Tok..tok..tok
"Kaia.. ini aku, Naysila." teriaknya di depan kamarku.
Aku mengernyitkan dahi, ngapain Naysila ke kamarku?
Tapi, tak urung juga aku bangkit dari kursi belajarku dan membuka pintu. Benar saja, Naysila sudah berdiri di depan kamarku dengan kimono tidurnya dan guling di pelukannya.
"Kamu ngapain, Nay?" Tanyaku bingung.
"Mau nginep sini," jawabnya cuek.
"Lah, kok?" Aku tambah bingung.
"Ana nggak ada, kan? Jadi, boleh dong aku nginep sini sekali-kali," ucapnya tersenyum.
Aku diam. Tidak tahu harus menanggapi seperti apa.
Memang, sih, sudah dua hari sejak kepulangan Ana waktu itu, dan semenjak itu pula aku tidur sendiri di kamar. Tapi, kok baru malam ini dia mau nginap di kamarku?
"Jadi, boleh masuk nggak, nih?" Tanya Naysila. Dia sudah melongokkan kepalanya ke dalam kamarku.
Aku terkesiap. "A-ah, ya.. masuk, Nay," aku menggeser tubuhku dari pintu, mempersilakan Naysila masuk.
Begitu masuk, Naysila langsung duduk di kasur Ana.
"Kamu tadi lagi ngapain, Kai?" Tanyanya. Dia sudah tiduran setelah menyingkirkan boneka-boneka kesayangan Ana ke atas kasurku.
"Nggak ngapa-ngapain." Jawabku sambil membersihkan meja belajarku yang sebelumnya penuh buku pelajaran dan koleksi novelku -juga Ana-.
Tidak ada tanggapan dari Naysila. Aku meliriknya, dia memejamkan mata dengan kedua tangan yang dia letakkan di belakang kepala. Entah benar-benar tidur atau belum.
Aku beranjak menuju meja rias kecil di dekat kamar mandi, rutinitas sebelum tidurku adalah memakai krim malam.
"Kai," panggilan Naysila membuatku meliriknya dari kaca di depanku. Dia membuka matanya.
"Apa?" Tanyaku.
Hening, tidak ada tanggapan. Aku meliriknya lagi lewat kaca di depanku, dia sedang memandang kosong langit-langit kamarku.
"Jangan bengong gitu, Nay." Tegurku seraya berjalan menuju tempat tidur tepat di sampingnya.
Aku merapikan boneka-boneka Ana yang tadi dilemparkan Naysila dari tempatnya.
"Kamu tahu kenapa aku kesini?" Tanya Naysila kemudian.
Aku menoleh. "Mau nemenin aku, kan?" Jawabku sekenanya.
Naysila menggeleng. Dia masih menatap langit-langit. "Aku penasaran sama sesuatu," ucapnya.
Aku menatapnya tidak mengerti. "Apa?"
"Kamu dan Ansel."
"Hah?!" Aku kaget, tidak mengerti juga. "Maksud kamu apa sih, Nay?" Tanyaku langsung.
"Kamu tahu, kan, aku udah putus dari dia?"
"Iya, terus kenapa? Kamu mau bilang kalau Ansel mutusin kamu gara-gara aku?"
Naysila langsung menoleh ke arahku begitu mendengar balasanku. "Enggak. Aku nggak mau bilang itu. Kami putus, ya karena udah waktunya."
Jawaban Naysila tidak aku pahami. "Udah waktunya? Maksud kamu apa?"
Naysila bangkit, mengubah posisinya menjadi duduk bersila. Dia menghela nafas, seperti berusaha menghalau sesuatu yang membuatnya sesak. Tapi, apa?
"Ansel itu playboy, Kai. Dia.. selalu ganti pacar setelah satu minggu. Dan waktu kita ketemu di lampu merah itu, tepat seminggu aku pacaran sama dia."
KAMU SEDANG MEMBACA
Always You
RomanceKaia Radilla Putri pernah menjalin hubungan dengan mahasiswa Kedokteran satu angkatannya, Ansel Randito Deas. Ansel menembak Kaia hanya karena taruhan dengan teman-temannya. Setelah dia diputuskan menang dan mendapat hadiah yang sudah disepakati, An...