quiescent : jungkook (3)

666 108 10
                                    

Setelah memenangkan kompetisi itu, jangan pernah berharap aku mendapatkan waktu istirahat. Sehari setelah aku mengikuti kompetisi, aku masih harus membuka beberapa buku paket dan berlatih untuk masuk ke universitas yang sangat besar dan terkenal itu.

Setiap harinya aku hanya memiliki 3 jam waktu tidur di tengah malam sampai jam 3 pagi, itu jika Appa tidak menghukumku. Setelah itu aku belajar lagi hingga aku bersiap untuk sekolah. Waktu belajar, les privat, olahraga dan berlatih semuanya sangat menghabiskan waktu, aku bisa pulang jam 9 malam. Kemudian, aku belajar lagi hingga tengah malam.

Maka itulah, semua temanku menyebut aku adalah anak emas yang selalu terlihat sempurna dan juga tidak kenal istirahat. Semua mengenalku sebagai pemuda yang ambisius dan pekerja keras.

Tetapi dibalik semua itu, aku sangat butuh istirahat. Aku sangat lelah. Pernah, aku pingsan ditempat latihan panahan kemudian Appa membawaku ke dokter. Appa meminta dokter untuk memberikan aku vitamin dan obat antidepresan, aku juga meminum obat untuk menghalau rasa kantuk dan lelahku.

Semua botol dengan isinya yang masih penuh itu ada didepanku sekarang. Aku menatap mereka satu persatu. Sejak aku duduk dibangku sekolah aku sudah mengenal mereka. Tapi dari semua vitamin itu, tatapanku sangat lekat pada Xanax. Dia adalah obat antidepresan yang membuatku mati rasa. Terkadang, dia juga bisa membuatku sangat berambisi dan kehilangan akal sehat. Tak peduli bagaimana kapasitas tubuhku, obat itu memaksa tenagaku agar terkuras habis tanpa merasa lelah. 

Aku menulis lagi, setiap angka dari soal matematika itu berhasil aku jawab dengan mudah walaupun kepalaku sedang melayang dan punggungku terasa sakit karena lebam yang ditinggalkan Appa. Aku heran mengapa lebam itu tidak juga hilang padahal sudah hampir semingguan yang lalu.

Tiba-tiba aku teringat Yoongi Hyung. Beberapa hari setelah kami bertemu terakhir, tidak ada kabar darinya. Aku jadi penasaran apa yang sedang dia lakukan.

"Yoongi Hyung, Mwo?" tanyaku saat wajah kakakku sudah memenuhi layar kamera ponselku. .

"Hyung baru saja pulang bekerja. Kau sendiri?"

"Aku...sedang membuka buku" jawabku dengan jeda yang cukup lama.

"Lagi? Saeng, kau terlalu memaksakan dirimu"

Aku hanya bisa membalas kakakku dengan senyuman yang sangat masam. "Aku harus mengikuti ujian untuk masuk universitas. Kau masih bekerja di restoran itu, Hyung?" tanyaku.

Aku bisa melihat senyuman Yoongi Hyung yang terlihat ingin menyampaikan berita bahagia, "Selama beberapa hari ini, Hyung bertanya pada teman-teman Hyung tentang mendirikan sebuah cafe. Memang semua itu memakan uang tabungan dan asuransi yang Hyung punya. Tapi kau tau, Jung? Ini untuk pertama kalinya Hyung merasa bangga dengan kerja keras, Hyung. Apa kau juga sebangga itu?"

"Tentu saja, Hyung. Apapun itu, aku akan selalu bangga padamu" balasku tanpa kebohongan.

"Saeng, kau tidak ingin jujur pada kakakmu?"

"Mwo?" tanyaku dengan wajah yang penuh selidik.

"Beberapa waktu yang lalu, ingat saat Hyung mengantarmu pulang? Hyung bertemu dengan Eomma, maksud Hyung ibu tiri kita. Dia bicara tentangmu. Ada hal yang kau sembunyikan? Dia tidak seperti yanh kau ceritakan, Saeng"

Apa yang sudah dia katakan pada kakakku? Apa dia mengatakan bahwa selama ini aku membohonginya? Jika aku memang berbohong, apakah Yoongi Hyung akan meninggalkanku?

"Tidak tau, Hyung" jawabku pelan dengan emosi yang mulai melayang dan fikiran yang satu-satu melebur entah kemana.

"Jungkook, Saeng? Hey, apa yang terjadi? Tenang, tenang. Tarik nafasmu dalam dan buang perlahan. Tidak ada yang akan terjadi padamu. Kau baik-baik saja"

Aku mengikuti saran Yoongi Hyung. Aku juga tidak ingin dia melihat aku sedang terserang panik secara tiba-tiba. Perlahan, nafasku mulai teratur walau badanku dibuat lemas karenanya.

"Hyung, apa yang kau lakukan?" tanyaku dengan suara yang lemah sambil memperhatikan Yoongi Hyung yang sedang terlihat mengambil hoodie dan coat tebalnya.

"Hyung akan segera tiba"

"Tidak, Hyung!--" laranganku terjeda karena Yoongi Hyung dengan cepat memutus panggilan video kami.

BRAK!!

"Akhh.." lagi, kepalaku dibanting oleh Appa sehingga memukul meja dan buku pake tebal yang ada diatasnya. Rintihanku tertahan dengan suara nafas yang mulai tercekat. Sepertinya, serangan panikku ini mulai tidak bisa terkendali. Ketakutanku pada Appa sudah tidak sanggup aku lawan lagi. Sangat sulit unthk bertatapan dengan ayahku sendiri.

"Kau mengundang Yoongi kemari?" tanya Appa dengan berdesis, terdengar menyeramkan, menakutkan.

"Ani--aakkhhh!!", Appa menggunakan tangannya yang lain untuk meninju punggungku yang masih terluka.

"Boleh saja dia kemari, Jungkook. Ingat sandiwara yang sudah kita rencanakan?", Appa membawa pisau yang mungkin sudah ia persiapkan dan mengusapkan mata pisaunya perlahan dipipiku. "Kau tidak ingin melihat Yoongi tercabik didepan matamu sendiri, kan?"

"Jebal, andwe.." mohonku dengan sangat yang sudah terpojok. Aku tidak lagi memiliki kekuatan untuk melawan Appa. Aku yakin, ini adalah efek samping dari obat yang selama ini Appa paksa untuk aku minum.

Aku kehilangan nafas ketika panik. Aku kehilangan akal ketika aku ketakutan. Semakin aku takut, fikiranku semakin kacau dan kosong. Semakin aku lelah, gelap menguasai. Aku tidak tau kemana harus berjalan, aku tidak tau apa yang harus aku lakukan.

"Yoongi aman jika kau tidak membuka mulut dan ingat, kau tidak boleh mengecewakanku diujian penerimaan Universitas Seoul, kau mengerti anak muda?"

"Nde" jawabku singkat sambil mengangguk samar. Akhirnya, cengkraman tangan Appa dikepalaku ia lepaskan dan aku bisa mengambil nafas beberapa.

"Tetaplah menjadi anak baik seperti itu, Jeon Jungkook. Kau harus membuat nama Appa terus meroket" pesannya lalu dengan pintu yang ia banting, Appa meninggalkanku yang mengosong. Benar-benar kosong. Semuanya seakan bergerak dengan sangat cepat sementara aku hanya diam mematung. Inikah rasanya menjadi manusia setengah robot? Atau, sekarang aku sudah resmi menjadi robot milik ayahku sendiri?

To Be Continued...

To Be Continued

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Quiescent || ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang