Di Balik Patah Hati

944 206 53
                                    

Tidak ada niat menyinggung agama lain. Ini murni tentang Elang😊

ELANG POV

Patah hati obatnya apa sih? Heran udah 6 bulan cewek jahat itu pergi, masih aja aku kangenin dia. Apalagi, sekarang kamar dia jadi kamarku. Makin susah move on aku jadinya. Pengen ketawain diri sendiri kadang, maunya lupa tapi malah dekat-dekat sama kenangannya.

Sebodoh itu ternyata.

Siapa?

Aku dengan cinta monyetku.

Jika tidak bisa lupa sepenuhnya, maka alihkan saja. Itulah yang sedang aku lakukan sekarang, dengan menuruti rekanku yang kebetulan sedang menggantikan pendeta di sekolah minggu yang kebetulan sedang outdoor, semacam mendalami alkitab tapi sambil menyatu dengan alam. Kami sedang di pantai saat ini.

"Lang, ngelamun aja sih? Sini bantuin!" Joseph memanggil, mungkin dia kewalahan membagikan snack yang ada di kardus yang sedang dibawanya. Pembahasan alkitab udah selesai jadi sebelum acara bebas, kami akan mengisi perut para remaja yang tadi mengikut sekolah Minggu.

"Bantuin bagiin ke mereka." Joseph mendorong kardus yang diangkutnya dari dalam mobilnya ke arahku. "Bengong mulu dari tadi? Mikirin apa sih?"

"Nggak ada." Sahutku singkat sambil menerima kardus besar yang dia ulurkan.

"Aku bisa baca. Di dahi kamu tertulis, Radya Alluna. Belum move on ternyata! Ada Caroline, Martha, Elly dan yang lain. Kenapa nggak pilih aja, mereka fans kamu kan sejak dulu?"

"Sok tahu kamu!" Kataku pada putra dari salah satu dewan majelis gereja ini.

Kami jalan beriringan dan masing-masing membawa kardus yang aku tahu ini kardus terakhir yang harus dibagikan.

"Aku emang tahu. Coba aja! Tembak salah satunya, jangan mikirin dia yang pergi apalagi belum tentu bakal kembali atau nggak."

"Alluna bukan baju yang bisa aku ganti-ganti." Aku meninggalkan Joseph di belakangku dengan gerutuannya. Aku yakin setelah gerutuannya itu dia akan melakukan hal yang sama. Menyarankan untuk menghapus Luna dan diganti dengan sosok baru.

Andai bisa, sudah aku lakukan itu sejak dulu.

Luna emang nggak di sini, tapi kenangannya masih belum mau pergi dan berganti.

Andai aku ingin tahu kabarnya mudah saja. Aku tinggal telfon Paman Ahmad lalu nanyain kabarnya. Tapi tidak aku lakukan karena Luna pergi tanpa kata, artinya dia yang mau aku tak peduli padanya lagi.

Pikiranku emang nggak peduli, tapi hati masih dia yang mengisi.

"Kak Elang!"

Itu dia, Martha. Berlari ke arahku dengan senyumnya. Gadis berkulit gelap itu mempunyai senyum yang amat manis. Aku akui itu. Tapi tak seistimewa senyum Alluna-ku.

"Nih, Al kitab kakak. Makasih udah minjemin." Tanganku yang sedang membawa kardus tak memungkinkan untuk menerima uluran tangan Martha. "Oh, sini, Martha bantuin bawa."

"Nggak usah. Kardus ini berat soalnya. Kamu bawa aja dulu, tas aku ada di sana soalnya."

"Kalo gitu kita jalan bareng." Tukas Martha.

Joseph melewati kami dengan senyum ngeselinnya. Aku tahu dia ingin sekali meledekku karena dia baru saja membahas gadis di sebelahkymu ini sebagai kandidat pengganti Luna.

Oh, andai aku bisa.

Dalam 24 jam sehari yang aku punya, hanya buku yang bernama Al Qur'an itu yang bisa membuang Luna dari otak bodohku ini. Aku makin sering membacanya diam-diam, hanya Tuhan dan aku yangnm tahu akan hal itu. Dan kamar Luna sebagai saksinya.

Kita Tak Sama (LENGKAP) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang