❈ Kisah di Dunia Luar ❈

44 12 1
                                    

Sepanjang hidupku, hanya ada kepingan emas dan pelayan menemani

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sepanjang hidupku, hanya ada kepingan emas dan pelayan menemani.
Mustahil bagiku melihat penduduk lain selain kaum ningrat, juga orang luar rumah.

Bahkan, aku tidak tahu bagaimana takdir mengatur keadaan sekitarku. Yang pasti, aku lahir dari keluarga terpandang begitu saja.

Keluargaku menyewa para pelayan untuk menjagaku sejak lahir. Lebih tepatnya, segera setelah aku tidak lagi menyusu.

Para pelayan memberiku makan, selalu menghibur. Semua lengkap, sekiranya cocok bagiku.

Tapi, terasa percuma tanpa adanya keberagaman dari balik pembatas antara rumahku dan masyarakat luar.

Aku hanyalah penyihir yang tugasnya hanya mewarisi kekuatan keluargaku. Tidak ada bebanku, melainkan belajar menjadi apa yang keluarga inginkan.

Sungguh membosankan kalau hidup seperti ini. Aku ingin hal baru terjadi, kisah yang berbeda, seperti keberagaman atau anomali. Boleh juga kedatangan orang baru yang tidak seperti biasa.

Yang pasti, aku tidak nyaman hidup di sini tanpa seorang teman.

Keluarga dan pelayanku tidak sepenuhnya tulus merawatku kecuali jika aku memang berpotensi menjadi pewaris mereka.

Mereka para penyihir, bangsawan di Davan.

Mereka menjaga dan melindungi tempat ini. Tapi menuntut banyak makan maupun tidur.

Mereka memang tidak abadi seperti dewa yang kami sembah. Tapi tingkah mereka layaknya seperti Tuhan yang wajib disegani dan ditaati.

Masing-masing memiliki harta, takhta, dan kesombongan. Namun, tidak satu pun yang kukenal dengan baik. Meski dari darah yang sama, kami seolah tidak saling kenal bahkan aku hampir tidak pernah bicara dengan mereka setiap hari.

Aku dilahirkan pada suatu siang yang ramai penuh perayaan, ketika semua sedang merayakan sebuah hari.

Aku lahir dan disambut dengan tatapan kekuargaku yang siap menjadikanku bagian dari mereka.

Aku berbaring di selimut yang lembut, di tengah harta benda yang senantiasa menemani. Meski demikian, rasanya seperti akan dicetak layaknya adonan kue.

Kata mereka, aku akan menjadi anak yang berbeda dari yang lain. Layaknya emas di antara ampas. Dilahirkan dari keluarga penyihir untuk menjadi penyihir pula. Dari situlah namaku berasal. Arman, yang artinya tentara.

Dilahirkan dengan tujuan menjadi penerus para bangsawan ini membuatku canggung. Rasanya seperti dipaksa. Tapi, aku tidak punya kekuatan yang cukup untuk melawan.

Di hari pertama kelahiranku, aku diberikan makanan dan menghabiskan waktu dengan makan dan tidur. Selalu begtiu hingga aku belajar membaca dan membaca. Semakin hari, semakin tebal buku dan kecil hurufnya.

Begitu saja terus. Setiap hari membaca dan berlatih menyebutkan apa yang ada di buku tebal itu. Harus berhasil sehari, jika tidak, aku akan dicerca.

Mereka memang melatihku menjadi penyihir. Tapi sepertinya ekspektasi mereka terlalu tinggi dan besar hingga suatu ketika aku pun menjadi sama seperti yang diinginkan.

Waktu berlalu, hingga aku berhasil menjadi apa yang mereka dambakan. Aku telah berhasil menjadi yang diharapkan. Sama seperti namaku yang bermakna layaknya seorang pejuang.

Mereka memberiku banyak hadiah, tapi semua hanya emas, berlian, beragam harta dan pujian biasa yang dilapisi beragam kosa kata indah yang membuatku semakin tidak nyaman. Begitulah yang mereka lakukan hingga beberapa jam kemudian, kembali mengurus diri sendiri seakan tidak terjadi apa-apa.

Pada akhirnya, setiap hari, kerjaanku hanya latihan dan mengulangi pelajaran sihir yang diajarkan hingga aku benar-benar hapal.

Pada usiaku yang ketujuh, akhirnya aku diizinkan bermain dan berkeliling di luar rumah.

Aku disambut dengan pemandangan kota yang tidak semegah rumahku, tapi tidak sekumuh yang kubayangkan.

Mereka, penduduk di luar sana, menyambutku dengan memanggil namaku. Sama halnya dengan keluargaku.

Tapi, aku tidak merasa layak dihormati.

Aku hanyalah bocah yang mencoba menjadi apa yang keluargaku inginkan.

Aku seorang penyihir, tapi pekerjaanku hanya menghapal dan membaca buku aneh.

Aku ingin memberontak, tapi tiada alasan bagiku melawan jika ujungnya akan dicerca dan dibuang layaknya sampah.

Aku hanya bocah yang tidak tahu apa-apa.

Namaku Arman dan aku seorang penyihir.

❈❈❈

❈❈❈

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


The Forest's Daughter [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang