"Dimana Kakak kamu?"
Yesha meremas bawah pakaiannya dengan sangat kuat, pandangannya selalu mengarah kebawah, badannya bahkan gemetar.
"Papa nggak tanya buat di diemin ya. Dimana Irene?" Ulang laki laki setengah paruh baya sambil menatap Yesha tajam.
"Aku disini."
Laki laki yang dipanggil Papa oleh Yesha dan Irene langsung mendongak dan menemukan Irene yang datang dari dalam kamarnya. Seperti biasa, tatapan datar yang Irene berikan.
Irene berjalan ke arah Sofa yang diduduki oleh Yesha, dan duduk di sebelahnya, "ada apa cari aku?"
"Papa mau pernikahan kamu dicepetin. Gak usah nunggu lama lama."
"Kenapa?"
"Kamu gak harus tau alesannya. Bukannya kamu juga seneng kalo pernikahannya dicepetin?"
Irene terdiam sejenak, "Tapi Johnny enggak."
"Papa gak ngajarin kamu buat peduli perasaan orang lain. Repot."
Yesha semakin meremas pakaiannya. Sungguh jika boleh, ia ingin kembali ke kamarnya dan meraup banyak oksigen. Namun itu terdengar sangat mustahil.
Laki laki itu mencondongkan tubuhnya ke arah Irene, "Papa mau, bulan depan kalian udah harus menikah. Dan kamu tau kan apa yang Papa bisa lakuin ketika Papa kecewa?"
"Oma? Akhirnya pulang juga."
Tubuh Nathalie menegang ketika Wendy menghamburkan pelukannya. Sebisa mungkin ia tahan tangisnya dan membalas pelukan Wendy.
Dibelakangnya ada Rama yang jalan perlahan mendekati Istrinya dan cucunya, ia melirik Bachtiar yang juga meliriknya.
Nathalie melepaskan pelukannya kemudian mengusap kepala Wendy dengan sayang, "Wendy baik baik aja kan selama Oma gak ada? Sehat sehat aja kan, Nak?"
"Sehat kok Oma," Wendy mengangguk, "Oma pasti capek kan? Duduk dulu yuk, Opa juga ayok."
Nathalie rasanya ingin menangis dengan sangat keras. Nathalie berjanji akan berusaha untuk menemani Wendy apapun yang terjadi.
Mereka akhirnya duduk di ruang tengah bersama sama sembari menikmati teh yang di buat oleh Wendy.
"Sayang banget Bapak balik lagi, kalo enggak pasti kan kita berlima ngumpul disini sambil ngobrol." Wendy membuka obrolan yang membuat tiga orang di hadapannya membeku.
Rama berdehem, "Maklum, Bapakmu itu banyak koleganya. Tiap hari dia meeting sama klien kalo gak disini. Tenang aja yah, dia pasti pulang kok."
Mati matian Rama menahan raut sedihnya, ia tak boleh terlihat lemah di hadapan istri dan cucunya. Untungnya Wendy langsung mengangguk tanpa curiga sedikitpun.
"Lagipula sebentar lagi aku kan mau ulang tahun, Bapak harus ada dong."
"Bang?"
Johnny mendongak dan menemukan Haechan di kamarnya. Haechan merentangkan tangannya dan Johnny langsung menghamburkan pelukannya.
Haechan sudah mengetahui jika pernikahan Johnny dipercepat. Johnny sudah pasti membutuhkan dukungannya sekarang.
"Gak papa bang, semua bakal baik baik aja. Gue disini bang." ucap Haechan sambil mengusap ngusap punggung Johnny.
Johnny melepaskan pelukannya kemudian tersenyum tipis. Ia beralih ke ranjangnya dan duduk disana. Haechan juga menarik kursi meja belajar Johnny dan di letakkan di sisi ranjang Johnny.
KAMU SEDANG MEMBACA
Possessive
Fanfiction"John? Masa gaboleh si?" "Disana banyak Buaya Wen. Enggak lu dirumah aja, anteng disini sama gue" "Tapi gue gak enak John, ini yang ngundang Dosennnn" "Ssstt udah ah. Lu mau ngelawan perintah suami?" "Dih apaan. Mana coba cincinnya? Gue aja gak...