Deru langkah kaki terdengar sangat riuh, saling adu antara kanan dan kirinya, berpacu bersama nafas yang tak kalah berantakannya. Kenma membuka kasar pintu kamar (Name), dipandanginya tiap sudut ruang itu hingga ke kamar mandinya tapi wanita yang dicarinya itu tidak berada pada tempatnya.
Beberapa menit lalu Kenma dihubungi oleh pihak rumah sakit yang mengabari bahwa (Name) menghilang sejak pagi. Tanpa basa basi dirinya bergegas pergi, memacu mobilnya hingga batas maksimal, berjalan pada sela mobil lain yang tak seberapa cepat dan hampir saja menerobos lampu merah hingga dirinya dapat sampai ke rumah sakit secepat yang ia bisa.
Bahkan ia mengabaikan rapat dengan para developer gamenya yang diadakan hari ini.
Setelah memastikan (Name) memang benar-benar tidak ada di tempatnya, Kenma bergegas menuju ruang perawat jaga.
“Apa (Name) belum ketemu?” tanyanya dengn nafas yang masih tersengal.
Seorang suster yang mengenalinya langsung memberikan jawaban “Ah, Kozume-san, kami masih berusaha mencarinya. Petugas keamanan sedang berpencar sekarang—“
Brukk
Kenma menggerbak meja sangat kuat hingga mengalihkan mata semua orang yang berada di sana. Daranya naik hingga ke kepala “Apa yang kalian lakukan hah?! Bisa-bisanya kehilangan pasien seperti ini!” teriaknya.
Semua orang kaget bukan main, tentu mereka sudah familiar dengan Kenma yang sangat sering mengunjungi (Name). Kenma yang mereka kenal adalah pria yang cendrung pendiam dan lembut. Tak disangka marahnya bisa datang seperti ini.
Kenma melangkahkan kakinya kembali, mencoba mencari (Name), entah dimana pun ia berada. Beberapa kali ia berpapasan dengan petugas keamanan yang mencari (Name) juga tapi tidak ditemukan titik terangnya.
Hingga langkahnya terhenti di rooftop rumah sakit berlantai 20 itu. Angin begitu kencang menerpa surainya yang acak-acakan. Kenma berdiri tepat pada pagar pembatas. Kedua tangannya mecengkram besi itu kuat ketika separuh tubuhnya ia condongkan ke depan. Pemandangan di sini sungguh indah, sangat disayangkan ia tidak bersama dengan (Name) saat ini.
Tapi ketika mata tertuju ke bawah, hawa mengerikan menjalar hingga tengkuk lehernya. Lantai dua puluh. Siapapun yang jatuh hanya akan bersisa nama. Ia jadi mengurungkan niatnya membawa (Name) ke sini.
Tapi, bagaimana jika (Name) sudah pernah ke sini? Bagaimana jika menghilangnya (Name) karena ia...
Tidak mungkin!
Kenma memukul kepalanya kuat. Berharap pikiran negatif segera pergi dari kepalanya dan ia bisa fokus mencari (Name) kembali. Matanya teralih pada taman kota. Taman yang ia kunjungi dengan (Name) waktu lalu.
Tak sampai lima menit untuk dirinya sampai dan benar saja Kenma melihat sebuah kursi roda tergeletak di padang rumput begitu saja. Ia makin melangkahkan kakinya kuat. Beberapa kali ia meneriakkan nama si wanita, berharap segera menemukan jawaban.
Hingga ia sampai pada gazebo putih yang disambanginya bersama (Name) beberapa waktu lalu. Tak ada orang di sana, membuat Kenma berdecak kesal, sesekali melayangkan tinjunya ke tiang, berusaha menyalurkan emosi. Secarik kertas terbang terbawa angin hingga menampar tangannya.
Itu form perceraiannya. Kenapa ada disini? Ia tak ingat pernah membawanya kemari. Kakinya lemas hingga nyaris terjatuh saat sebuah kemungkinan terlintas di kepalanya. Kemungkinan yang sama sekali tak diinginkan olehnya.
---
Sebuah taksi berhenti tepat di depan rumah berpapan nama 'Kozume'
Seorang wanita turun dengan bertelanjang kaki, berhenti sejenak di depan papan nama itu sesaat. Pagarnya terbuka tapi suasananya sangat sepi.
(Name) melangkahkan kakinya perlahan dengan deru jantung yang berdegup kencang dan nafas yang tak beraturan. Matanya memandang ke sekeliling, taman depan yang penuh semak karena tidak terawat menjadi pemandangan pertama ketika ia masuk.
Pintu utama pun tak terkunci. Adakah orang di rumah? Sepertinya tidak.
Rumah yang gelap bagai tak berpenghuni, ruangan cukup luas tapi terkesan berantakan, terlihat sudah tak terawat lama.
Langkah (Name) terhenti, tangannya mendekap mulut seolah tak percaya, matanya memandang lekat satu pigura besar di tengah ruang.
Potret besar dirinya dengan balutan gaun putih menjuntai bersama dengan Kenma di sebelahnya. Matanya terbelalak lebar, dalam foto itu terlihat sekali mereka sangat bahagia.
Kini jemarinya merambati figura demi figura dirinya dengan Kenma yang berisi kebahagiaan walau tak teringat satu pun kisah dibaliknya.
Bahkan ia menemuka sebuah flashdisk bertuliskan “The Day” diputarnya satu video pada TV besar diruang tamu.
Hari itu, hari pernikahannya. Dipenuhi ornamen serba putih, dirinya berjalan dengan anggun menghapiri Kenma yang berdiri gugup di altar. Janji saling berucap, mengharap restu baik dari sang pencipta, dipenuhi senyum haru dan bahagia.
(Name) menonton dengan seksama bagian-bagian dari masa lalunya yang hilang. Perlahan air mata jutuh membasahi pipinya.
Momen paling indah yang seharusnya terkenang selamanya itu malah dilupakan olehnya dan tiada satupun orang yang berusaha mengingatkannya.
Beberapa jam beralu, kelelahan menjalar hingga ke seluruh tubuh. Kepalanya sakit bukan main karena mencoba mencerna segala informasi yang terlihat mustahil untuknya.
Hingga kini ia hanya duduk dan bersandar di teras depan, membiarkan angin menyapunya perlahan, berharap angin dapat membawanya saja pergi dari dunia ini.
“(Name)?”
************************************
Terima kasih sudah mampir dan membaca ^^
Aku sayang kalian.
KAMU SEDANG MEMBACA
Game Starts [Kenma X Reader] - Haikyuu
FanfictionMenikah dengan Kenma?! Apakah akan menyenangkan atau menyebalkan? Tapi aku bucin sih, gimana dong? >//< Ssttt... Ada tetangga baru loh, kabarnya dia seorang editor. Siapa yaa?( .Ő‿ζŐ) Beberapa chapter gelap dan depresot, untuk kamu yang belum siap...