18. Jemput

748 101 0
                                    

"Sebenarnya, segala sesuatu itu bisa baik, bisa juga buruk. Tergantung cara kita memandangnya. Kalau kita melihat dari sudut positif, kita akan selalu merasa apa yang telah dianugerahi kepada kita itu adalah kebaikan. Tapi kalau kita melihatnya dari sisi negatif, maka kita hanya akan menemukan keburukan dalam setiap hal yang kita punya."

Love Math

***

"Kamu beneran gak pa-pa pulang sendirian kan, Yas?"

Dira kembali bertanya dengan nada khawatir. Hari ini, ia tidak bisa pulang menemani Yasmin seperti biasa sebab tadi teman-teman paduan suaranya mengajak makan siang bersama sebagai ajang perpisahan.

"Iya, gak pa-pa," sahut Yasmin singkat.

"Aku udah pesenin ojek buat kamu. Dia udah nunggu di depan."

Yasmin hanya mengangguk. Keduanya kembali melanjutkan langkah menyusuri koridor sekolah. Tiba di simpang dekat lapangan, mereka berpisah dengan tujuan masing-masing. Dira yang masuk ke dalam ruangan paduan suara dan Yasmin yang meneruskan langkah menuju parkiran.

Sesampainya di depan gerbang, kepala Yasmin celingak-celinguk mencari tukang ojek yang dimaksud oleh Dira. Pandangannya menubruk seorang pengemudi motor berwarna hitam yang berada di seberang jalan. Belum sempat Yasmin menebak siapa pemuda yang sedari tadi menatap ke arahnya itu, tiba-tiba motor tersebut menghampirinya. Yasmin menahan napas setelah si empu melepaskan penutup kepalanya.

"B-bang Dimas ngapain di sini?" tanya Yasmin kaget. Ia mengerti sekarang. Ternyata tukang ojek yang dimaksud oleh Dira adalah Dimas.

"Jemput kamu," sahut pemuda itu santai seraya mengangsurkan helm ke arahnya.

Yasmin tidak memiliki pilihan selain menerimanya lantas duduk di belakang pemuda itu. Ia tidak berniat bertanya lebih lanjut dan memilih bungkam sepanjang perjalanan. Bahkan saat Dimas membawanya ke sebuah rumah makan tak jauh dari sekolah pun dia masih mempertahankan keheningannya.

"Mau pesen apa?" tanya Dimas dengan tatapan mengarah ke kertas menu yang berada di tangannya.

Melihat menu utama yang disajikan di tempat makan ini adalah ayam geprek, Yasmin memilih menu tersebut dengan level yang lumayan pedas. Gadis itu memang salah satu pecinta cabai.

Sambil menunggu pesanan, mereka masih bertahan dalam kesunyian dan sibuk dengan ponsel masing-masing. Bahkan saat makanan datang hingga mereka menandaskannya, tak ada satu pun yang berinisiatif untuk memulai pembicaraan.

Yasmin dirundung kebingungan saat Dimas menghentikan motornya di depan gerai es krim. Gadis itu pikir, Dimas akan langsung membawanya pulang setelah makan di warung geprek tadi. Rupanya masih ada tempat lain yang menjadi daftar kunjungan Dimas. Ia hanya mengekori langkah pemuda itu yang kini masuk ke dalam tenda dan memesan dua es krim dengan varian cokelat. Yasmin mendengus. Bahkan Dimas tidak mau repot-repot untuk menanyakan rasa kesukaannya. Dia kan suka stroberi, bukan cokelat. Tetapi, memangnya Dimas mau membelikannya? Bisa saja kan Dimas memesan dua untuk dirinya sendiri. Kalau memang benar, sungguh kejam pemuda itu.

Tapi untungnya prasangka Yasmin ternyata salah. Dimas mengangsurkan es krim tersebut dan mengajaknya untuk duduk di salah satu kursi panjang yang disediakan oleh gerai.

"Kak Aisyah apa kabar, Bang?" tanya Yasmin di sela-sela jilatannya pada krim cokelat yang menggumpal di atas corong tersebut.

"Baik," sahut Dimas singkat.

"Ah, syukurlah."

Sejak Yasmin menemani Dimas ke Rumah Sakit tempo hari, ia memang belum bertemu kembali dengan gadis itu. Perihal keadaannya, Yasmin sebenarnya sudah mengetahui hal tersebut dari Dira. Ia bertanya hanya untuk memecah keheningan yang sedari tadi menyelimuti mereka.

Love Math✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang