Lyra sedang berdiri di depan pintu kelas. Memperhatikan kawasan IPS di seberang kelasnya. Ia sedikit gusar. Pasalnya dari kemarin pesan maupun telponnya tidak mendapat balasan apapun dari sang pacar.
Sebentar lagi bel masuk akan berbunyi, tetapi tak ada tanda-tanda Pradit akan datang. Mungkin saja pemuda itu bolos hari ini.
Gadis itu menghela nafas kecewa. Ia berbalik ingin melangkah ke dalam kelas. Sembari meyakinkan diri, ia sempat menoleh ke belakang untuk memastikan kembali kalau Pradit tidak akan hadir hari ini. Saat Lyra menoleh saat itu pula Pradit berjalan sendiri menuju kelasnya dengan santai.
Tanpa ragu Lyra langsung saja menghampiri pacarnya itu. Niatnya ingin meminta maaf secara langsung, tetapi raut wajah Pradit sedang tidak bersahabat dengannya pagi ini. Iya, wajah pemuda yang biasanya begitu berseri saat bertemu dengan pujaan hati, kini malah wajah datar yang tercetak jelas.
"Dit, maaf ya soal yang kemarin," ujar gadis itu menatap pemuda dihadapannya penuh harap.
Yang pemuda itu lakukan hanya menghela nafas lelah. "Masih pagi, Ra, aku nggak mau debat apapun sama kamu pagi ini," ujar Pradit dingin.
"Tapi, Dit..."
"Istirahat pertama aku tunggu di tempat biasa," ujar Pradit memotong ucapan Lyra. "Sekarang lebih baik kamu masuk kelas, sebentar lagi bel masuk. Nanti kalo kakak-kakak kamu liat juga gimana?"
Lyra tertegun, gadis itu sampai membuka mulut kecil menatap Pradit sendu. Ia jadi berpikir apakah selama ini ia sudah melewati batasannya?
Backstreet memang hal yang baik untuk saat ini bagi keduanya. Setelah dipikir kembali jika terlalu lama menyembunyikan hubungan juga tak baik untuk mereka berdua. Jadi, Lyra harus apa sekarang? Bahkan Pradit belum memiliki citra baik di depan kakak-kakaknya itu. Dan butuh waktu untuk itu.
Pradit melangkah pergi lebih dulu meninggalkan Lyra yang masih terhanyut dalam lamunannya. Membiarkan gadis itu tenggelam dalam pikirannya akan dibawa kemana hubungan ini nantinya.
***
Lyra sudah mengabari Fadia kalau ia tak ke kantin pada istirahat pertama ini. Kini gadis itu berjalan sendirian menuju tempat dimana Pradit sudah menunggunya. Kakinya agak berat melangkah. Dirinya pun sedikit gugup.
Lyra bisa melihat Pradit duduk santai di atas batu besar. Dengan satu kaki yang pemuda itu naikkan di atas batu dan kaki yang lain dibiarkan menggantung di tanah.
Pradit mendongak saat mendengar suara kaki yang mendekat. Pemuda itu memandang Lyra dengan lekat dan senyum tipisnya. Lyra yang merasa ditatap dengan sendu itu menciut. Rasanya ia ingin pulang saja dan mengunci diri di kamar dari pada harus ditatap sendu oleh pemuda itu. Lyra tau di balik tatapan sendu itu ada perasaan kecewa yang Pradit rasakan.
Mungkin bagi sebagian orang ini hanyalah hal sepele. Lyra yang lupa memberinya kabar saat ia merayakan malam minggu dengan kakak-kakaknya. Namun, bagi Pradit ini bukan sekedar kabar, melainkan pengakuan Lyra.
Sampai kapan Pradit harus mengalah dengan Aryan untuk mengantar jemputnya? Atau sampai kapan Pradit mengalah untuk tidak mengabari Lyra saat gadis itu bersama dengan kakak-kakaknya?
Jujur saja Pradit sudah tidak tahan. Pemuda itu terbakar api cemburu selama ini. Pradit hanya ingin hubungan ini seperti pasangan normal lainnya. Yang bisa bertemu tanpa sembunyi-sembunyi seperti ini. Yang bisa dengan bebas si pemuda mengantar dan menjemput si gadis ke sekolah.
Ya, Pradit hanya ingin itu. Pengakuan dari seorang Lyra Virgona sebagai kekasihnya.
"Dit, maafin aku.." rengek Lyra sudah ikut duduk di batu besar itu tepat di samping Pradit.
KAMU SEDANG MEMBACA
Melangkah Tanpamu
Teen Fiction(Spin off Ketika Senja Menuju Fajar) Kesendirian. Mungkin bagi sebagian orang adalah hal yang menyedihkan. Tetapi, bagi sebagian orang lainnya adalah ketenangan. *** Pradit tersenyum lembut. Tangannya mengangkat dagu Lyra. Lyra berusaha membalas tat...