34. Kesempatan 2

783 91 1
                                    

"Mengubah prinsip hidup dan kepribadian hanya untuk menyenangkan hati orang lain itu sangat melelahkan."

—Love Math—

***

Meskipun Aisyah sudah berhasil merebut perhatian Ika dalam waktu yang singkat, tapi tak membuat semangat Yasmin menjadi surut untuk memperjuangkan hati Dimas. Benar kata Dira. Toh, Aisyah juga hanya menemani Bunda Ika memasak, bukan mendampingi Dimas di pelaminan. Walaupun hanya sebuah celetukan asal yang keluar dari mulut sahabatnya itu, tapi diam-diam Yasmin menyetujuinya.

Buktinya, sekarang dia yang duduk berhadapan dengan Dimas. Menyantap makan siang bersama di salah satu rumah makan dekat kampus. Pemuda itu tidak main-main saat mengatakan akan mengantarnya kuliah tadi pagi. Bahkan ketika Yasmin hendak pulang, Dimas sudah menunggunya di parkiran fakultas. Bagaimana Yasmin tidak merasa tersanjung kalau diperlakukan seperti ini?

Ada satu hal lagi yang membuat Yasmin merasa bangga karena telah mengagumi pemuda itu. Selain terkenal karena kepintarannya, Dimas juga tidak pernah melupakan kewajibannya. Sebelum singgah ke rumah makan ini, pemuda itu juga menyempatkan waktu untuk singgah ke masjid kampus. Yasmin yang tengah berhalangan hanya bisa menunggu Dimas di tangga depan dengan perasaan berbunga-bunga.

"Bang!" panggilnya pada pemuda itu yang baru saja menggeser piring kosongnya ke samping dan menggantinya dengan minuman yang langsung disesapnya.

Sementara pinggan Yasmin sendiri sudah kosong sedari tadi karena cara makannya yang tampak seperti orang kelaparan. Berbeda dengan cara Dimas yang memilih makan dengan tenang.

"Hm?"

"Bang Dimas tau gak?" ucap Yasmin yang seketika dibalas gelengan oleh pemuda itu. "Kan Yasmin belum kasih tahu, Bang. Itu tadi cuma intro," decaknya lantas terkekeh.

Dimas hanya manggut-manggut dengan raut datarnya.

"Yasmin masih suka sama Bang Dimas," ungkap gadis itu terang-terangan. Reaksi Dimas hanya menaikkan kedua alis tanpa mengekspreksikan keterkejutan. Seolah sudah memprediksi ucapan yang barusan dilontarkan oleh gadis itu.

"Terus?"

Yasmin refleks menggigit bibirnya untuk meredakan rasa gugup yang tiba-tiba mendera. "Apa Bang Dimas juga masih belum bisa balas perasaan Yasmin?" tanya gadis itu ragu-ragu.

Dimas bergerak menggeleng. "Belum," jawabnya tanpa repot-repot untuk menutupi perasaannya.

"Apa Bang Dimas masih nganggep Yasmin cuma sebagai adik seperti halnya Dira?"

Dimas kembali menggeleng. "Kamu bukan adik aku."

Berdecak, Yasmjn langsung berujar gemas. "Kan nganggep, Bang. Bukan kandung beneran!"

"Iya."

Yasmin mencebik. "Terus Yasmin harus gimana biar Bang Dimas suka sama Yasmin?"

Gerakan bahu langsung Dimas hadiahkan sebagai balasan atas ucapan gadis itu. "Mana aku tau. Perasaan itu kan gak bisa dipaksa."

"Iya Yasmin ngerti, Bang. Tapi kan cinta juga bisa datang karena terbiasa," ujarnya menatap lurus ke arah Dimas. "Coba deh Bang Dimas kasih Yasmin kesempatan untuk menumbuhkan rasa cinta itu. Bang Dimas gak perlu ngelakuin apa-apa. Cukup diam dan terima semuanya. Biar Yasmin yang usaha."

Ada perasaan heran yang menyambangi hati Dimas setelah mendengar lontaran Yasmin. "Segitunya?"

"Iya, Bang. Karena jujur aja, sejak dua tahun lalu Yasmin menyukai Bang Dimas. Dan setelah itu, Yasmin gak pernah lagi jatuh cinta sama orang lain. Bahkan setelah Bang Dimas pergi pun, perasaan Yasmin masih sama. Yasmin cemburu ngeliat Bang Dimas bareng Kak Aisyah. Bahkan Yasmin juga ..., " gadis itu menunduk untuk mengecilkan volume suaranya, "gak suka Bunda deket sama Kak Aisyah."

Love Math✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang