1. Kado dari Belanda

1K 127 17
                                    


"Kue nya nggak enak ya Bian?"

"Bian gue boleh motong dikit nggak buat anak gue?  Enak cuyy ini anak gue dirumah pasti suka."

"Bian kok hokbennya nggak dateng dateng?"

"BIAAAAANNNNNNN!!!!!!"


Bianca tersentak dari lamunannya begitu Rahma --salah satu rekan kerjanya, berteriak tepat di depan telinganya.

"Gue nggak budeg Ma," Bianca mengusap-usap telinganya yang berdengung.

"Lagian lo bengong bae, omongan bapak tua kok dibikin overthinking."

Bianca hanya mendengus sebal dan langsung berjalan kembali menuju kubikelnya setelah selesai dengan acara memotong kue pemberian tim marketing perusahaannya di pantry.


Senin pagi yang biasanya dipenuhi wajah-wajah ngantuk itu secara khusus berubah menjadi wajah bahagia untuk perayaan ulang tahun Bianca. Perayaan kecil itu nyatanya berlangsung meriah, semuanya bersorak dan tertawa bersama sampai Pak Fatin --manajer tim sales & marketing menyindirnya, "kapan nih undangan, kalo masa pacaran kamu itu bocah bentar lagi dia udah boleh daftar SD loh dikampung saya."

Bianca hanya cengengesan, padahal dalem hati udah ngabsenin kebun binatang.

Pak Fatin ini pernah suka sama Bianca, waktu Bianca baru gabung perusahaan 5 tahun lalu. Bianca orangnya pasif, sementara Pak Fatin orang dengan kepribadian setinggi langit. Bapak manajer yang satu ini merasa direndahkan oleh sikap Bianca yang nggak pernah merespon kebaikannya dengan antusias. Padahal Bianca cuma gak mau bikin dia berharap banyak.

Nikah

Nikah

Nikah

Kawin.

Semesta mendesaknya. Hampir tiap hari dia mendapat sindiran seperti itu.

Kenapa sih warga +62? Umur 23 keatas dah kayak kiamat kalau belum nikah.

Apalagi perempuan.

Bianca nggak punya target pasti soal pernikahan. Se-dilamarnya aja sama Dikta dia juga gas. Dia nggak mau maksa Dikta karena dia duluan yang pernah nolak lamaran Dikta beberapa tahun lalu.

Waktu itu Dikta baru pulang ke tanah air setelah kurang lebih dua tahun bekerja di Jepang dengan status karyawan kontrak. Tidak ujug-ujug menjadi pengangguran, cowok itu pulang dengan status berubah menjadi IT staff di perusahaan penyalur tenaga kerja yang telah mengirimnya ke Jepang  dua kali dalam hidupnya.

Kepulangan cowok itu kebetulan berbarengan dengan wisuda sarjananya Bianca. Dikta yang udah males LDR dan ngerasa mapan nggak pake mikir buat melamar Bianca.

Sayangnya Bianca menolak secara halus dengan suatu alasan. Dikta yang udah kepalang bulol bisa menerima alasan itu dan mereka tidak pernah membahasnya lagi sampai detik ini.

Kalau dari sisi Bianca hari ini, dia malu. Dia baru sadar sekarang kenapa dia seegois itu dulu. Pengen tarik kata-kata udah keburu kemakan gengsi. Jadilah hari-hari yang penuh overthinking, 'seandainya'.


"Gue berantem sama Dikta," Ungkap Bianca begitu punggungnya sudah tersandar pada kepala kursi di kubikelnya. Dia bicara pada Rahma yang daritadi membuntutinya hingga sekarang berdiri dipinggir meja kerjanya.

"Berantem? Tumben?!" Rahma bahkan nggak percaya.

Bianca memperhatikan sekitarnya dahulu sebelum melanjutkan obrolannya dengan Rahma, "Dia marah  gara-gara waktu dia nyipok gue, guenya malah ngehindar."

[✔️] Kapan NikahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang