Lyra dan Lian yang baru saja pulang setelah menonton seperti agenda yang mereka rencanakan semalam bersama para kakak dan adik yang lain. Kedua remaja itu memasang wajah tak suka ketika sang ayah berada di rumah. Sedang duduk santai di ruang tamu sendiri.
"Dari mana kalian?" tanya Faren.
"Kenapa ayah kesini?" tanya Lyra tak mengindahkan pertanyaan sang ayah sebelumnya.
"Ayah perlu bicara sama kalian," jawab Faren tak ingin membuang waktu lagi. Karena sepertinya kedua anaknya tidak ingin basa-basi.
"Kalian berdua duduk. Dengar yang ayah kalian mau bicarakan," timpal Franda yang baru saja dari dapur membuatkan kopi untuk suaminya yang sebentar lagi akan bercerai.
Lyra dan Lian menuruti perkataan sang ibu. Keduanya duduk bersebelahan dekat dengan ibunya. Berusaha memberi jarak agar tidak terlalu dekat dengan ayahnya sendiri.
"Setelah ayah sama ibu cerai, salah satu dari kalian harus ikut ayah."
Wajah Lian mengeruh dengan rahang yang mengeras. Tangannya pun mengepal kuat. Kalau saja sang ibu tidak mengusap punggung tangannya sudah pasti ia akan memukul ayahnya saat ini.
"Yang jelas bukan aku yang ikut!" Lian langsung bangkit dan masuk ke dalam kamarnya. Remaja itu bahkan menutup pintu kamarnya dengan kuat hingga membuat Faren menghembuskan nafas lelah.
Apakah kesalahannya begitu besar hingga anaknya sendiri membencinya sampai seperti ini?
Lyra masih diam merenung. Adiknya sudah menolak untuk tinggal dengan sang ayah. Tadi ayahnya bilang salah satu dari mereka harus ikut dengannya. Tapi, Lyra juga punya hak untuk menolak, kan?
"Gimana Lyra? Kamu siap ikut ayah?"
Gadis itu akhrinya mengangkat kepala siap berbicara. Menatap manik mata penuh harap milik ayahnya. "Tinggal sama ayah dan istri baru ayah?" tanyanya lirih, "Lyra nggak mau ayah. Lyra mau tinggal sama ibu dan Lian disini. Tolong ayah jangan ganggu kami lagi. Silakan ayah hidup bahagia dengan keluarga baru ayah."
Perkataan Lyra sangat menohok hati seorang ayah. Faren benar-benar merasakan penolakan yang dilakukan oleh kedua anak kandungnya sendiri.
"Aku pamit ke kamar."
"Aku nggak pernah memaksa mereka untuk tetap tinggal sama aku. Mereka udah besar dan bisa menentukan pilihannya sendiri. Sekarang kamu udah dengar apa yang mereka pilih. Jadi tolong biarkan kami menjalani hidup tanpa kamu," ujar Franda dengan tatapan dingin dan datar.
"Nda, bisa kita bicara baik-baik? Aku mohon jangan berakhir begini," ujar Faren lirih masih berharap Franda merubah keputusannya.
"Aku nggak akan merubah keputusanku. Kamu selingkuh, kita cerai. Selesai."
"Nda, aku bener-bener minta maaf." Faren menunduk penuh penyesalan. Pria itu masih belum bisa melepas Franda, tetapi tidak bisa meninggalkan Shilla yang kini tengah mengandung anaknya.
"Aku mungkin maafin kamu, tapi bukan sekarang. Dan kalau pun aku udah maafin kamu nanti itu bukan berarti aku lupa sama apa yang udah kamu lakuin untuk hancurnya keluarga yang pernah kita bangun sama-sama ini."
Franda mengalihkan wajahnya. Ibu dua anak itu tak sudi bertatapan dengan pria yang mengkhianatinya dan juga keluarganya.
***
"BANGSAT! BANGSAT! BANGSAT!" umpat Lian yang sudah brutal meninju dan menendang samsak di depannya dengan wajah berang.
Setelah sang ayah pergi, Lian berpamitan untuk keluar pada sang ibu. Dan berakhirlah ia di tempat perkumpulan silatnya. Mengambil apapun untuk dijadikan samsak tinjunya melampiaskan amarah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Melangkah Tanpamu
Teen Fiction(Spin off Ketika Senja Menuju Fajar) Kesendirian. Mungkin bagi sebagian orang adalah hal yang menyedihkan. Tetapi, bagi sebagian orang lainnya adalah ketenangan. *** Pradit tersenyum lembut. Tangannya mengangkat dagu Lyra. Lyra berusaha membalas tat...