Wendy menatap teduh ke arah Johnny yang sedang tertidur di pahanya. Siapapun dapat melihat bahwa Johnny sedang kelelahan. Lingkaran hitam di matanya nampak menghitam. Sudah dapat Wendy pastikan bahwa Johnny kurang tidur.
Elusan di dahi Johnny yang Wendy harap dapat membuat Johnny lebih lelap dan tenang. Samar sama Wendy merasakan suhu badan Johnny meninggi.
"Capek banget mesti yah," gumam Wendy,"kasian banget Johnny."
"Iyaa kasian yah cowokmu."
Wendy terkejut,"lho kamu gak tidur?"
"Tidur kok," Johnny tersenyum namun tetap memejamkan matanya,"cuman baru bangun tadi."
Wendy terkekeh mendengar jawaban Johnny. Perlahan Johnny bangun dari posisi nya dan duduk tegak. Kepala Johnny perlahan menunduk ketika Wendy merapikan rambutnya yang berantakan.
"Rambutmu udah panjang yah."
"Jelek ya?"
"Enggak kok. Ganteng kayak biasanya."
Senyum Johnny mengembang,"udah mulai gombal nih cewek aku."
"Lho apa? Aku bilang jujur kok."
Johnny terkekeh pelan kemudian menarik Wendy ke pelukannya. Mendekap tubuh mungil Wendy seakan tak membiarkan nya pergi sedetik pun. Menyembunyikan kepalanya di pundak Wendy.
"Aku capek Wen."
Satu kalimat yang Johnny lontarkan membuat Wendy mengeratkan pelukannya.
"A-aku capek banget. Kalo aku bisa bilang, aku udah capek. "
Hanya Wendy yang Johnny tumpahkan segalanya. Hanya Wendy yang Johnny perlihatkan sisi terdalamnya. Hanya Wendy yang Johnny jadikan tempat menangis.
Dibalik sosok yang dewasa, banyak tertawa dan menebar senyum serta tangkas dalam segala hal, Johnny Gilang Alaric bukanlah apa apa di hadapan Wendyanné Anjalie Hutomo.
Wendy mengelus punggung Johnny sesekali belakang lehernya juga,"keluarin aja. Cuman ada aku disini."
Tangis Johnny pecah di pelukan Wendy. Johnny tak peduli jika ada yang menghinanya karena ia nangis dihadapan perempuannya sendiri. Johnny tak peduli itu.
Wendy juga tak mempermasalahkan, bukan hal yang memalukan untuk menangis. Bukan hanya untuk perempuan, hak menangis untuk semua orang.
"It's okay Johnny you did great. Aku bener bener bangga sama kamu." ucap Wendy sambil menangkup wajah Johnny.
Wendy menghapus air mata yang masih berada di area mata Johnny,"yang harus kamu lakuin sekarang adalah istirahat. Kamu cuti dulu selama 2 Minggu ini. Kamu harus tidur cukup, harus makan teratur, harus olahraga juga. Pokoknya 2 Minggu tanpa ngurus kerjaan dulu."
"Tapi gak bisa.."
"Bisa sayang. Kamu bisa minta tolong kak Zhafir buat ngehandle dulu selama 2 Minggu. 2 Minggu kedepan tinggal dipantau aja kan? Gak ada yang urgent kan?"
Johnny mengangguk.
Wendy tersenyum hangat,"Nah, sekarang waktunya kamu istirahat. Kamu udah ngeluarin semuanya. Ya usaha, waktu dan perhatian. Kamu udah ngelakuin itu sebaik mungkin. Kamu harus bangga sama diri kamu sendiri."
Johnny tersenyum. Apa yang dikatakan Wendy semuanya benar. Kata kata yang bermakna namun dikemas dengan sangat manis, itu selalu menjadi ciri khas Wendy. Dan apa yang dikatakan Wendy membuatnya jatuh cinta untuk yang kesekian kalinya.
"Sini." ucap Johnny sembari menarik Wendy dalam pelukannya lagi.
Johnny mencium kening Wendy,"aku bener bener bersyukur punya kamu. And I love you to the moon and back, Wendyanné."
"Kamu beneran mau balik jam segini?"
Satya yang sedang memasukan beberapa barangnya kemudian menoleh ke arah Nathalie dan Rama yang sudah berdiri di sampingnya entah sejak kapan.
Satya mengangguk sambil tersenyum,"aku baru dikabarin kalo udah separah itu. Aku gak bisa diem aja Mah."
"Tapi disana bahaya," Nathalie tidak bisa menyembunyikan kekhawatirannya,"Mama gak bisa bohong juga nanti kalo ditanya Wendy."
"Mama gak perlu bohong. Setelah kesana aku juga ada jadwal meeting ke Semarang."
Rama mengelus pundak istrinya,"kamu kesana sendirian?"
"Iyaa Pah," jawab Satya sembari memakai Jas nya,"tapi disana udah ada sekretaris sama pengacara ku."
"Kalo ada apa apa langsung telfon Papa ya?"
Satya tersenyum,"Iyaa."
Nathalie merentangkan tangannya kemudian dibalas pelukan Satya. Satya bisa merasakan kekhawatiran Nathalie sangat besar.
"Jaga diri yah, Nak."
"Iyaa Mah. Mama tenang aja, aku gak bakal kenapa napa."
Nathalie langsung cepat cepat menghapus air matanya yang ingin jatuh tanpa permisi.
Rama menepuk nepuk pundak Satya,"ati ati."
Satya mengangguk,"aku pergi dulu ya, Mah, Pah? Assalamualaikum."
"Waalaikumsalam."
Nathalie melihat punggu Satya yang perlahan menghilang dari hadapannya. Ia tau jika Satya pasti bisa menyelesaikan ini semua. Bukan pertama kalinya hal ini terjadi. Namun entah mengapa, hatinya sangat tidak bisa tenang malam ini.
"Halo? Gimana keadaan disana?"
"Masih genting pak. Ternyata mereka dalam skala yang lebih besar. Namun kita sudah menambah beberapa pasukan."
Mata Satya memicing ia memperhatikan ke segala sisi. Ia merasa ada yang aneh.
"Para pekerja aman kan?"
"Sudah saya tempatkan di tempat yang aman Pak. Namun ada beberapa yang memaksa untuk ikut menahan serangan dari 'mereka'."
"Baik. Saya dalam perjalanan menuju kesana, apakah ada sesuatu penting yang dibutuhkan?"
"Kehadiran anda yang kami butuhkan pak. Namun tetap waspada, karena saya belum menemukan 'dia'."
Satya tersenyum miring. Ia sudah menduga terlebih dahulu.
Satya melirik ke arah spion tengah, senyumnya semakin melebar.
"Ah saya tutup dulu. Kayaknya saya datang terlambat, disini ada kendala."
"Apakah bapak butuh bantuan? Saya bisa mengirim beberapa orang."
"Nope," Satya melirik ke arah samping kanannya, terdapat mobil sedan hitam yang tadi mengikuti nya dari belakang,"kamu fokus disana aja. Ini biar jadi urusan saya."
KAMU SEDANG MEMBACA
Possessive
Fanfiction"John? Masa gaboleh si?" "Disana banyak Buaya Wen. Enggak lu dirumah aja, anteng disini sama gue" "Tapi gue gak enak John, ini yang ngundang Dosennnn" "Ssstt udah ah. Lu mau ngelawan perintah suami?" "Dih apaan. Mana coba cincinnya? Gue aja gak...