Aku terus memikirkan saran dari Jungkook tentang bagaimana melanjutkan hidupku. Aku tidak mungkin menjadi seorang pencuri jalanan dan pelayan restoran terus menerus. Aku harus benar-benar hidup.
Dulu, aku memilih tidak peduli dengan karirku karena aku sendirian tetapi sekarang ada Jungkook yang harus aku banggakan. Aku sudah melihatnya begitu bersinar dan mungkin ini adalah saatnya aku juga harus membuat adikku bahagia. Tapi, aku harus mulai dari mana. Pekerjaan apa yang tidak memerlukan ijasah sebagai persyaratannya?
Aku mengedarkan pandanganku kesegala penjuru seakan mencari suatu inspirasi. Kemudian, aku mengangkat pandanganku ke langit. Ternyata ada banyak sekali bintang diatas sana. Eomma, apa kau salah satunya?
Okay, aku harus memulainya.
Aku membuang asal sepatu dan berjalan cepat membuka pintu kamar. Aku mengirimkan pesan pada temanku yang biasa membantumu 'mencuri'. Aku mengatakan pada mereka aku tidak akan melakukannya lagi. Alasannya, aku harus membahagiakan saudaraku. Yoongi, ini tidak mudah tapi kau harus berhasil, tekadku dalam hati.
Kemudian, aku memohon dengan sangat kepada teman masa kecilku yang sudah sukses dengan karir pengusahanya. Aku memohon dengan sangat agar dia bisa mengajariku cara untuk memulai bisnis, dimulai dengan teknik dan pemasarannya.
Jumlah tabunganku memang tidak cukup dan aku berniat untuk mengambil dana asuransi kesehatanku. Ini adalah kali pertama aku melakukan sesuatu dengan niat yang seserius ini.
Disaat aku fikir semuanya baik-baik saja, aku selalu teringat pada kondisi Jungkook. Meskipun dia terlihat baik-baik saja tapi hatiku sebagai seorang kakak mengatakan aku harus menyelamatkannya. Dan, malam ini, perasaan itu tidak bisa aku bendung lagi.
Disaat aku dan Jungkook sedang melakukan panggilan video, reaksi Jungkook membuatku sangat kesal dan khawatir padanya. Itu adalah tanda dari seseorang yang sedang depresi. Gejalanya sangat mirip denganku saat aku pertama kali berpisah dengannya.
Aku? Iya, mungkin aku bisa memperbaiki depresiku seiring berjalannya waktu karena aku selalu bisa mendapatkan obatnya yaitu melihat Jungkook baik-baik saja. Tapi bagi adikku yang sedang dihadapkan pada berbagai pilihan tentang masa depan, semua itu pasti sangat berat untuknya.
Ini tidak benar. Pasti ada yang salah, hatiku berkata demikian. Aku berjalan cepat dan beruntung aku masih bisa mendapatkan bus yang terakhir.
Jungkook, cobalah untuk meminum sesuatu yang hangat dan istirahatlah. Berhenti untuk memaksakan dirimu. Hyung akan segera tiba disana.
Setelah mengirimkan pesan tersebut. Aku menoleh pada sisi kanan dimana aku masih bisa melihat orang yang berlalu lalang. Aku menghela nafas sedih. Jika memang Jungkook semenderita itu, aku tidak akan memaafkan diriku sendiri.
Sejatinya, akulah yang membawa Jungkook pada Appa. Jika Jungkook tidak bahagia, maka akulah yang bersalah.
Gerbang yang sebelumnya menghalangiku, yang selama ini tidak pernah aku sentuh, akhirnya aku membukanya. Aku menekan bel dan tidak ada yang menjawabnya. Semalam ini, apakah kedatanganku terlalu mengganggu?
"Hyung-ie" panggilan itu mencegahku untuk berubah fikiran. Aku mengecek semua tubuhnya dan Jungkook menggenggam kedua tanganki yang sedang memeriksanya. "Aku baik-baik saja, Hyung" katanya.
"Ayo masuk, Hyung" kata Jungkook yang menggandengku memasuki rumah yang sangat besar dan nyaman itu. Ah, adikku pasti mendapatkan apa yang dia inginkan didalam rumah ini.
"Semalam ini, Yoongi? Kenapa baru sekarang kau datang menjenguk Jungkook? Kemana saja kau selama ini?" tanya ayah yang menghampiriku dan memelukku tidak terlalu erat.

KAMU SEDANG MEMBACA
Quiescent || END
FanfictionDiamku adalah upaya untuk membahagiakan adikku. Setidaknya dengan diam ini, aku bisa memberikan tempat yang layak untuknya. Aku tidak akan membiarkan adikku hidup dijalanan dengan berbagai musuh disetiap langkah kemanapun aku pergi. Adikku pantas b...