hal yang jauh lebih indah daripada sebuah hubungan romantis, ialah ketika kita bisa berpegangan tangan kepada seseorang yang tulus membawa kita dalam lingkup kebahagiaan.
-
Hiii, jangan lupa votment nya ya!
Alegori membaringkan tubuh lelahnya di atas kasur single miliknya, matanya terpejam beberapa saat sebelum sebuah notifikasi masuk di ponsel membuatnya kembali membuka matanya. Pesan singkat yang di kirim oleh Semesta, keningnya mengerut samar melihat audio dengan judul lagu yang asing baginya.
Dengan ragu ia membalas pesan Semesta dengan ucapan terimakasih karena sudah mentraktir nya setengah jam yang lalu. Alegori menekan tombol segitiga di audio itu. Iringan musik terdengar, namun sepertinya lagu ini tak cocok untuknya, meskipun Alegori juga menyukai lagu rock. Alegori tidak menyukai musik, atau bisa di bilang dia pemilih dalam hal yang berbau seni musik.
Alegori sangat menyukai group band rock asal Jepang, nama band tersebut adalah 'ONE OK ROCK', Alegori bukan penyuka musik rock, hanya saja ia sangat jatuh cinta dengan band rock asal Jepang itu. Setiap lagunya dapat mewakili perasaan Alegori. Begitu related dengan kehidupan, apalagi lagu dengan judul 'Wherever you are', sebuah lagu yang membahas tentang orang-orang terkasih yang tinggal di hati dan pikiran, bahkan ketika mereka tidak bersama dengan kita.
Alegori mencari lirik dan arti dari lagu yang di kirimkan oleh Semesta, arti dari lagu itu cukup bagus, dia tersenyum tipis seraya kembali mengulang-ulang lagu yang di kirim Semesta padanya. Sampai rasa kantuk mulai menghampiri nya.
-
Pukul 06.00 pagi, Alegori sudah bersiap untuk berangkat sekolah. Hanya bermodalkan peralatan sekolah tanpa uang di sakunya. Terlihat Joan yang tengah terkapar di sofa panjang satu-satunya ruang keluarga itu, bau busuk minuman beralkohol menyeruak masuk ke rongga hidungnya. Alegori menutupi hidungnya dengan telunjuk sambil menghela napas panjang sebelum pergi meninggalkan rumahnya.
Lagi-lagi mabuk, itu pikirnya.
Alegori kembali menghela napasnya. Hidupnya benar-benar sempurna, sempurna kacaunya. Kehilangan pekerjaan karena tempat kerjanya selalu menuntut Alegori untuk full time sedangkan dia masih anak sekolah, kehilangan uang sisa gaji terakhirnya yang ia simpan untuk membayar uang bulanan sekolah, juga kehilangan sosok Ibu yang selalu orang lain banggakan pada setiap rasa masakannya.
Ia berjalan perlahan, sengaja memilih berjalan kaki, karena kalau tidak dia tidak akan pernah sampai ke sekolah. Beberapa anak seusianya juga ada yang memilih berjalan, namun ketika sesampainya di halte bus mereka pasti akan menaiki bus tersebut. Ia tak punya uang sepeserpun untuk naik kendaraan umum itu.
Tuhan, sekolah masih jauh... Apa aku yakin bisa sampai tepat waktu?
Sekitar lima menit ia kembali melanjutkan perjalanannya, menenteng tas di punggungnya yang berisi banyak buku-buku cetak tebal. Juga beberapa novel motivasi hidup yang selalu di bawanya kemana-mana. Kalau ia tak punya seseorang yang bisa memotivasi hidupnya, mungkin sekedar buku cetakan yang di tulis dengan tinta hitam digital itu akan menjadi semangat hidupnya ketika ia benar-benar lelah.
Bukan sekali dua kali Alegori akan menghabisi nyawanya sendiri, sudah sekitar lima kali dia hampir menjadi penjahat seperti itu. Namun ia selalu berpikir realistis dan positif mengenai kelanjutan hidupnya.
Orang sakit saja mati-matian ingin hidup sempurna, bahkan orang sekarat pun masih berharap bahwa umurnya masih panjang. Sedangkan kita yang terlahir sempurna tanpa cacat, malah ingin meninggalkan dunia begitu saja? Lucu. Hanya orang-orang bodoh yang melakukan hal nekat seperti itu. Pikir Alegori.
Meskipun kita berada di titik paling bawah sekalipun, mati bukan kata penutup yang paling tepat. Kita sesempurna apa sampai sanggup bunuh diri seperti itu? Tidak cukupkah penderitaan di dunia yang kau dapat, sampai kau rela menderita di akhirat dengan cara bunuh diri berulang kali? Tuhan sangat membenci hamba nya yang melakukan hal semacam itu. Meskipun Alegori sendiri bukan termasuk orang yang religius, tapi ia sangat mentaati larangan seperti itu.
