya tidak dibalas. Berberapa detik berlalu membuat Akaashi kehilangan kesabarannya.
Matanya kosong dan kalimat keluar begitu saja dari ujung bibirnya yang tergigit sedikit.
"Kenma, kau tak ingin tau keadaan istrimu?!" Tegas Akaashi.
"Kenma, jika seperti ini caramu— ceraikan saja (Name)" suaranya tenang tapi menakutkan.
Kenma mencengkram handphonenya dengan sangat kuat hingga tangannya membiru.
Piipp—
"BERHENTI!"
Teriak Kenma, membuat Kuroo sedikit terlonjak dari kursinya, menepi mendadak dan menginjak remnya kuat-kuat.
"Oy! kenapa sih?"
Kenma menyambar langsung handle mobil, membukanya dengan bantingan dan berlari ke arah pinggir jembatan layang yang mereka lalui.
"Ke--kenma!" Panggil Kuroo panik, mengejar Kenma yang sudah berlalu pergi.
Tangan yang berkeringat menggenggam besi pembatas kuat. Garis-garis nadi yang bertatut tergambar jelas nuasa hijau muda.
Matanya menatap laut lepas beratap hamparan langit terang.
"Aku.. sudah tidak bisa.." gumam Kenma, nafasnya sesak sudah.
Kuroo berkedip beberapa kali, kebingungan "Apa maksudmu?"
"Semuanya, sudah tidak bisa lagi..."
Kuroo mendengus tatapannya beralih pada lukisan alam di depan "Pengecut"
"Kita sudah berteman sangat lama dan kamu bukanlah Kenma yang ku kenal. Menyerah semudah itu semaunya. Kau ini kerasukan apa hah?" Sambung Kuroo.
Sesuatu terlintas cepat pada benak Kuroo "Apa kau ingat? Dulu ada seorang pemain voli yang benci gravitasi. Latihan bagai neraka untuknya dan lawan selalu menjadikan staminanya yang sedikit sebagai sebuah sasaran empuk tapi pada akhirnya suatu hari dia tersenyum dan bilang kalau voli itu menyenangkan. Aku tau, itu semua karena tanpa sadar dia selalu berusaha mencari jalan keluar dan tidak pernah menyerah pada sesuatu yang disukainya. Kemana anak itu sekarang, Kenma?"
Kenma terdiam. Kuroo benar, dulu dirinya begitu bersemangat walau dengan caranya sendiri tapi kenapa ia malah menjadi orang dewasa yang menyedihkan?
Kenma memendamkan wajahnya pada kedua tangan yang mencengkram besi kuat "Tapi.. aku hanya akan menyakitinya.."
Prakk
Kuroo menepuk punggung Kenma sangat kuat hingga tangannya sendiri berdenyut nyeri, membuat Kenma bergidik kaget.
"Jadi kau sudah tidak peduli ya dengan (Name)-chan?"
Kenma makin mencengkram kuat-kuat hingga tangannya berubah kemerahan "Bukan begitu"
"Terus? Udah ga sayang?"
"Bukan" kepalanya menggeleng pelan, kata-kata mulai terdengar makin kuat dan kencang.
"Jadi, kenapa nyerah?" Pertanyaan ketiga Kuroo menhentak hatinya.
Kenma teringat email (Name) tengah malam tadi, istrinya sudah berjuang keras selama ini. Sekarang ia sadar, berpisah hanya akan meninggalkan luka yang lebih dalam lagi.
---
Kamar 102 A.
Kenma mengintip pada kaca persegi kecil di tengah sisi pintu. Terlihat sang istri tengah duduk di atas kasur dengan balutan perban di kepalanya.
Lukanya tak banyak tapi sesalnya fatal.
Kenma menyiapkan diri sesaat.
Kakinya mantap melangkah pada ganjaran apapun yang akan diterimanya.Gagang pintu yang dipegangnya lama, akhirnya diayun agar terbuka penuh.
(Name) menoleh pada kehadiran Kenma yang disadarinya. Menatap laki-laki itu dalam diam.
"(Name)..." panggil Kenma lirih yang hampir terdengar seperti bisikan. Kata-kata sangat sulit keluar dari bibirnya yang bergetar. Suatu keajaiban dirinya masih punya keberanian menghadapi istrinya dengan kondisi seperti ini.
Kenma membuang pandangannya ke lantai sesaat karena tak bisa menatap dua bola mata yang menyorotnya amat dalam.
Sedangkan si wanita mulai membuka suaranya setelah keheningan sesaat.
"Kamu siapa?"
Ah, pijakannya hilang kembali. Poros besar kini menariknya sungguh amat dalam.
***************************************
Mbak Name belum mati guys! Cuma... ah sudahlah ヽ(´□`。)ノ
Kritik dan saran jangan lupa bund.
Kenma dalam hati be like: aku siapa... aku siapa.. aku siapa..
KAMU SEDANG MEMBACA
Game Starts [Kenma X Reader] - Haikyuu
FanfictionMenikah dengan Kenma?! Apakah akan menyenangkan atau menyebalkan? Tapi aku bucin sih, gimana dong? >//< Ssttt... Ada tetangga baru loh, kabarnya dia seorang editor. Siapa yaa?( .Ő‿ζŐ) Beberapa chapter gelap dan depresot, untuk kamu yang belum siap...