🥀Part 33🥀✔

71 37 1
                                    


0

o0

"Tak banyak yang aku harapkan menjelang bertambahnya usiaku, aku hanya berharap semoga ayahku bisa menyayangiku. Hanya itu dan akan tetap itu."

0o0

🥀🥀🥀🥀🥀

Waktu terus saja berjalan hingga hampir tiba sebentar lagi Lita akan berulang tahun. Lita duduk di kamar barunya. Lita menatap sebuah bingkau foto yang kosong.

Pada awalnya, bingkai itu terisi dengan foto bunda Lita. Tapi beberapa waktu yang lalu, Mita sudah membakar habis foto bundanya Lita. Satu per satu bulir air mata mulai menetes mengaliri pipi Lita.

Lita teringat dengan kejadian-kejadian dulu disaat Lita berulang tahun. Tak ada siapapun yang mengucapkan ucapan selamat, hanya Angga saja yang mengucapkan selamat. Kakek Lita juga tak sempat mengucapkan ucapan selamat kepada Lita karena terkadang kakeknya lupa akan hal itu. Maklum, kakeknya sudah tua. Wajar saja jika kakeknya mudah lupa.

Lita bisa memakluminya. Lagipula dirinya sudah terbiasa terlupakan. Jadi Lita sudah tau seberapa sakitnya terlupakan dan diasingkan oleh keluarga sendiri.

"Bunda sebentar lagi Lita ulang tahun. Bunda nanti ucapin selamat ulang tahun ya ke Lita. Angga udah ga mau temenan lagi sama Lita bunda. Jadi nanti gak bakal ada yang ngucapin selamat ke Lita."

"Bunda, kenapa Lita masih diizinkan bernafas sampe sekarang. Lita capek bunda."

Lita kembali berdialog dengan bingkai kosong itu. Lita mengambil pisau kecil yang biasa ia gunakan untuk melakukan itu. Lita benar-benar merasakan kekosongan, kesendirian, kesunyian.

Sret, aliran cairan kental berwarna merah segar mulai membanjiri pergelangan Lita. Lita heran, kenapa tak ada satu orang pun yang membelanya. Kenapa tak ada yang membela haknya sebagai anak. Mengapa tak ada yang mengasihani, bahkan binatang saja mereka kasihani. Sedangkan Lita yang jelas-jelas manusia, tak ada yang mau mengasihaninya.

Lita berteriak sekencang mungkin. Teriakannya itu memungkinkan seisi rumah mampu mendengar suaranya. Tapi percuma saja, mereka semua saat ini tengah bersenang-senang di luar kota.

Hanya Lita sendiri yang ditinggal. Kakeknya sudah memaksa Lita untuk ikut, tetapi Lita sudah bisa menebak apa kisah selanjutnya jika ia ikut. Ia akan diasingkan dan bahkan tak akan dianggap.

Lita melepaskan seluruh air mata yang sudah menumpuk di pelupuk matanya. Lita kembali merutuki nasibnya. Kenapa ia harus hidup jika hidupnya terus seperti ini. Mengapa tuhan masih membiarkannya hidup bahkan sampai detik ini.

Mengapa Lita dilahirkan hanya untuk merasakan semua rasa sakit dan kepedihan ini. Lita tak minta ia dilahirkan dikeluarga yang kaya, Lita hanya ingin lahir dikeluarga yang benar-benar menantikan dirinya dan menghujaninya dengan banyak kasih sayang.

Seperti biasa, Mita akan mulai mengirimkan foto kebersamaannya bersama ayah Lita. Hati Lita semakin tersayat, rasanya sangat menyakitkan. Air mata Lita terus bercucuran.

Lita mulai berandai, andaikan yang difoto itu adalah dirinya. Betapa bahagianya Lita. Lita mulai mengotak-atik foto itu. Lita mengganti wajah Mita dengan wajahnya sendiri. Setelah foto itu selesai, senyuman pahit tergambar di bibir Lita.

PELITA {Tamat} (Telah Selesai Direvisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang