7

35 7 0
                                    

Aku keluar dari kamar mandi dan mendapati kamar sudah kosong. Tidak ada Ana yang sejak subuh tadi sudah mandi dan mondar-mandir tidak jelas karena bingung mau hadir atau tidak di wisuda Kak Arga hari ini. Dan dengan tidak adanya dia saat ini, artinya dia memutuskan hadir, bertemu Kak Arga mungkin untuk yang terakhir kalinya.

Mataku menangkap sticky note yang tertempel di lemari baju kami. Pesan dari Ana.

Kai, aku mau ke wisuda Kak Arga. Sorry, nggak sempet nyiapin sarapan. Sebagai gantinya, nanti aku traktir di cafe biasa.

-Ana

Aku melebarkan mata tidak peracaya. Kalau Ana tidak menyiapkan sarapan, lalu aku makan apa?

Dengan cepat, aku beranjak memeriksa kulkas kecil di pojok kamar kami. Dan ternyata, tidak ada apapun di dalamnya. Aku mendesah pasrah.

"Sarapan di luar aja deh," gumamku.

Akhirnya aku memutuskan sarapan di luar, sekalian sedikit jalan-jalan. Sendirian di kamar kost juga bukan ide yang baik.

Aku menyisir rambutku, kemudian menguncirnya satu di belakang. Dompet dan ponsel aku masukkan ke dalam sling bag, lalu meraih kunci motor di gantungan.

Setelah memakai sandal, aku siap keluar. Tapi, begitu membuka pintu, aku dikejutkan dengan kehadiran Naysila.

"Astghfirullah!"

"Mamikkuuu!!"

Naysila berteriak di depanku. Kami sama-sama kaget.

Aku mengusap-usap dadaku untuk menetralkan rasa terkejut, begitupun Naysila. Setelah beberapa saat aku kembali normal.

"Kamu ngagetin aja, sih Kai," Naysila masih mengatur nafasnya. Sepengetahuanku, dia memang paling nggak bisa dikagetin.

"Ya maaf, aku nggak tahu kalau kamu disini. Lagian, kamu ngapain di depan kamarku?" Tanyaku.

"Nih," dia memberikan buket bunga kepadaku.

Kutatap buket itu dengan bingung. "Apaan?" Tanyaku, tanpa mengambilnya.

"Dari Ansel, nih." Tanganku dipaksa menerima buket bunga itu.

Aku membelalak. "Ansel? Ogah!" Aku melemparkan kembali buket bunga itu kepada Naysila yang langsung dia tangkap.

"Eh, eh.. kok dilempar sih, Kai?"

"Buat kamu aja, Nay. Aku nggak mau." Ucapku. "Lagian ngapain, sih dia kasih bunga segala? Dikira aku mati kali ya,"

Naysila memutar bolamatanya. "Kamu, tuh dikasih bukannya diterima ini malah ngomel-ngomel. Nggak baik, loh,"

"Ya, kan aku nggak minta, Nay," sanggahku.

"Ya, ya, ya, terserah. Tapi, kamu harus tetep ambil nih bunga." Naysila kembali menyerahkan buket bunga itu.

"Nay---"

"Udah, ambil aja kenapa, sih?!"

Dengan dongkol aku mengambil buket bunga itu.

Always YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang