18 - Pahit dan Manis

4.3K 440 74
                                    

Hai readers!

I'm back!

Don't forget to vote, comment, and share ya!

Happy reading!

Thank you!

***

Wanita yang mengenakan gaun tidur itu menggeliat pelan. Secara otomatis, tangannya mencoba memeluk sosok yang biasanya berada di sebelahnya. Namun, ia mengernyit ketika tidak mendapati apa-apa di sisinya. Hanya ada kekosongan.

Dingin. Itulah yang Mia dapati ketika ia mengusap bagian tempat tidur di sebelahnya. Kelopak mata Mia terbuka. Tepat sekali, ternyata Damian sudah tidak ada di sebelahnya.

Melihat jam digital yang menunjukkan pukul setengah tujuh pagi, Mia menghela napas. "Oleh karena itu, aku bangun lebih awal." Ia beranjak duduk. "Benar, tepat sekali."

Jari lentik Mia menyugar surainya. Wanita dengan rambut sepunggung itu tampak sedang menggumpulkan nyawanya. "Aku benar-benar sudah bergantung dengan Damian."

Mia melebarkan matanya agar dirinya sepenuhnya sadar. Ia berdecak pelan. "Kenapa pelukannya sangat nyaman?"

Mia bangkit berdiri, masih sambil bergumam kepada dirinya sendiri. "Mia, Mia. Apa yang akan terjadi kalau Damian harus bekerja ke luar kota? Kau mau mengikutinya ke mana pun? Yang benar saja."

Tidak mendengar suara gemericik air, Mia celingukan ke balkon kamarnya dan walk in closet. Namun, hasilnya nihil, Mia tidak mendapati tanda-tanda keberadaan Damian bahkan sedikit pun. "Di mana dia? Olahraga?"

Sembari mengedarkan pandangannya, Mia menyipitkan mata, mencari pesan yang ditinggalkan Damian. Tetapi lagi-lagi ia tidak membuahkan hasil. "Tidak ada."

Sedetik kemudian, Mia menegakkan tubuhnya dan mengacak rambutnya. "Damn it, Mia Hale. Kenapa kau menempel kepada Damian seperti perangko?!"

Mia merutuki dirinya sendiri seraya melangkah ke kamar mandi. Dirinya harus menjernihkan kepalanya dan membersihkan diri untuk tampil cantik di hadapan Da—Daddy. Iya, Daddy. Tepat sekali, Daddy. Bukan Damian. Bukan.

Tidak sampai dua puluh menit kemudian, Mia mengernyit ketika dirinya tertarik menggunakan parfum Damian.

Ada apa dengan dirimu, Mia?

Mia menggigit bibirnya karena tangannya yang sudah gatal mengambil parfum Damian yang berjejer dengan parfumnya sendiri. "What the hell is this?"

Tangan Mia mengepal. "Apa yang akan dikatakan Damian kalau dia tahu?"

Mia menggedikkan bahunya. "Terserah. Nanti ya nanti. Aku sudah terlanjur ingin," putusnya lalu menyemprotkan parfum Damian ke beberapa bagian tubuh dan mini dress sederhananya.

Kaki Mia melangkah ke meja makan. Alisnya terangkat tinggi ketika mendapati tidak ada satu pun makanan yang tersaji di sana. Tidak biasanya. Bahkan, ayahnya yang biasanya membaca koran di meja makan dengan ditemani secangkir kopi juga tidak terlihat.

"Di mana Daddy dan Damian? Dan kenapa belum ada sarapan?" tanya Mia kepada seorang maid.

Maid tersebut tersenyum. "Mr. Hamilton menyiapkan sarapan sendiri hari ini, Ma'am."

Satu Alis Mia semakin terangkat. "Damian ada di dapur?" tanyanya seraya mengambil langkah ke dapur.

Maid itu menghalangi langkah Mia. "Anda harus mengecek di kolam renang, Ma'am. Selamat menikmati," ucapnya sambil membalik tubuh Mia.

The Unwanted Billionaire (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang