Sepanjang hidupku, hanya ada tumbuhan dan hewan menemani.
Mustahil bagiku melihat penduduk lain selain aku, juga para penciptaku.
Bahkan, aku tidak tahu dari mana asalku. Yang pasti, aku lahir begitu saja.
Para penciptaku, menjagaku sejak lahir. Lebih tepatnya, segera setelah aku diciptakan dari tangan mereka.
Memberiku makan, kadangkala menghibur. Semua disediakan, sekiranya lengkap bagiku.
Tapi, semua terasa percuma tanpa tuntasnya misteri di balik pembatas antara Vanam dan dunia luar.
Aku hanyalah dryad–peri hutan yang tugasnya hanya berdiam di pepohonan. Tidak hanya tugasku, melainkan berkeliling dan dipanggil "Putri" oleh seisi Vanam.
Sungguh membosankan kalau hidup begini terus. Aku ingin sesuatu yang terjadi, kejadian baru, sebuah konflik, atau hanya kedatangan tamu ramah tapi misterius.
Yang pasti, aku bosan hidup di Vanam tanpa teman sebaya.
Para penciptaku bukan kaumku, mereka hanyalah ruh hutan yang mengatur tatanan Vanam seperti pergantian musim.
Mereka bukan dewa, bukan pula peri.
Mereka menjaga dan melindungi hutan disebut Vanam ini. Tidak makan maupun tidur, apalagi menua, tapi tidak abadi seperti dewa yang sering kudengar. Aku lebih senang menyebut mereka sebagai orang tua atau pencipta.
Masing-masing memiliki kepribadian dan masa lalu. Namun, tidak satu pun yang kukenal baik. Seakan ada pembatas antara kami yang menghalangi langkahku menuju hati mereka. Atau, aku memang tidak berniat mendekati dari awal.
Aku diciptakan pada suatu malam yang sunyi, ketika bulan bersembunyi. Ketika mengerjapkan mata, aku sedang diselimuti kain lembut dan dikelilingi keempat penciptaku.
Aku berbaring di bekas dahan pohon yang telah dirobohkan, kini menjelma menjadi tempat tidurku saat bayi. Meski demikian, rasanya seperti berada di atas kapas alih-alih kayu.
Kata mereka, aku menangis seperti bayi pada umumnya. Tapi, aku tidak punya orang tua yang melahirkan. Tercipta dari bumi dan untuk bumi pula. Dari situlah namaku berasal. Ila, yang artinya bumi atau tanah.
Dilahirkan dengan tujuan menghibur keempat penjaga hutan ini membuatku canggung. Rasanya seperti berada di suatu tempat tidak semestinya tapi dipaksa menjalani. Tapi, aku tidak punya kekuatan dan alasan untuk memberontak.
Di hari pertama kelahiranku, mereka memberiku susu. Pekerjaanku seharian itu hanya berbaring, makan, lalu kembali tidur. Semua berjalan selama dua tahun lamanya hingga aku belajar berjalan dituntun mereka. Lalu setelahnya, baru berlari dan bermain.
Semua berjalan seperti itu selama beberapa tahun hingga aku tumbuh sedikit lebih besar dan tinggi, tapi masih kalah tinggi dengan para penciptaku.
Beberapa waktu berlalu, aku diajari membaca dan menulis dalam bahasa yang mereka tuturkan. Mereka membacakan dongeng, syair, hingga buku pengetahuan yang tidak kutahu dari mana asalnya.
Mereka kemudian mengajariku apa yang mesti diucapkan ketika menyapa atau ketika seseorang berbuat baik kepadamu. Mereka menyebutnya tiga kata ajaib ; tolong, maaf, dan terima kasih.
Waktu berlalu, hingga di hari ulang tahunku yang ketujuh. Mereka berkumpul di dahan tempatku dilahirkan.
Mereka memberiku beragam hadiah, tapi semua hanya sebatas bunga dan buah yang ada di hutan ini. Begitulah seterusnya di setiap hari di mana umurku bertambah.
Keseharianku begitu sederhana dan berputar layaknya dalam wadah pengaduk kue yang di situ-situ saja.
Kerjaanku hanya berkeliling di Vanam dan menyapa penghuninya yang tidak banyak berubah.
Penghuni hutan menyebutku sebagai Putri mereka.
Sementara para penciptaku menyebutku sebagai penenang hati mereka.
Tapi, aku tidak merasa terhormat. Malah seperti pajangan yang hanya berkeliling dan melihat pemandangan.
Tidak ada kegiatan lain selain itu. Yang mana membuatku kian bosan.
Pada suatu kesempatan, di hari ulang tahunku nanti, aku akan menyampaikan keluh kesahku kepada para penciptaku.
Namaku Ila dan aku sang Putri Hutan.
❀❀❀
KAMU SEDANG MEMBACA
The Forest's Daughter [✓]
Fantasi~ Tales of Gods Series ~ Vanam, negeri tersembunyi yang hanya terdiri dari pepohonan serta satwa langka, penuh misteri serta keajaiban. Di negeri Vanam, tinggallah Ila bersama keempat Penjaga Hutan. Mereka hidup dengan damai. Suatu ketika, penyihir...