"Kak, itu Bang Ansel beneran mantan lo yang 'itu'?"
Itu adalah pertanyaan yang sudah Reo ajukan sebanyak lima kali selama sejam terakhir. Kaia benar-benar jengah mendengarnya. Awalnya dia tidak menjawab, karena menurutnya hal itu tidak penting untuk Reo ketahui. Tapi, ternyata sepupunya itu tidak menyerah, bahkan sampai pertanyaan kelima. Jika tidak segera ia jawab, mungkin pertanyaan itu akan terus berulang sampai mereka sampai rumah yang mana masih satu setengah jam lagi.
"Kak---"
"Iyaaaa! Iya, Ansel itu mantan gue yang 'itu'. Kenapa, sih? Lo penasaran banget ini, tuh kenapa?"
"Yaa, nggak papa? Emang kenapa gue nggak boleh tahu?"
"Lah? Emang kenapa lo harus tahu?"
Reo diam. Benar juga pikirnya. Kenapa dia harus tahu?
"Tapi, Bang Ansel cakep, kak,"
Kaia menoleh.
"Ya, terus kenapa kalo cakep?"
"Kenapa bisa sampai putus, sih? Padahal ujung-ujungnya juga lo galauin,"
Kaia memandang Reo aneh. Ini kenapa si Reo jadi makin kepo, sih, pikirnya.
"Kepo banget lo,"
"Ya soalnya habis itu lo nggak pernah pacaran lagi,"
"Terus lo pikir gue nggak laku apa?!"
Kaia memukul lengan Reo. Tidak terlalu kencang, tapi cukup untuk membuat cowok itu meringis.
"Ish, apa, sih, kak?!"
"Ya, maksud lo bilang gitu, tuh, apa?"
"Yaa, nggak papa? Emang bener, kan, lo nggak pernah pacaran akhir-akhir ini?"
Kaia terdiam. Apa yang Reo katakan benar. Setelah putus dari Ansel, dia tidak pernah bersama siapapun. Bukannya tidak ada yang mau seperti yang Reo katakan, dia hanya... tidak ingin? Ya, dia tidak ingin menghabiskan waktu bersama orang yang salah. Bayang-bayang Ansel yang hanya menjadikannya barang taruhan terus teriang di kepalanya, membuatnya takut untuk memulai hubungan baru.
Karena tidak mendengar jawaban lagi dari mulut saudara sepupunya itu, Reo memutuskan untuk menoleh sekejap, dan mendapati Kaia yang termenung. Alisnya terangkat sebelah, memikirkan apa kiranya yang mengganggu Kaia hingga membuat pikirannya teralihkan.
"Kak?"
Reo memutuskan untuk menyenggol lengan Kaia, membuyarkan lamunannya.
"Ah, ya??"
"Lo ngelamun,"
Iya, itu pernyataan dan Reo nggak butuh jawaban untuk memastikannya.
"Nggak."
"Bang Ansel nyakitin lo, ya?"
Kaia menoleh. Kaget.
"Apaan, sih, Re?!"
"Tuh, kan bener! Lo diapain, kak? Diselingkuhin apa gimana? Biar gue bales sini!"
Kaia tidak habis pikir. Masa iya dia bilang kalau dia cuma dijadikan bahan taruhan. Itu artinya, kan Ansel tidak pernah benar-benar menyukai dirinya, sedangkan dia sendiri sudah jatuh.
"Nggak. Emang bukan jodohnya aja. Udah deh, lo fokus nyetir aja, nggak usah nanya-nanya lagi."
Dan kalimat itu menjadi penutup percakapan mereka. Reo yang sadar bahwa sang kakak sepupu tidak mau membahas lebih lanjut memilih diam. Dia tidak mau membuat Kaia sedih dengan teringat hubungannya dulu dengan Ansel, yang dia asumsikan sebagai kenangan yang enggak enak sampai-sampai Kaia nggak mau membahasnya lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Always You
RomanceKaia Radilla Putri pernah menjalin hubungan dengan mahasiswa Kedokteran satu angkatannya, Ansel Randito Deas. Ansel menembak Kaia hanya karena taruhan dengan teman-temannya. Setelah dia diputuskan menang dan mendapat hadiah yang sudah disepakati, An...