"Kak itu valak lagi serem seremnya, kok kamu malah cengengesan sih?"
Bianca yang baru banget selesai mandi harus dikejutkan dengan lirih dengusan kecil dari kak pacar yang duduk menghadap TV. Dikira Bianca mungkin lagi nonton film komedi yang lucu, pas dia liat ke layar ternyata film yang ditayangkan adalah The Nun.
Dikta yang diajak bicara pun menoleh ke arah Bianca dengan senyum yang masih banyak, "Oh, iya valak serem."
Bianca cuma bisa geleng-geleng. Kemudian dirinya ambil duduk tepat di sebelah Dikta dan menguasai remot TV yang nganggur di meja.
Kali ini perhatian Dikta secara penuh beralih pada wanita disampingnya. Wanita yang sesekali masih mengusap rambut lembabnya dengan handuk yang tersampir di bahu. Lantas tangan Dikta tergerak sendiri membantu mengusap rambut lembab itu karena siempunya sedang berkonsentrasi melihat layar TV yang telah berganti.
"Ih ada Doyoung."
Gerakan tangan Dikta tiba-tiba terhenti. Dia jadi ikutan melihat ke arah layar TV.
Di layar tersebut, sosok yang selalu jadi orang ketiga diantara hubungannya dengan mbak pacar lagi berbicara panjang lebar yang entah tentang apa Dikta juga tidak mengerti. Bicaranya cepat, pun translatenya juga.
Doyoung adalah orang ketiga yang Dikta syukuri atas kehadirannya. Karena berkat ada dia, Bianca yang kalau lagi sedih, kecewa, atau semacamnya akan punya tempat pasti untuk rehat. Doyoung sudah memenuhi seluruh sisa ruang, sampai-sampai cowok lain nggak bisa masuk.
Makanya sesekali, Dikta juga mendukung hubungan mbak pacar dengan orang ketiga dengan bantu sesekali nontonin Youtubenya atau membelikan Bianca printilannya.
Cukup.
Bahas Doyoungnya sampai sini dulu cukup.
Tiba-tiba Dikta mau bahas soal yang di meja makan tadi sama Bianca, "Bi, berarti aku dateng ke rumah kamu sama bunda ya?"
Bianca langsung menoleh begitu nama bunda disebut, "Hah? Kamu maunya langsung formal begitu?"
"Emang ada yang nggak formal?"
"Uhm, aku pernah diceritain sama Rahma. Dulu suaminya waktu ngajakin serius dia dateng sendiri dulu gitu. Terus baru nentuin yang mau ngobrol serius sampe bawa orang tua itu hari apa."
Dikta ngangguk-ngangguk, "Oh gitu?"
"Emang bunda udah pulang?"
Bianca masih ingat kalau minggu lalu Dikta cerita soal bundanya yang mau tinggal di Jogja sementara karena mengurus eyang utinya yang mulai sering sakit. Sampai hari ini Dikta masih tinggal di rumah orang tuanya di daerah Poltangan, Jakarta Selatan. Penghuninya hanya ada dia dan bundanya karena kakaknya Dikta –biasa Dikta memanggilnya Mas Tama sudah tinggal di rumah sendiri dengan keluarga kecilnya sejak lama.
Beberapa tahun belakangan Dikta sering ditinggal sendirian di rumah. Meskipun fisik tak lagi muda, namun bundanya masih hobi bolak-balik Jogja-Jakarta sendiri. Dikta fine-fine aja dengan itu. Asal bundanya bahagia dan jadi berhenti merecokinya tentang cucu cucu cucuk, Dikta enggak apa-apa kalau cuma bersalam dengan sepi tiap pulang ke rumah. Enggak apa-apa. Soalnya dia juga sudah terbiasa dirumah cuma buat numpang tidur.
KAMU SEDANG MEMBACA
[✔️] Kapan Nikah
Romance[Selesai] "Kapan nikah?" Adalah pertanyaan yang hampir tiap hari di dengar Dikta dari beraneka ragam makhluk yang katanya manusia. Kata manusia, 7 tahun pacaran bukanlah waktu yang sebentar untuk saling mengenal pasangan; lebih lagi sudah sama-sama...