2. Loyalitas

668 115 2
                                    

"Aiur mau ku antar pulang?"

Bimbang untuk menerima namun lebih bimbang untuk menolak.

Kedua tangan Aiur sibuk berberes meja kerja yang berantakan. Sedangkan Ben, si penanya masih sibuk dengan berkas yang ada ditangannya.

Setelah menaruh kotak pensil, yang adalah benda terakhir untuk dibereskan, Aiur menatap Ben.

Desiran didada merambat kebawah perut, membuat Aiur gemetar sebentar sebelum menegaskan kepada diri sendiri tidak seharusnya dia begini.

Ini sudah dua bulan, dan Aiur harus bisa bekerja secara professional, tidak dengan melibatkan hati.




















"Boleh dianter?"

Ben tersenyum. "Boleh. Siapa larang?" Tanpa menatap Aiur.

Yang lebih tua beberapa bulan mengangguk meskipun tidak terlihat dimata Ben. "Kamu kayaknya masih sibuk."

"Enggak. Aku tunggu kamu, ini cuma iseng." Kali ini Ben beranjak sambil bersitatap dengan Aiur. "Ayo," ajaknya.






















Dua pasang kaki berjalan beriringan.

Aiur de-javu.

Tidak ada percakapan. Aiur meremat kedua tali tasnya, menyalurkan cemas dan gundah yang dia putuskan tidak akan pernah dia katakan.












































"Makasih ya, Ben. Maaf, sering ngerepotin kamu."

"Santai, Ai."




yang terbalas | binhoon✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang