Yoongi bertemu mereka disaat dia benar-benar kehilangan kepercayaan diri. Dengan gila, menyerahkan diri pada Hoseok dan mengatakan dia sudah banyak sekali melukai orang lain. Dengan memohon, meminta Seokjin untuk menyembuhkannya dari depresi. Dengan rendah hati, ia meminta pada Namjoon seorang teman. Lalu Yoongi memulai semuanya dari awal.
Semuanya mendukung Yoongi, semua ada untuknya. Hingga ia bisa sembuh dan Yoongi perlahan membangun karir dan status perekonomiannya dengan cara yang lebih baik. Sekarang, dia sekali lagi meminta semua sahabatnya untuk membantu Jungkook sembuh dari depresi yang selama ini menyerangnya.
Seokjin bertemu dengan Jungkook kali ini sementara yang lainnya sibuk dengan urusan masing-masing.
"Ini pertama kalinya kita bertemu, Jungkook. Tapi jangan terlalu kaku begitu" ucap Seokjin yang saat ini sedang mencoba menggali masalah yang ada dalam psikologis Jungkook.
"Ini juga pertama kalinya aku mengenal kata teman" jawab Jungkook yang sedang menunduk sembari memainkan jemarinya. .
"Bagaimana semalam disini? Kau tidak terganggu dengan sifat jahil Taehyung, kan?"
"Dia tidak menggangguku. Dia hanya tertidur lagi saat ingin membangunkanku tadi pagi"
Seokjin tertawa sejenak, "Dari dulu dia sangat ingin memiliki seorang adik, Jungkook. Dia terus bertanya kapan Yoongi akan membawamu kemari"
Seokjin menghela nafasnya sebentar. Sudah dua jam dan dia tidak mendapatkan apapun. Jungkook sangat sulit untuk diraih olehnya. Namun itulah yang membuat Seokjin khawatir. Semakin sulit Seokjin mengkaji masalah Jungkook artinya Seokjin harus segera menolongnya secepat mungkin tapi Seokjin juga tidak boleh gegabah.
"Kepalaku sakit..."
Seokjin menatap Jungkook dengan terkejut.
"Dipukul atau tidak rasanya tetap sama. Aku bahkan sudah tidak bisa merasakan ada darah yang keluar dari telingaku seperti yang Yoongi Hyung katakan. Teriakan dan ancaman Appa masih sangat jelas bisa aku dengar" kata Jungkook yang masih menunduk dalam disertai dengan nafas yang perlahan mulai sesak.
"Kau tau semua itu bisa sembuh, Kook. Kau harus tenang. Kau ada bersama kami" jawab Seokjin sambil memegang bahu Jungkook untuk menenangkannya.
Jungkook tetap panik. Dia tetap merasa ayahnya berada dimanapun ia juga berada. Jungkook selalu bisa melihat ayahnya dalam bayangan yang sangat mengerikan.
"Jungkook, tidak ada siapapun disini selain kita. Kau tidak perlu panik seperti ini. Kau aman. Kendalikan nafasmu dan tetaplah merasa nyaman bersama kami" kata Seokjin lagi, kali ini Seokjin mengenggam jemari Jungkook yang mulai dingin.
Jungkook terpejam.
"Apa yang kau bayangkan?" tanya Seokjin hati-hati.
"Appa menyakiti Yoongi Hyung" jawab Jungkook dengan suara yang seakan ia sedang tercekik.
"Kamu tau itu tidak akan terjadi, Jungkook. Kau percaya pada kakakmu, kan? Dia bisa melindungimu jadi dia pasti bisa melindungi dirinya sendiri" kata Seokjin.
"Jika suatu saat aku harus berkorban demi Yoongi Hyung, tolong jangan halangi aku" kata Jungkook sambil menatap dalam dan memonoh dengan sangat pada Seokjin yang tengah menatapnya juga.
"Berjanjilah padaku, Seokjin Hyung" desak Jungkook lagi. Seokjin hanya menghela nafas ketika mendengarnya. Ia merangkul Jungkook untuk beberapa saat.
"Pertama, kita akan pastikan tidak ada luka yang cukup buruk dikepalamu. Kemudian, kita akan memastikan keselamatan kalian berdua. Yoongi tidak akan membiarkan hal buruk terjadi padamu sehingga kau tidak perlu berkorban apapun untuknya" jawab Seokjin sambil menepuk punggung Jungkook yang juga cedera.
"Apa ini juga sakit, Kook-ah?"
Jungkook hanya menggeleng lemah.
***
Setelah bicara banyak hal dengan Seokjin, Jungkook menghabiskan waktu di rumah dengan melukis. Yoongi sengaja membeli beberapa peralatan untuk melukis dan kanvas dengan ukuran yang beda-beda agar Jungkook bisa memilih. Setelah kejadian itu, Jungkook tidak mungkin melanjutkan sekolahnya, apalagi kuliah di universitas. Setelah semuanya lebih baik, barulah Yoongi akan memikirkannya lagi.
"Apa yang sedang kau lakukan?" tanya Taehyung yang baru saja pulang kuliah sambil memberikan teh dalam botol yang masih dingin pada Jungkook.
"Melukis" jawab Jungkook singkat.
"Hmm... Lumayan juga. Kau bisa menjualnya, Jungkook-ah" usul Taehyung yang hampir saja difikirkan oleh Jungkook. Taehyung mengambil kertas dan ikut melukis disamping Jungkook.
"Bagaimana kuliahmu, Taehyung-ie Hyung?", Taehyung terkejut mendengar pertanyaan sekaligus panggilan Jungkook untuknya.
"Aku suka panggilan itu, Jungkook-ah. Tapi aku tidak suka dengan pertanyaan itu. Pendidikan bisa membawamu pada pekerjaan yang bagus tapi kesuksesan ada ditanganmu" jawab Taehyung yang membuat Jungkook berekspresi penuh tanya.
"Aku mendengar ayahmu memaksamu belajar terus menerus. Aku melihat kabar dimedia kau berhenti sekolah bahkan kau berhenti dari panahan. Aku yakin kau bisa bersinar lagi setelah ini. Dia ayahmu dan seharusnya dia tidak memaksa apalagi memukulmu seperti itu. Kau bisa melawannya, kau bisa memilih jalan karirmu sendiri. Aku melihatmu saat kau sedang melukis, aku yakin kau menyukainya" ujar Taehyung dengan berani dan tepat.
"Eomma, dia sangat pandai dalam menggambar. Hanya itulah yang tersisa darinya. Hanya itu saja yang aku ingat tentangnya" jawab Jungkook sambil menatap dalam lukisannya sendiri.
"Maka kau harus terus melakukannya, Jungkook-ah" kata Taehyung sambil menepuk bahu kanan Jungkook beberapa kali dan pergi meninggalkannya.
Jungkook menatap kepergian Taehyung sebentar dan kemudian tanpa sengaja dia melirik sebuah kertas yang digunakan Taehyung untuk menggambar, tertulis disana "Fighting Jungkook-ah" dengan gambar tujuh orang yang sedang bergandengan.
To Be Continued...
KAMU SEDANG MEMBACA
Quiescent || END
FanfictionDiamku adalah upaya untuk membahagiakan adikku. Setidaknya dengan diam ini, aku bisa memberikan tempat yang layak untuknya. Aku tidak akan membiarkan adikku hidup dijalanan dengan berbagai musuh disetiap langkah kemanapun aku pergi. Adikku pantas b...