Sebuah fakta

252 41 9
                                    

"ada kata kata terakhir?"

Satya menatap tajam laki laki dihadapannya. Penglihatannya masih jelas, kontras dengan kondisi tubuhnya yang sangat menyedihkan sekarang. Penuh lebam dan bercak darah.

Benda tumpul itu bahkan sudah berganti warna dengan darahnya. Satya bahkan bisa menebak bahwa hari sudahlah siang, namun ruangan ini masih saja gelap dan pengap.

"Saya tak punya banyak kesabaran, Satya," Laki laki itu mendekat ke arah Satya dan mensejajarkan diri nya, "kesabaran saya habis semasa kamu merebut Jessicaa dari saya."

"Hah! Jessicaa mungkin akan sangat kecewa melihat hal ini."

BUGGH

Satya kembali mengeluarkan darah dari mulutnya setelah benda tumpul itu mengenai rahangnya.

Laki laki itu kini mengangkat dagu Satya agar menghadap ke arahnya. Keduanya saling beradu tatap tajam. Tak ada yang mau mengalah.

"Mungkin jika kamu tidak merebut Jessicaa, kita masih bisa berteman Satya."

Satya tersenyum, "saya gak butuh teman psikopat yang gak punya otak kayak kamu."

"Hahahaha. Percaya diri yang bagus, kamu mungkin yakin kalo kamu masih bisa hidup habis ini. Tapi, gimana sama Wendy?"

Mata Satya membulat. Nafasnya memburu, "berani sentuh dia, jangan harap kamu dapat ampunan dari saya."

"Saya gak butuh ampunan dari siapapun Satya. Saya gak butuh."

Laki laki itu bangun dan berbalik memunggungi Satya, "Kamu tidak boleh serakah. Kamu sudah dapat Jessicaa, maka saya harus dapat Wendy."

"ARGAAAA!!"

Ya Argadana Gunawan, orang yang sedang menyiksa Satya. Sahabatnya sendiri.

"Sejak awal kamu harus nya turuti apa yang laki laki tua itu katakan. Yah meskipun dari segi manapun dia terlihat sombong dan congkak, namun instingnya kuat. Dia tau saya bukan orang yang baik." jelas Arga sembari mengambil pisaunya.

Satya semakin menatap tajam Arga. Dia tau ini belum berakhir, atau bahkan ini baru saja permulaan dari semua rencana Arga. Satya mengenal sosok Arga seperti apa, penuh rencana.

Arga melirik Satya sebentar, "Saya dengar Wendy sudah punya pacar? Wah sayang sekali, saya bahkan belum mencicipinya."

"DIAM ARGAAA!!"

"Hahahaha santai kenapa si? Oh? Atau pacarnya itu udah pernah nyicipin? Hmm diliat dari sudut manapun, Wendy itu paket komplit. Memuaskan."

Satya menghembuskan nafasnya kasar. Dia mengerti bahwa Arga sedang memancing emosinya. Tahan, sebisa mungkin Arga tahan.

Arga mendekat ke arah Satya. Kali ini dia mengeluarkan pistol yang sudah ia siapkan sejak lama, "nah, saya daritadi nunggu last word ini. Gak mau?"

"Ck, Kamu gak bakal dapat ampunan dari siapapun."

DORR.



















Johnny memacu mobilnya dengan kecepatan penuh. Matanya tajam mengawasi jalanan, ia tidak ingin berurusan dengan polisi yang merepotkan.

Ia benar benar tidak peduli jikalau sesuatu terjadi sekarang. Darahnya mendidih, deru nafasnya yang terdengar sangat jelas, detak jantung yang tidak beraturan.

Tanpa basa basi, ia membanting setirnya ke arah kanan, masuk ke dalam pekarangan rumah megah tanpa menurunkan kecepatan laju mobilnya.

Beberapa penjaga berlari terburu buru untuk mengejar mobil Johnny yang hampir menabrak bagian tengah rumah.

Possessive Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang