7. Orang Baik

394 67 1
                                    


Adara

Kunobatkan Semesta sebagai orang paling unik dalam sejarah. Yah, setidaknya dalam sejarah dua puluh lima tahun kehidupanku. Tidak pernah dalam kamus seorang Adara Laksmi belingsatan penasaran menunggu respon seorang lelaki. Mereka lah yang mendatangiku, bukan aku yang mencari mereka. Merekalah yang sibuk memikirkan cara bagaimana bertemu dan menghabiskan waktu denganku, tidak pernah sebaliknya.

Semua itu tidak terjadi dengan Semesta. Lelaki itu sama sekali tidak pernah menghubungiku lagi setelah pendakian kami ke Penanggungan. Semesta berubah menjadi orang dingin. Kami berhenti berbicara, dan obrolan kami di ruang pesan tidak akan dimulai seandainya aku tidak menyapanya duluan. Mika pasti tidak memakai akal sehatnya sewaktu mengatakan bahwa mungkin Semesta menyukaiku. Aku bodoh sekali karena hampir percaya perkataan gadis itu.

Bohong kalau aku bilang hatiku tidak bergetar setelah semua yang kami lewati di Penanggungan. Dari cara Semesta menjagaku, memastikan semua kebutuhanku terpenuhi, kesabarannya menghadapi umpatanku sepanjang jalur pendakian dan genggaman tangannnya kala itu menunjukkan bahwa di balik sikap pendiamnya, dia orang yang hangat. Semua itu membuatku beranggapan kalau mungkin Semesta menyukaiku, dan membuat hatiku yang sudah lama kesepian dan kering kerontang kembali bersemi.

Sangat menyenangkan bukan kembali merasa menjadi perempuan lewat cara Semesta memperlakukanmu, Adara?

Tidak pernah dalam hidupku ada seorang lelaki berani menentang tekadku untuk menyerah. Bukan hanya itu, Semesta menuntunku mencapai tujuan akhir kami, menyelesaikan apa yang sudah kami mulai dari bawah sampai langkah terakhir. Dia juga membuatku merasa sangat aman di tempat asing. Bahkan bersamanya gagasan soal keterasingan itu menguap di udara bersama angin kering pegunungan.

Berkali-kali aku menatap jemariku, berharap bisa menemukan jawaban atas pertanyaan-pertanyaanku. Semesta mungkin hanya peduli sebagai seorang teman. Namun, setahuku teman tidak menggandeng tangan teman lainnya dengan mudah.

Sikap Semesta yang membingungkan tidak meredakan gejolak dalam hatiku. Bahkan malam ini, ketika aku mendapati Semesta sudah berdiri di depan kantorku dengan motor besarnya, lagi-lagi ia membuatku bingung. Sekadar teman tidak akan muncul tanpa pemberitahuan seperti ini.

"Aku baru selesai instalasi dekat sini," ucap Semesta kepadaku. Identitas karyawannya di sebuah perusahaan telekomunikasi masih tergantung di lehernya. Rambut gondrongnya diikat ke belakang, ia kelihatan santai mengenakan kaos di bawah seragam kerjanya yang dibiarkan terbuka.

Tatapan Semesta melewati bahuku, ke arah rekan-rekan kerjaku sedang menunggu. Kami baru akan berangkat makan malam. Samar-samar aku mendengar kasak-kusuk mereka. Kehadiran Semesta yang misterius sudah pasti akan jadi bahan gosip sampai beberapa hari kemudian.

"Kenapa enggak bilang kalau mau ke sini? Aku mau pergi sama teman-temanku."

Semesta menyurukkan tangannya ke dalam saku celana jinnya. "Oke," responnya singkat. Di mataku ia terlihat tidak peduli, dan itu menyakiti harga diriku. Seharusnya dia menahanku, memohon agar membatalkan acara makan malamku dan memilih pergi dengannya.

Semesta sama sekali tidak melakukannya. Ia malah meraih helm di stang motornya dan mulai memakainya. Mataku melirik satu helm lagi dikaitkan di bagian belakang motor. Apa helm itu seharusnya untukku?

"Maaf ganggu. Selamat makan sama teman-teman kamu kalau begitu."

Tubuhku berbalik begitu saja. Tidak mampu menanggung harga diriku yang terluka. Seperti dugaanku, rekan-rekan kantorku sudah memborbardirku dengan berbagai pertanyaan ketika kami berjalan menuju parkiran.

Satu langkah.

Kenapa sikap Semesta seperti itu? Kalau memang dia tidak peduli kepadaku, kenapa dia ke sini setelah kubilang aku lembur?

Semesta Adara (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang