Diamku adalah upaya untuk membahagiakan adikku. Setidaknya dengan diam ini, aku bisa memberikan tempat yang layak untuknya.
Aku tidak akan membiarkan adikku hidup dijalanan dengan berbagai musuh disetiap langkah kemanapun aku pergi. Adikku pantas b...
Hari ini Jungkook libur. Dia memintaku untuk mengajaknya pergi jalan-jalan dan sekedar makan es krim sebelum aku mengantarnya pulang. Meskipun aku dan Jungkook tidak pernah satu rumah atau sedekat saudara pada umumnya, selera kami tetap sama. Dari mulai pakaian, makanan, gaya rambut, cara bicara, seakan aku memang selalu ada disampingnya sejak lama.
Jungkook sempat tertegun hingga kunyahannya melambat. Sedetik kemudian dia menggeleng samar lalu menjawab, "Aku hanya marah karena Hyung tidak pernah mencoba untuk pulang, itu saja" jawabnya.
"Hyung dengar kau akan mengikuti kompetisi panahan besok?" pertanyaanku dijawab dengan anggukan kepala saja dari Jungkook. "Hyung tidak tau kau mengikuti banyak sekali kegiatan"
"Rasanya kepalaku ini sudah hampir pecah ketika membayangkannya, Hyung" jawab Jungkook dengan nada bercanda sambil tetap memakan eskrimnya. "Ini alamat dimana kompetisiku akan berlangsung. Kau harus datang dan melihatku disana, Hyung" lanjutnya dengan antusias sambil menyerahkan secarik kertas seukuran kartu siswanya.
"Hyung pasti datang" janjiku yang pastinya akan aku tepati. Aku tidak mungkin melewatkan kesempatan untuk melihat adikku yang akan bersinar. Melihatnya tumbuh sebaik ini, aku merasa sangat jahat karena sudah meninggalkannya. Aku juga merasa waktu sangat cepat hingga aku tidak sadar kalau Jungkook tingginya sudah melebihiku.
"Bagaimana dengan Eomma yang ada disana?"
"Hyung tau ibu tiri, kan? Dia tidak pernah mengajakku bicara. Tapi ya, dia melakukan tugasnya dengan baik. Dia memasak dan sesekali mematikan pendingin ruangan dikamarku agar aku tidak kedinginan"
Aku mengangguk sebentar, "Syukurlah, Hyung sempat khawatir tentang itu"
"Aku ingin ke makam Eomma, Hyung" tiba-tiba, aku menajamkan pandanganku pada Jungkook sambil mempertanyakan dalam hati akan permintaannya kali ini.
"Tidak sekarang, Saeng. Hyung akan mempertemukanmu dengan Eomma saat Hyung memiliki banyak waktu"
"Ah, lupa. Hyung bekerja sore nanti" balasnya dengan wajah yang murung dan bibir yang mengerucut.
"Apa kau selalu seperti ini?" maksudku seimut dan selucu itu.
"Kata Appa, dari dulu aku tidak berubah" jawab Jungkook dengan senyuman yang teramat manis. "Makanya, Hyung harus mengubah wajah Hyung menjadi lebih ceria. Hyung selalu berjalan sambil murung, apa itu membuatmu terlihat keren?" keluhnya.
"Hentikan, Jungkook"
"Apa yang hentikan? Aku hanya mencoba untuk membuat kakakku menjadi lebih ramah. Tau tidak, jika Hyung selalu tersenyum, Hyung akan segera bertemu dengan jodoh Hyung"
"Diamlah"
"Aku tidak bisa diam"
Aku menatapnya untuk memberikan peringatan, tentunya bukan tatapan tajam menyeramkan seperti aku menatap musuhku. Lebih seperti tatapan yang aku buat-buat seram hingga Jungkook tidak benar-benar takut padaku.
"Tapi aku serius, Jung. Jika kau tidak menjaga kondisimu, kau bisa tumbang mengikuti kegiatan sebanyak itu"
Jungkook mengangguk sambil memajukan bibir bawahnya, "Aku memang lelah, sangat lelah. Setiap malam aku begadang. Tapi jika aku lelah aku pasti akan segera istirahat dan meminum vitaminku. Aku justru khawatir pada Yoongi Hyung. Tolong, kabari aku jika ada hal buruk atau hal mencurigakan datang padamu, Hyung"
Aku terheran untuk kesekian kalinya, "Apa yang membuatmu seperti ini, Jung?"
"Aku hanya mencoba untuk melindungi kakakku" jawabnya dengan sedikit cepat.
"Hyung akan menjaga diri dan kau juga harus begitu"
"Iya, Hyung"
***
Waktu memang terlalu cepat. Sudah sore dan aku harus mengantar adikku pulang kerumah. Aku tersenyum padanya dan sesekali menepuk kedua bahunya yang tegap.
"Terima kasih sudah menyapa Hyung. Maaf karena Hyung terlalu lama diam dan bersembunyi" kataku.
"Tidak, Hyung. Hyung melakukan semua itu untukku. Aku justru berterima kasih" jawabnya.
Aku dan Jungkook saling memeluk sebentar dan dia berkata, "Kabari aku jika Hyung sudah berada ditempat kerja atau sudah pulang" katanya sambil menyembunyikan wajahnya dibahuku.
"Nde" jawabku singkat dan segera memintanya untuk masuk ke rumah. Tempat dimana semua kenyamanan terdapat disana.
Jungkook melangkah meninggalkanku. Aku hanya bisa menatap punggungnya yang perlahan menjauh. Kami akan bertemu lagi ketika dia berkompetisi dengan panahan.
Setelah Jungkook menutup pintu utama rumah megah tersebut, aku melangkah pergi. Baru dua langkah dan aku sudah terhenti karena seorang wanita dengan pakaian sangat rapi berdiri dihadapanku.
"Jeon Yoongi?" tanyanya yang membuatku terkejut.
"Anda siapa?"
"Aku peringatkan padamu untuk tidak mendekati putraku atau aku akan melaporkanmu pada polisi. Melihat rumah seseorang setiap hari bisa dianggap sebagai upaya untuk melakukan hal yang buruk, Yoongi. Kau pasti paham itu"
Fikiranku melayang. Ternyata wanita ini adalah ibu tiri kami. Tapi dia tidak terlihat seperti dicerita Jungkook.
"Maaf, aku hanya ingin menemui adikku"
"Kau tidak diijinkan untuk itu!" sinisnya lalu ia menabrakku hingga aku sedikit kehilangan keseimbangan. Wajahnya yang begitu sombong tidak berbalik untuk menatapku lagi.
Dari sini, aku sudah memikirkan hal yang tidak-tidak. Benarkah Jungkook baik-baik saja didalam rumah itu? []
To Be Continued...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.