Third's step

212 34 2
                                    

"Kamu yakin?"

Wendy mengangguk sembari mengecek barang barang yang ada di dalam tas selempangnya. Kemudian menarik sabuk pengaman di sampingnya, "Ayo jalan."

Pagi ini Wendy berencana untuk mengunjungi taman bunga yang ada di dua foto. Feeling Wendy kuat ingin menuju kesana tapi tidak dengan Bachtiar.

Bachtiar menjalankan mobilnya untuk menuju taman bunga itu. Sebelumnya, Rama menemukan alamat taman bunga tersebut di meja kerja Satya.

Petunjuk mereka tidak banyak, tidak sepelik itu juga. Tapi di setiap keadaan, bukankah kita harus siap di kondisi terburuknya?

"Tiar.."

"Hm?"

"Keadaannya bakal balik kayak dulu kan? Kita semua bakal baik baik aja?" tanya Wendy yang sedang menatap lurus jalanan.

Bachtiar terdiam, "Aku juga harap gitu. Kita bakal baik baik aja."

"Aku gak nyangka bahwa kejadian kejadian di hidupku itu sebagian dari rencana orang." Wendy sedikit tertawa, "Hidupku kok drama banget yah?"

"Kamu nyangka awalnya gimana?"

"Ya biasa aja. Kayak orang orang pada umumnya. Ngejalanin kehidupan sehari-hari yang normal, dengan masalah yang gak jauh jauh dari itu. I mean normal, gak serumit ini."

Bachtiar menoleh ke arah Wendy. Dia setuju dengan perkataan sepupunya itu. Ia bahkan sudah menyayangkan Wendy sebelum Wendy tahu semuanya. Ia tak habis pikir dengan apa yang menimpa Wendy. Benar, tidak ada yang sempurna di hidup ini.













Mobil Bachtiar terhenti di pintu masuk taman bunga yang mereka tuju.

Taman bunga itu nampak tidak berbeda, bunga bunganya juga masih tumbuh sama seperti yang ada di foto. Pemilik taman bunga ini pasti tidak mengganti bibit bunganya, Wendy pikir.

Namun karena cuacanya sangat terik, taman bunga itu terlihat sangat kering dan panas. Setidaknya warna pink dan merah yang bunga itu pancarkan dapat menyegarkan mata sedikit.

Wendy dan Bachtiar bergegas untuk turun. Keduanya langsung berjalan masuk menuju taman bunga itu.

Hembusan angin disini lumayan kencang. Bunyi bunyi disini didominasikan oleh daun daun dan bunga bunga yang bergesekan. Sejenak mereka menikmati suasana taman bunga itu dan melupakan niat awal mereka.

"Ini fasilitas pemerintah atau punya orang ya?"

Bachtiar melihat lihat sekitar, "Punya orang sih. Kalo fasilitas pemerintah pasti banyak yang dateng. Seenggak enggaknya ya gak sesepi ini."

Wendy mengangguk, "bener juga. Bunganya bagus, tapi keliatan kering ya Tiar."

"Yang punya pasti punya jadwal penyiraman. Tapi gak serutin itu."

"Orangnya konsisten juga, gak berubah sedari dulu. Bunganya sama yang kaya ada di foto, warnanya juga sama lagi."

Pikiran Bachtiar merujuk ke hal negatif sekarang. Ia agak tidak yakin dengan pemilik taman bunga ini. Bunga nya tidak berubah meski sudah berpuluh puluh tahun lamanya, aneh.

Drrt drrrtt drrtt

Ada panggilan masuk di ponsel Bachtiar. dengan sigap, ia langsung menjawab panggilan itu.

"Halo?"

"..."

"Halo? Opa?"

"..."

"Hall--pantes aja. Jaringannya gak stabil." gumam Bachtiar setelah melihat signal bar di ponselnya yang tidak terisi penuh, "Wen aku coba keluar sebentar ya? Opa nelpon tapi sinyalnya ke ganggu. Kamu jangan kemana mana, tunggu aku. Sebentar doang kok gak lama."

Possessive Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang