Ujian

240 57 2
                                    

Akhir akhir ini Wendy merasa jika Johnny lebih banyak diam. Dia tidak seceria biasanya. Ya meskipun ia tak pernah absen untuk mengantar jemput Wendy, walau bukan kewajibannya.

Wendy mengerti jika Johnny memikul beban Kantor dan Kuliah S2 nya hanya saja, Wendy merasa ada yang kurang.

"Tumben banget lu bawa mobil sendiri Wen?"

Wendy menoleh ke arah Sasha yang pergi ke parkiran bersamanya. Wendy tersenyum,"Mumpung di ijinin nih."

"Heuum gue tau," Sasha menepuk nepuk dagunya menggunakan jari telunjuknya,"mau ke kantor Johnny?"

"Hehehehe."

"Yaampuun Wendy gue udah besar ternyata. Tapi bucinnya juga gak jauh jauh."

"Apaan sih Sha. Oh ya, lu mau langsung pulang?"

Sasha menggeleng,"Mau nyobaik caffe baru sama Adel. Dia kan kelas pagi doang tadi."

Wendy pura pura cemberut,"dih gue gak diajak."

"Yaaa elo mau ngebucin. Adel udah paham duluan waktu elu bawa mobil sendiri."

"Hehehehe," Wendy tertawa,"yaudah gue duluan ya, Sha."

Sasha tersenyum simpul,"Hati hati Wendyy."














"Lho? Wendy?"

Wendy yang baru saja sampai di lobby tiba tiba dikejutkan dengan seseorang yang baru saja menyapa nya,"eh Kak Zhafir."

"Eh bener kan," Zhafir memberikan tangannya,"Apa kabar? Dah lama yah gak ketemu."

"Alhamdulillah baik. Kakak gimana?"

"Alhamdulillah baik juga. Eh? Pasti mau cari Johnny ya?"

Wendy mengangguk sambil tersenyum malu malu.

Zhafir memicingkan matanya sambil tersenyum,"aha gemes banget. Yaudah yuk sekalian. Aku mau ngasih berkas ke dia."

"Bukannya udah masuk jam makan siang?" Tanya Wendy sambil berjalan menuju lift.

"Iyaa," Zhafir menghela nafas,"tapi akhir akhir ini dia ngebut banget buat nyelesein cepet. Jadi sambil makan sambil ngerjain."

Wendy mengangguk ngangguk. Ternyata sumber keanehan Johnny berasal dari tugas kantornya. Wendy merasa kasihan pada pacarnya, tapi merasa bangga juga karena meskipun sibuk, Johnny tidak keteteran tugas kuliahnya.

Wendy dan Zhafir memasuki lift yang hanya berisi mereka berdua. Wendy melamun sembari melihat paper bag yang ia bawa.

Ting!

Deg

Keempat manusia itu saling pandang satu sama lain. Yang satunya terkejut sembari memegang erat pegangan paper bag, yang satunya terperangah sembari memeluk berkas, dan dua yang lain terkejut tanpa melepaskan pegangan antar keduanya.

"Ooh astaga." ucap Wanita itu sambil melepaskan pegangan tangannya yang hinggap di bahu Johnny. Ia cepat cepat merapikan setelan kemejanya dan berdehem demi menyamarkan rasa gugupnya.

"H-hey? Kamu kesini?"

Wendy langsung tersadar dari lamunannya,"a-ah iya. Oh ya, ini aku bawain milkshake sama roti buat kamu."

Johnny dengan cepat berjalan ke arah Wendy dan menerima paper bag. Wajahnya masih pucat entah kenapa dan keringatnya mulai bercucuran,"It's my favorite. Thank you dear."

"Iya sama sama. Kalo gitu aku pamit pulang ya? Bachtiar minta ditemenin beli sesuatu," ucap Wendy sambil memaksakan senyumnya,"Permisi Bu."

Wanita itu hanya terdiam tanpa berniat membalas sapaan Wendy. Wendy menangkup pipi Johnny dengan tangan kanannya lalu mengusapnya sambil tersenyum.

"Babe," Johnny menarik tangan Wendy saat Wendy mulai membalikkan badan,"aku anterin ya?"

"Nggak usah. Aku bawa mobil kok."

"Aku anterin sampe parkiran. Please.."

Wendy mengangguk. Dia dan Johnny langsung berjalan ke arah Lift dan turun ke lantai satu.

"Saya pikir anda sudah pulang, Bu Irene?"

Irene masih dengan raut datarnya,"masih ada sesuatu yang harus saya katakan terlebih dahulu."














"Soal tadi. Aku cuman reflek aja, dia kepleset tadi."

Wendy tersenyum simpul,"iya aku ngerti kok."

Johnny masih belum puas dengan jawaban Wendy,"aku gak tenang, Babe."

"Kkk kenapa si?"

"Kalo kamu nanggepinnya sesantai ini," Johnny memanyunkan bibirnya,"it's mean kamu marah banget. Atau bahkan, kamu udah gak sayang ya sama aku?"

Wendy sebisa mungkin menahan tawanya,"ngomong apasi gilaang? Aku beneran gak papa. Mana ada aku udah gak sayang."

"Kamu gak cemburu emang?"

"Dikit."

"Lah kok dikit doang??"

Wendy menghela nafas pendek lalu tersenyum,"aku udah percaya sama kamu John. Aku percaya kamu bakal jaga kepercayaannya aku. Lagipula kamu baik lho, kalo pas cewek tadi kepleset dan kamu diem aja, bisa aja dia keseleo."

"Naaah," Johnny mencubit ujung hidung Wendy pelan,"ini dia calon istriku."

"Apasiih ah. Udah sana naik lagi, katanya kerjaannya banyak."

Johnny menggeleng pelan,"mau liat kamu jalan dulu baru aku bisa tenang naik ke atas."














Seseorang menggeram kesal melihat interaksi dua sejoli yang berada di parkiran kantor.

Ia mengepalkan tangan hingga kulit tangannya memutih. Sorot matanya menampilkan kebencian yang teramat dalam.

"Tadi masih kurang yah? Okay," orang itu menampilkan senyum misterius nya,"puas puasin dulu bahagia bahagianya. Habis itu kalian gak bakal sebahagia ini lagi."

Possessive Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang