2.

39.7K 757 10
                                    

"ongkos !ongkos!" Teriak kenek angkutan yang membawanya ke arah terminal.

Deg.
Dada ningrum mencelos saat dia tersadar bungkusan plastik yang ia bawa tadi yang berisi handphone dan sedikit uang tertinggal di mushola kampungnya saat dia melepas kebaya putih yang dia kenakan tadi.

"Mana neng?ongkos!"

"Pak ,uang saya tertinggal"

"Halah alesan. Sudah turun turun. Pir berhenti pir"kenek itu memukul -mukul pintu mobil mengode sang sopir untuk berhenti .

"Tapi pak,tolong sampai terminal saja pak?"ucapnya mengiba

"Ngga . Ngga. Kita tuh nyari uang neng bukan nyari pahala!!" Matanya melotot jengkel. Ningrum mengangguk lalu melangkahkan turun dari angkot. Sempat mendengar suara penumpang nyolot kepadanya .

"Cantik doang tapi kere"

Ningrum hanya bisa menunduk meratapi nasibnya. Andai dia tadi lebih hati-hati pasti kantong kresek itu tak tertinggal. Dia tadi mengemas pakaian ganti yang saat ini dia pakai beserta handphone dan uang seadanya.
Rencananya dia akan ke jakarta dengan uang itu untuk menemui mas Janunya.
Tapi takdir harus berkata lain.
Bagaimana dia bisa ke Jakarta kalau tidak ada ongkos seperti ini? Andai mau ambil kantong kresek itu lagi dia takut malah akan ketahuan. Ah biarlah.

Tapi paling tidak angkot tadi sudah membawanya lebih dari dua kilometer dari rumahnya,sehingga dia sedikit lebih lega terbebas dari orang-orang yang mungkin mengejarnya karena kabur dari pernikahan.

Sekarang yang harus dia pikirkan adalah mencari uang untuk ongkos ke jakarta . Dia harus menemui Mas janunya.
Meskipun handphonenya hilang tapi dia masih ingat kalau kekasihnya tinggal di kawasan Pulo gadung dan nyambi bekerja dia salah satu swalayan ditempat itu. Dengan bermodal informasi tersebut Ningrum akan menyusul Mas Janunya setelah mendapatkan cukup uang untuk ongkos ke Jakarta.

Ningrum berjalan tertatih-tatih ,kakinya sudah cukup pegal bejalan lebih dari satu kilo. Pergelangannya sudah mulai nyeri,dan tenggorokannya sudah sangat kering karena sedari siang dia belum makan dan minum sama sekali.
Dia menengok kanan dan kiri . Ada beberapa warung berjajar dipinggir jalan. Dia beranikan diri untuk masuk ke warung tersebut

"Maaf bu mau tanya ,apa disini terima tenaga buat bersih-bersih dan nyuci piring ya bu?"
Wanita tambun itu melirik sebentar lalu menggeleng dan menggerakkan pergelangan tangannya.

"Nggak!nggak!"

Ningrum masuk ke warung lainnya tapi jawaban yang sama dia dapat,bahkan tanpa melihat mukanya sekalipun dia langsung ditolak. Hingga di warung kelima ibu-ibu di warung itu menoleh ke arahnya

"Lagi sepi ,nduk. Nggak bisa bayar pembantu"ucapnya ramah

"Ndak dibayar ndak papa bu. Asal bisa makan dan tinggal disini" dengan tepaksa Ningrum mengucapkan hal tersebut. Yang penting dia bisa tidur dan makan dulu untuk hari ini. Pikirnya. Urusan uang dia akan pikirkan besok.

"Owh yaudah nggak papa. Ayo masuk dulu. Kayanya kamu capek banget ibu ambilkan nasi dulu ya"wanita itu ramah .,Ningrum mengangguk senang.

"Ibu apaan to. Hati-hati bu jangan sembarangan baek ama orang. Ibu ga tau apa lagi banyak tahanan kabur. "Tiba-tiba suara gadis sebaya Ningrum yang memanggil wanita itu ibu berkata sinis sambil melotot ke arah Ningrum

"Wong cantik gitu kok dibilang tahanan kabur"

"Ibu ki ngeyel. Sekarang juga lagi musim hipnotis dan gendam bu jangan sembarangan!" Suaranya mulai meninggi. Ningrum yang merasa jadi bahan perdebatan akhirnya menengahi dan tau diri.

"Yaudah bu,ndak papa.saya cari tempat lain saja. Permisi'" ucapnya sambil memaksakan satu senyuman untuk ibu warung

"Tapi___"

Ningrum melangkahkan kaki keluar dari warung itu terdengar teriakan dari ibu warung.

"Ini dibawa. Buat ngganjel perut"ucapnya sambil menyodorkan kantong kresek ke arahnya berisi sebungkus nasi dan teh manis hangat.

"Owh. Terimakasih bu"

**
Langit mulai gelap,hembusan angin mulai terasa dingin dan sebagian daun jatuh berguguran diikuti rintik air . Ningrum mendongok .
Hujan.
Dia bingung harus berteduh dimana,terlebih hari mulai malam seperti ini. Dia berlari berteduh di bawah pohon rindang,namun makin lama hujan semakin deras dan pohon itu tak mampu melindungi baju dan badannya. Dia berlari ke arah rumah terdekat dari sini.
Tapi bukan itu bukan rumah. Ada tulisan klinik pada plangnya. Tapi klinik itu sudah tutup ,namun pintu pagarnya terbuka.
Terpaksa dia beranikan diri intuk masuk ke dalam pagar dan berteduh pada teras klinik itu.

Ah begini lebih baik. Pikir Ningrum. Paling tidak bajunya tidak basah dan dia bisa bermalam disini untuk sementara..besuk pagi-pagi sekali dia akan pergi dari sini.

Tanpa terasa karena lelah berjalan dan kehujanan gadis itu tertidur di teras klinik itu sampai pagi.

**
Usapan lembut dan dingin di pipinya membuat Ningrum terjaga. Dia mengerjap-ngerjapkan mata. Sedikit menyipit untuk melawan cahaya mentari yang menyorot matanya yang masih setengah mengantuk.

Seketika dia tersentak terbangun saat dia dapati lelaki tinggi sekitar umur dua puluh tujuh an dengan mata dan alis gelap telah menjulang didepannya. Dia menelan Saliva nya kasar. Astaga. Dia kesiangan.

"Eng_"dia amati lelaki itu sekali lagi ada snelli di tangannya. Bisa dipastikan pasti lelaki ini dokter disini.

"Pagi dok! Em aku Ningrum. Maaf aku tadi ketiduran disini" ucapnya polos dengan senyum dipaksakan. Tangannya memilin lipatan bajunya menahan gugup.

"Owh"jawabnya sambil manggut-manggut lalu bergegas ke pintu dan membuka pintu klinik tanpa menghiraukan Ningrum.

Gadis itu bergeming. Dia tau dia di cuekin tapi dia tak boleh patah arang. Wajar jika dokter itu tak bersahabat. Secara pagi-pagi buta dia mendapati seseorang tidur di depan klinik dengan tidak sopannya. Mungkin dia berpikir Ningrum menganggap klinik ini tempat panti sosial .
Wajar kalau dia kesal. Pikir Ningrum.

Sekali lagi dia lihat sekeliling ruangan . Kosong tidak ada siapapun disini.
Tapi tiba-tiba tercetus ide dalam otaknya.

"Em dok" gadis itu mematung didepan pintu klinik,lelaki itu hanya melirik sekilas lalu memakai snellinya dan menghenyakkan dirinya di kursi.

"Aku boleh bantu bersih-bersih disini ndak?" Tawarnya berharap.
Lelaki itu mendongok dan mengerutkan alis dengan tangan bertumpu pada dagunya yang tegas dan runcing.

"Iya aku bisa kok bantu bersih-bersih. Masak juga bisa" sambungnya lagi. Lelaki itu masih diam setengah berpikir memindai wajah dan penampilan Ningrum.

"Di Klinik ini?" Gadis itu mengangguk
"Sorry tapi klinik ini sudah ada petugas yang membersihkan. Tuh rumahnya di belakang bangunan ini"dia menunjuk dengan telunjuknya. Ningrum merapatkan bibir lalu mengangguk .

Pupus lagi harapan.
Hm gagal lagi untuk yang kesekian kali.

"Owh. Yaudah makasih. __ kalau begitu permisi dok"

Dia memutar badannya tanpa semangat lalu melangkah menuju pintu saat suara itu kembali memanggilnya.

"Tapi kamu bisa bersih-bersih dan masak di rumah saya jika kamu mau"

***

Ningrum ( Selesai )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang