11. Organ Terbang

47 5 0
                                    

"Kumohon, kumohon biarkan aku keluar dan menjalani hidupku dengan normal, hiks....hiks hiks." Senja menangis, dia kelihatan lebih kurus dari sebelumnya.

Ditempat yang gelap dan banyak sekali tengkorak-tengkorak manusia disekelilingnya. Ia tidak tahu dimana ia sekarang, yang Senja ingat terakhir kali adalah terjatuh dari lantai dua, lalu tubuhnya mengenai kursi berbahan kayu.

****

Niki sedang duduk santai di atas kasur sambil menonton TV. Secara kebetulan ia melihat saluran berita TV yang sedang live. Berita tersebut berisikan tentang seorang polisi yang membunuh temannya bernama F secara tidak manusiawi, dan lagi F tewas meninggalkan istrinya yang sedang hamil muda.

Mimik wajah Niki sangat serius pada berita TV tersebut, padahal dia baru bisa baca buku cerita anak-anak.

Pintu terbuka, Devita masuk membawa semangkuk bubur ayam untuk Niki. Lantas Niki pun mengganti acara TV nya, yang tadi berita diganti menjadi acara matematika.

"Loh kenapa diganti?" Tanya Devita sambil menyiapkan air minum untuknya.

"Enggak apa-apa acara tadi sangat enggak menarik." Jawab Niki santai.

Devita melirik kearah TV, "matematika? Bukannya kamu tidak menyukai matematika?"

Niki menoleh pada Devita, kerutan di alisnya menunjukkan bahwa Niki kesal. Lalu dia kembali lagi menonton TV.

"Maaf deh maaf. Yuk sekarang makan bubur dulu nanti dingin gak enak." Bujuk Devita, agar Niki mau membuka mulut.

Niki menepis tangan Devita, sehingga sendok yang ada buburnya jatuh ke kasur.

"Niki kamu harus makan." Ucap Devita, bernada pelan.

"Aku bisa makan sendiri kakak keluar aja dari kamar." Niki menjawab kasar, dia sepertinya kesal.

Devita turuti permintaannya. Devita keluar dari kamar, namun tidak sepenuhnya keluar. Pintunya terdapat jendela berbentuk lingkaran sehingga bisa mengintip sedikit untuk memastikan keadaan Niki.

Devita mengintip sedikit saja, ia lihat Niki mengambil mangkuk bubur ayam yang sudah dibuatkan. Dengan perlahan Niki memakan bubur ayam tersebut, walaupun sedikit sulit karena setiap lehernya bergerak akan terasa sakit, padahal sudah memakai penyangga leher dan diberi obat pereda nyeri.

Hari Rabu malam di rumah sakit yang cukup ramai, dokter-dokter serta susternya berjalan ke arah ini dan itu untuk mengecek keadaan pasien mereka, dan lampunya pun menerangi setiap lorong.

Kekhawatiran Devita terhadap kegelapan malam di rumah sakit bisa berkurang, berkat lampu-lampu yang menerangi setiap lorong. Dan lagi ada orang-orang berlalu lalang di rumah sakit jadi tidak perlu merasa takut.

Sekali lagi Devita memandangi Niki yang sedang makan bubur ayam di atas kasurnya sambil menonton televisi, sebelum ia pergi ke kamar mandi untuk membersihkan seluruh badan dari keringat.

Suasana kamar mandi ketika malam hari sangat menakutkan, letak kamar mandinya bukan di dalam gedung rumah sakit, melainkan diluar gedung rumah sakit. Walaupun takut, Devita tetap paksakan ketakutannya agar seluruh badan bersih dari kotoran dan keringat.

****

Kamar mandi untuk perempuan dan laki-laki tidak dipisah, jadi satu kamar mandi itu bisa buat laki-laki ataupun perempuan. Benar-benar menjengkelkan.

Awalnya shower di kamar mandi mengeluarkan air yang bersih dan segar ketika menyentuh kulit. Namun sehabis 6 menit dinyalakan shower tersebut, airnya berubah menjadi darah, seperti yang ada di film horor.

Devita tidak teriak hanya saja kaget setelah ia tidak sengaja menelan serta mencium aroma darah segar. Segeralah Devita matikan keran shower nya supaya badannya tidak dibasahi darah misterius itu.

Happy BirthdayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang