Lyra berdendang riang ketika memasuki rumah. Lalu berpapasan dengan sang adik super tengilnya. Walau kadang kompak, tapi keduanya tak lepas dari perdebatan.
"Dih baru balik," cibir sang adik.
"Napa sih lo?" sahutnya galak. Lalu tersadar dengan penampilan Lian yang sudah rapi begini.
"Mau kemana lo?"
"Kepo!"
"Emang dasar adek laknat!" serunya yang tak digubris oleh Lian.
"Paan sih sewot amat yang baru pulang," cibir Lian.
Lyra mendecak sebal, "liat muka lo tuh bawaannya kesel, minta dihujat emang," balasnya tak santai.
Lian memajukan bibir bawahnya. Mencibir menirukan gaya bicara sang kakak. "Emangnya situ netizen main hujat-hujatan," gerutu Lian lirih.
"Woy bagi duit sih!" kata Lian dengan kurang ajarnya membuat Lyra mendelik menatapnya tajam.
"Way woy way woy," cibir Lyra, "lo kira gue kawan lo apa?!"
"Pelit banget, pantesan nggak ada yang mau sama lo."
"Heh, sumpah yaaa..." geram Lyra, "emang titisan setan anak satu ini."
"Lo setannya!" balas Lian lalu melengos secepat kilat menghindari amukan sang kakak.
"Heh heh! Apaan sih ini?" tegur Franda mendengar keributan yang jelas berasal dari kedua anaknya. "Ribut terus heran deh. Kalo di rumah itu yang akur gitu loh."
"Itu Bu, Lian yang cari gara-gara mulu," ujar Lyra mengadu sontak membuat Lian mendelik tak terima.
"Ngapa jadi gue? Perasaan lo yang ngajak ribut mulu deh, kak," elak Lian membela diri.
"Bu, aku keluar ya," pamit Lian begitu saja membuat Lyra mendelik tajam. Sang ibu hanya bisa geleng kepala menghadapi kakak beradik itu.
"Mau kemana sih lo? Nggak bisa nanti dulu apa udah mau magrib gini?" omel Lyra.
"Iya dek, nanti aja abis magrib keluarnya," sahut Franda menyetujui perkataan Lyra.
Lian yang masih duduk memainkan ponselnya jadi menegak, "ya justru itu biar nggak magrib di jalan Lian berangkat sekarang," katanya membela diri. "Lian mau jemput Kinan dulu, nanti sholat magrib disana, Bu."
"Yaudah, bawa motornya pelan-pelan tapi ya, dek."
"Iya ibuku sayang..." sahut Lian manja sembari mengecup pipi ibunya.
"Bye, Kak Ros!" kata Lian melewati Lyra sembari melambaikan tangan.
"Dasar Ismail bin Mail," seru Lyra kesal.
***
Lyra berguling kesana kemari di atas kasurnya. Sudah menunjukkan pukul 12 malam tapi Pradit masih belum mengabarinya. Gadis itu kembali meraih ponselnya, melihat room chat dengan Pradit yang berpamitan sebelum berangkat latihan tadi malam.
"Kalo kayak gini terus bisa-bisa keriput karena begadang gue," gumamnya pada diri sendiri.
Gadis itu mendecak. Kakinya menendang-nendang kasur dengan gelisah. "Astaga anak orang!" makinya, "bisa nggak sih nggak bikin khawatir lo jam segini belom ngabarin udah balik apa belom," lanjutnya mengomel kesal memandangi layar ponsel.
"Duh, mana laper lagi," gerutunya sambil menepuk perut ratanya itu.
Lyra mendesah berat. Dalam keadaan seperti ini mana mungkin ia bisa tidur nyenyak. Ia jadi merengek meratapi perutnya yang lapar ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Melangkah Tanpamu
Fiksi Remaja(Spin off Ketika Senja Menuju Fajar) Kesendirian. Mungkin bagi sebagian orang adalah hal yang menyedihkan. Tetapi, bagi sebagian orang lainnya adalah ketenangan. *** Pradit tersenyum lembut. Tangannya mengangkat dagu Lyra. Lyra berusaha membalas tat...