Tinnnn....
"Ast-??!!!!" Alegori melebarkan matanya ketika melihat motor Semesta sudah berada di depannya, membuyarkan lamunan Alegori yang entah kemana itu. "Ta! Ngagetin banget sih, kayak setan!" Serunya dengan kedua alis yang menukik tajam.
Semesta mengangkat bahunya acuh, tanpa penolakan dia langsung menarik tangan Alegori untuk mendekat lalu memasangkan helm miliknya di kepala Alegori. Anak itu mematung dengan mulut yang sedikit terbuka, terbengong-bengong melihat Semesta yang semakin hari makin aneh terhadap nya. Padahal saat pertama kali bertemu di bus, ia yakin Semesta bukan orang senekat ini. "Naik."
"Ck penculikan." Desis yang lebih pendek, meskipun begitu ia tetap naik ke jok belakang motor yang di bawa Semesta.
Yang lebih tinggi terkekeh ringan. "Ga usah misuh-misuh, gini-gini gue orang ya, bukan setan." Sahutnya.
Alegori hanya bisa membuang muka ke samping lain, ia malas menatap Semesta meskipun yang berada di depannya helm yang di pakai Semesta bukan benar-benar melihat wajah orang di depannya.
Sekitar lima belas menitan barulah mereka sampai di area parkir sekolah. Entah sengaja atau memang kebetulan, Semesta memarkirkan motornya tepat dimana motor yang di kendarai Marka berhenti. Alegori turun dari motor Semesta, begitu juga dengan Darrel.
Tatapan mereka bertemu beberapa detik sebelum Marka memutuskan kontak mata terlebih dulu, ia membantu melepas helm yang di pakai Darrel. Helm favorit Alegori dulu.
"Mau gue bantu lepas?" Tanya Semesta.
"Nggak, gue bisa sendiri." Balasnya, lalu membuka helm itu dan memberikannya kepada yang punya.
Darrel memeluk lengan kiri Alegori sambil tersenyum cerah. "Ale!!! Kalo kemarin kamu ikutan nginep pasti jauh lebih seru! Kamarnya Kaka rapih banget, terus disana ada semacam botol berisi surat gitu. Kata Kaka itu nggak boleh di buka karena isinya rahasia, jahat banget ya?" Darrel langsung bercerita panjang lebar di depan ketiga orang itu. Dia kemudian menatap Marka dan Alegori secara bergantian. "Padahal udah sedeket ini, tapi Kaka masih main rahasiaan sama aku." Dia cemberut.
Alegori tersenyum kaku, melirik Marka yang masih dengan ekspresi wajahnya yang datar. "Lo colong aja botolnya terus Lo baca, kalo isinya nggak penting tinggal buang aja." Balas Alegori sambil menepuk pelan puncak kepala Darrel.
Marka membola mendengar ucapan yang baru saja keluar dari mulut Alegori. Bagaimana bisa dia bicara seperti itu? Sedangkan surat yang berada didalam botol itu ialah surat yang di tulisnya sendiri saat tahun baru kemarin.
"Hihi, maunya gitu. Tapi nanti Kaka marahin aku, terus hukum aku huhu serem." Katanya.
"Al, cabut yuk. Kita kan mau ke ruang tata usaha." Ajak Semesta sambil meraih tangan Alegori yang satunya.
"Hah?"
"Nanti gue kasih tau disana sekalian." Sambung Semesta.
Hal itu malah membuat Darrel terkekeh senang, ia melepas pelukan dari tangan Alegori kemudian beralih memeluk lengan kokoh milik Marka. "Hey, kalian udah kencan? Beneran? Cocok tau."
Semesta tertawa menyahutinya. "Doain aja Alegori nya biar enggak gamon, terus jadian sama gue." Balasnya, yang berhasil mendapat pelototan dari Alegori. "Canda, tuh marah dia. Kita cabut duluan ya, bye." Kemudian dia membawa Alegori pergi darisana.
Meninggalkan Darrel dan Semesta yang kebingungan di parkiran. "Alegori gamon sama siapa? Kaka tau? Emangnya Alegori punya mantan pacar??"
"Enggak urus." Sahur Marka dengan nada ketus, lalu pergi meninggalkannya lebih dulu.
"Ihh ka! Tungguin!"
-
TBC.
KAMU SEDANG MEMBACA
Alegori ; Haechan, Mark, Jeno.
Teen Fiction"Ka, aku takut sendirian, Kaka bisa kesini?" "Sorry gue lagi di rumah Darrel sekarang." "Kak sakit..." - "Mau Lo apa sekarang?" "Sekali aja Lo ngertiin gue, bisa enggak? Enggak kan? Percuma Lo nanya mau gue apa ribuan kalipun jawabannya tetep sama...