10. Mutilasi

42 7 2
                                    

Drrrtt! Drrrtt! Drrrtt!~

Dering ponsel menggema di kamarnya, ia bangun dari tidur panjangnya dengan keadaan seluruh tubuh mengalami pegal-pegal. Entah apa yang ia lakukan semalam.

Dia selalu berada di kamarnya, tidak pernah berkomunikasi dengan keluarganya, bahkan dia tidak pernah sekali pun keluar rumah semenjak dia lulus sekolah dasar. Tidak tahu apa masalahnya

Ia selalu mengurung diri di kamar. Baginya kamar adalah sebuah tempat tinggal yang sangat cocok untuk orang seperti dirinya. Dia kadang penasaran dengan dunia luar, namun batin keduanya selalu mengajaknya untuk tidak keluar rumah.

Keseharian nya hanyalah tiduran di kasur empuk sambil menonton film dengan semangkuk cemilan disampingnya. Dia juga jarang mandi, bahkan dia tidak pernah mandi berbulan-bulan, hanya alasannya tidak berkeringat dan tidak bau badan.

"Astra bangunlah." Ibunya memanggil dari ponsel yang tergeletak di meja.

"Gue sudah bangun, sok banget peduli sama gue." Jawab Astra sambil mengucek kedua matanya dengan tangannya.

"Mami peduli banget sama kamu, tapi kenapa kamu begitu sih." Mami Astra sedih, mengucapkan kalimatnya saja terasa bergetar bibirnya.

"Berisik lu setan." Astra membentak keras kepada ibunya melalui ponsel yang masih terhubung.

"Astaghfirullah. Iya sudah kalau begitu, mami mau pergi dulu sama papi, kamu jangan lupa sarapan habis itu sekolah. Sudah 6 bulan kamu tidak sekolah hanya alasan takut kulit kamu akan hitam dan tidak ada mood." Mami Astra mematikan teleponnya, kemudian melangkah jauh dari kamar Astra.

"Daripada lu sama bapak tua itu, lebih mementingkan temen yang kesusahan dibandingkan anak." Tegas Astra, bermaksud mengejek kembali.

Sang mami hanya menghela napas panjang yang dikatakan Astra. Astra tak salah dia benar. Orang tua Astra hanya menganggap Astra sebagai anak lewat, setelah bosen dibuang begitu saja. Mereka lebih mementingkan teman mereka yang sedang kesusahan, berbanding Astra yang kala itu cidera karena perlombaan badminton.

Astra mengambil handuk yang tergantung di lemari, lalu pandangannya tak sengaja melihat kalender.

Hari Sabtu 24 April hari Kamis tanggal 29 April hari ulang tahunku. Toh mereka gak akan peduli dengan ulang tahunku. Batin Astra sembari membuka seluruh pakaiannya.

Selagi masih mandi, ponsel Astra kedapatan 10 notifikasi, 5 pesan dan 5 panggilan tidak terjawab dari seorang wanita yang kiranya kekasih Astra.

****

"Argh." Tomi bangun dari mimpi buruknya. Tubuhnya terasa pegal saat bangun tidur.

Tomi melihat sekitar. Apakah ia masih bermimpi ataukah ia betul-betul sudah bangun dari tidurnya atau malahan ia bermimpi beda cerita?

Mencoba mencubit pipinya, "ouch, sakit." 

Tomi bersyukur sudah bangun di dunia nyata bukan terbangun di dunia mimpi. Mengusap wajah yang penuh keringat dingin, diakibatkan mimpinya semalam.

Melirik jam dinding yang berada dihadapannya, waktu menunjukkan pukul 08.30, Tomi buru-buru mengambil handuk, lalu memasuki kamar mandi. Supaya ia tidak terlambat kerja, walaupun kenyataannya memang sudah telat.

Ketika Tomi sampai, seorang wanita berambut panjang menghampirinya, kemudian ia menampar pipi Tomi tanpa ada penjelasan sedikit pun.

"Woo...hei santai dong Ghibah, kenapa kamu tiba-tiba nyerang gue?" Ucap Tomi sembari melangkah jauh dari ghibah. Isi hati Tomi ingin menampar balik.

Happy BirthdayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang