07. Belajar

1K 124 11
                                    

"Aku yakin. Jika kamu disuruh memilih antara matematika dengan aku, kamu tanpa pikir panjang akan memilih matematika. Sebab bagimu, menghadapi isi pikiran wanita itu lebih rumit dibandingkan memecahkan angka-angka pada ilmu eksakta tersebut."

—Love Math—

***

"Duh, duh! Yang pacaran baru inget pulang!"

Sindiran Dira menyambut kedatangan Yasmin yang baru saja menutup pintu kamar. Gadis itu tengah duduk bersandar di kepala ranjang sembari memainkan ponsel. Sama sekali tidak mencerminkan layaknya orang sakit.

"Katanya demam. Tapi main hape teros!" cibir Yasmin sambil menggantung tasnya pada stand hanger yang sudah tersemat beberapa tas milik Dira.

Dira berdecak. "Tolong ya. Saya sakit, bukan meninggal. Lagian udah sembuh ini!"

Yasmin terkekeh mendengar pembelaan Dira. Ia melangkah menuju lemari pakaian untuk mengganti seragamnya menjadi setelan santai. Baju kaus putih panjang dan celana training hitam menjadi pilihannya.

"Gimana kencannya? Sukses?" tanya Dira pada Yasmin yang kini mengikuti posisinya, duduk bersandar di kepala ranjang.

Diingatkan perihal kejadian tadi, tak pelak membuat sudut bibir Yasmin terangkat. Bahkan, ia masih bisa merasakan euforia kebahagiaan bersama Dimas. Yasmin jamin, malam ini ia tidak akan bisa tidur sebab terbayang-bayang wajah pemuda itu.

"Ya Allah, ini anak. Ditanya malah senyum-senyum sendiri," sungut Dira sebal.

Yasmin menyengir. "Ya, maaf. Abisnya aku bahagia banget tau. Gak nyangka bisa diantar jemput sama Bang Dimas. Kayak mimpi," ujarnya sembari menepuk pelan kedua pipinya.

"Harusnya kamu berterima kasih sama aku. Ini semua juga atas andil aku kalau-kalau kamu masih sadar diri."

Yasmin terkekeh. "Iya-iya. Terima kasih calon adik ipar yang baik." Tangannya bergerak mencubit pipi Dira hingga membuat sang empu berteriak kesakitan.

"Gak ada akhlak memang ini anak. Sahabat lagi sakit malah disiksa kayak gini." Mendelik, gadis itu mengusap kedua pipinya yang terasa panas.

"Cup, cup, cup. Mana yang sakit Sayang?" bujuk Yasmin mencoba meraih pipi Dira yang langsung ditepis si empu.

Dira bergidik. "Amit-amit ya Allah! Lebay tau gak Yasmin!" teriaknya membuat Yasmin tertawa terbahak-bahak.

"Tapi bener deh, Dir. Aku tuh seneeeeeng banget. Delapan belas tahun aku kenal Bang Dimas, baru tadi aku merasa dekat sama dia," ungkap Yasmin dengan mata berbinar. Nada bicaranya bahkan menegaskan bahwa ia benar-benar merasa bahagia.

Dira menghela napas. "Kamu kan tau sendiri dia orangnya seperti apa. Dingin dan tak tersentuh."

Yasmin mengangguk membenarkan. "Apa setiap orang pintar memang punya karakter seperti itu ya?" tanyanya menoleh ke arah Dira.

Dira mengangkat bahu. "Maybe. Tapi kalau liat Pak Adam sih gitu. Kan dia pinter juga tuh."

Mendengar nama Pak Adam membuat Yasmin teringat kejadian tadi. Saat ia ditegur oleh guru yang terkenal killer itu. Tanpa sadar ia tertawa cekikikan membuat Dira mengerutkan dahi.

Love Math✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang