33. Iri

832 92 1
                                    

"Begitu dahsyatnya mantra yang bernama cinta. Hanya karena sebaris kalimat yang menurut orang lain terdengar tak bermakna. Justru mampu mengundang kebahagiaan tiada tara bagi mereka yang menikmatinya."

—Love Math—

***

Setelah kemarin berjumpa dengan Dimas untuk pertama kalinya, Yasmin tidak bisa menahan untuk tidak bertemu kembali dengan pemuda itu.

Hingga sehabis kuliah, alih-alih pulang ke rumahnya sendiri, Yasmin justru mengekori Dira masuk ke dalam kediaman sahabatnya itu. Keduanya berjalan beriringan sambil sekali-kali melempar canda. Saat langkah mereka menapaki ruang tamu, suara samar-samar percakapan terdengar dari arah dapur. Mereka saling melirik sebelum akhirnya berjalan menuju ruangan yang terletak di belakang itu.

Yasmin tertegun saat melihat keadaan di sana. Tampak dua orang wanita berbeda usia tengah memunggungi mereka yang sibuk dengan peralatan masak. Sementara itu, Dimas terlihat duduk di kursi makan sambil menikmati kue brownies yang ia terka buatan bunda. Mereka belum menyadari kehadiran Yasmin dan Dira sebab terlalu larut dalam obrolan seru.

"Assalamu'alaikum!" seru Dira hingga mengundang ketiganya menoleh ke arah mereka, lantas kompak menjawab salam.

Baik Yasmin maupun Dira tak mampu menutupi rasa terkejut mereka saat mendapati seorang gadis yang familier tengah berdiri di antara mereka. Gadis yang tampak mengenakan celemek itu langsung menghampiri keduanya dengan raut semringah.

"Yasmin, Dira, apa kabar?" tanya sosok itu yang tak lain dan tak bukan adalah Aisyah.

"Lo, kalian saling kenal?" Belum sempat Yasmin dan Dira menjawab, suara dari arah belakang langsung menyela. Tampak Ika menatap ketiganya dengan ekspresi tak percaya.

"Kami udah saling kenal dari lama, Bun," jawab Aisyah dengan senyum cerianya.

Entah kenapa ada rasa tak senang yang menggelayuti hati Yasmin saat mendengar panggilan Aiysah terhadap Ika. Hanya dia yang boleh memanggil wanita itu dengan panggilan bunda selain anak-anaknya. Yasmin tidak rela jika ada orang asing yang turut melakukan yang sama.

"Kak Aisyah kok bisa ada di sini?" tanya Dira setelah menempatkan diri di samping Dimas yang sedari tadi masih bergeming seolah tak terganggu dengan interaksi di sekitarnya.

Sementara Yasmin hanya bisa berdiri kaku di ambang pintu dapur. Memperhatikan Ika dan Aisyah yang tampak akrab dengan acara masak mereka. Membuat secuil rasa iri perlahan merambat masuk ke dalam hatinya.

"Bunda yang ajak," sahut Ika sambil memotong beberapa wortel dan kentang. Rencananya mereka akan membuat sup ayam dengan beberapa sayur di dalamnya. "Tadi Bunda sama Bang Dimas beli brownies ke toko kue. Eh, rupanya pemiliknya Dek Aisyah. Kata Abang kamu, Aisyah ini temen kuliahnya. Bunda juga gak nyangka kalian ternyata saling kenal. Kenapa gak dari dulu-dulu aja diajakin main ke sini sih. Kue brownies buatan Dek Aiysah ini enak banget lo. Kalah sama punya Bunda," cerocos Ika dengan nada antusias hingga menciptakan rona merah pada wajah Aisyah. Gadis itu tampak tersipu malu.

"Ah, Bunda bisa aja. Aisyah kan belum cobain kue Bunda. Pasti rasanya lebih enak."

Mereka terus saling melempar pujian sampai membuat Yasmin merasa jengah. Dira yang memahami situasi langsung melirik sahabatnya itu yang tampak memasang raut tak senang. Setelahnya Yasmin memilih pergi karena merasa tidak dianggap. Bahkan sedari tadi pun Dimas tampak tak selera untuk menyapanya.

Sepanjang perjalanan dari dapur Yasmin terus saja menggerutu. Baru sehari saja Aisyah di sini, keberadaannya sudah merebut perhatian semua orang. Membayangkan interaksi antara Ika dan gadis itu yang terlihat seperti mertua dan menantu sungguh membuatnya masih merasa tidak terima. Dia saja yang sudah mengenal keluarga Dimas semenjak lama tidak pernah berinteraksi seakrab itu dengan Ika. Memasak berdua di dapur? Oh, tentu saja tidak. Bukankah peralatan masak adalah salah satu musuh Yasmin?

"Yasmin!"

Gadis itu langsung membalikkan tubuh dan mendapati Dira tengah berlari ke arahnya dengan tergopoh-gopoh.

"Kenapa lagi sih? Aku mau pulang! Gabung aja sana sama kakak baru kamu itu," ujarnya dengan nada sewot disertai raut cemberut.

Mendengar itu, Dira langsung mencebikkan bibir. "Gini doang udah mau nyerah?" Menggelengkan kepala, ia lantas berdecak. "Denger ya, Yas! Kak Aisyah itu cuma bantuin Bunda masak. Bukannya dampingi Bang Dimas di pelaminan."

Pelototan sontak Yasmin hadiahkan pada sang sahabat. Enak saja! Kalau sampai Aisyah dan Dimas duduk berdampingan di atas pelaminan, maka saat itu juga dia akan langsung hengkang dari rumah.

"Makanya kamu jangan cepet nyerah gitu dong. Tuh, lihat!" Dira menunjuk ke arah pintu dapur yang baru saja dilintasi oleh Dimas. "Bang Dimas udah keluar tuh. Mending kamu samperin sana!" titahnya seraya mendorong pelan tubuh Yasmin yang langsung meliuk.

"Enggak ah! Aku malu sama Bang Dimas. Dia aja kayak gak suka gitu ngeliat aku dateng tadi."

Dira berdecak. Kalau Yasmin bertindak lamban seperti ini, maka sampai kapan pun Dimas tidak akan mau melihat ke arahnya. Tanpa tedeng aling-aling gadis itu bergerak menarik lengan Yasmin untuk mendekati sang abang. Tak peduli dengan sikap berontak sahabatnya itu.

"Bang Dimas!" panggilnya pada Dimas yang baru saja menaiki tiga undakan tangga.

Pemuda itu berbalik dan mendapati dua orang gadis yang berstatus sebagai sepasang sahabat itu tampak berdiri di bawah tangga dengan poisisi mendongak ke arahnya.

"Kenapa?" tanyanya seraya mengedikkan dagu.

"Yasmin besok minta anterin ke kampus katanya."

Tepat sedetik ucapan itu terlontar, Yasmin langsung membekap mulut Dira yang seketika memberontak melepaskan diri. Dimas hanya menggelengkan kepala seraya mengulum senyum melihat tingkah aneh keduanya.

"Jam berapa?"

Pertanyaan pemuda itu telak membuat Yasmin dan Dira seketika menoleh ke arahnya dengan raut bengong.

"Beneran, Bang?" tanya Dira tak yakin.

Dimas hanya mengedikkan bahunya lantas berkata, "Chat aja besok jam berapa." Setelah mengucapkan itu, ia kembali memutar tumit dan melanjutkan langkah menaiki undakan tangga hingga tenggelam menuju lantai atas.

"Aku bilang juga apa!" pekik Dira membuat pikiran Yasmin yang sempat membeku kini menjadi buyar.

Untuk ke sekian kalinya, senyum Yasmin terbit hanya karena sebaris kalimat yang dilontarkan oleh pemuda irit bicara itu.

***

Selasa, 29 Juni 2021

__________________

Kalau kata orang, dekati dulu ibunya baru anaknya. Sepertinya taktik itu sedang dimainkan oleh Aisyah ya.

Gak taulah. Gak mau suuzan sama Neng Sipit ini. Hehe.

Love Math✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang