kau seperti imigran gelap yg menjelajah khayalku tanpa permisi, lalu singgah di ujung mimpi.
-
"Pergi dari hadapan Lo."
Belum sempat Alegori mengambil langkahnya, tangan Marka sudah lebih dulu menahannya. Di genggamnya pergelangan tangan itu kuat, membuat Alegori membulatkan matanya. Ekspresi terkejut tersirat di wajah nya. Tanpa berpikir panjang, Marka kembali menyuruhnya untuk duduk.
"Mau Lo apa gue tanya sekarang." Lagi, pertanyaan dengan penuh penekanan itu mengusik pikiran Alegori.
Suara tawa sumbang terdengar dari mulut Alegori, menatap kekasihnya tidak percaya. "Mau Lo, salah kah?"
Marka diam di buatnya, tatapan bersalah tertuju kepada Alegori yang kini juga tengah menatapnya. "Tapi, gue enggak bisa berharap lebih lagi ke Lo ka, semuanya hampir selesai... Atau bahkan udah?"
"Kita tinggal nunggu waktu ka, kapan gue di putusin sama Lo, dan kapan Lo tunangan bareng Darrel."
"Al..."
"Udah, gue tau kok akhirnya gue bakalan di tinggalin. Karena dalam apapun, apa yang gue milikin bakalan pergi gitu aja. Capek kalau terus-terusan mertahanin sesuatu yang nyatanya udah di takdirkan buat pergi Ka."
Sesak menyelimuti dadanya, ruang kosong di paru-paru nya seperti terisi beribu jarum halus tak kasat mata yang menusuk-nusuk paru-paru nya.
Kepalanya menunduk, dengan sebuah senyum tipis terbit dari wajah muram nya. "Andai gue bisa, mungkin waktu gue bisa nolak ajakan Lo Ka. Sesakit ini gue mencintai seseorang. Sesakit ini."
Alegori melepaskan tangan Marka yang perlahan meregang dari tangannya, dia beranjak pergi tanpa mengatakan sepatah katapun lagi kepada Alegori yang kini sudah menghilang dalam pandangannya.
Ia mengusap wajahnya frustasi, di sertai umpatan pelan di ujung lidah.
"Bego Mark, bego."
-
Dia berdiri di atap dengan rambut yang menari kecil akibat hembusan angin yang menerpa rambut dan permukaan kulit wajahnya.
Matanya terpejam, mencoba untuk menetralisir rasa sesak di dadanya.
Dua bulan yang lalu, Marka datang dengan seseorang yang dia perkenalkan sebagai 'teman baru'. Yah, teman baru.
Namanya Darrel Kalingga.
Pemilik senyum indah, mata indah, serta kulit seputih salju yang berhasil membuat nyali Alegori menciut ketika berada di sampingnya.
'teman baru' yang pada saat itu menjadi pembahasan tak bermoral, ketika dasar rasa cemburu menguak ke sudut ruangan yang namanya hati.
Alegori yang harus rela ketika tangan Marka di genggam oleh Darrel karena dia takut ketinggian saat mereka berada di puncak.
Alegori yang sanggup menahan rasa sesak di dadanya ketika melihat Marka dengan penuh perhatian menyusut sudut bibir Darrel yang terdapat noda saus bakso disana, sambil mengatakan. 'lucu banget sih.'
Alegori yang tiap hari melihat interaksi keduanya sudah lebih dari kata 'teman' itu hanya bisa pasrah dan berlagak seperti kambing conge yang dongkol dengan keadaan.
Beberapa kali Aris mengatakan bahwa dalam hubungan mereka tidak ada yang baik-baik saja. Tapi Alegori selalu yakin, bahwa mereka hanyalah teman.
Sampai pada saat itu, tanpa kehadiran Marka. Hanya ada dia dan Darrel yang terjebak hujan saat sepulang sekolah, lelaki manis itu mengatakan bahwa dia tengah jatuh cinta kepada Marka Anggara.
KAMU SEDANG MEMBACA
Alegori ; Haechan, Mark, Jeno.
Teen Fiction"Ka, aku takut sendirian, Kaka bisa kesini?" "Sorry gue lagi di rumah Darrel sekarang." "Kak sakit..." - "Mau Lo apa sekarang?" "Sekali aja Lo ngertiin gue, bisa enggak? Enggak kan? Percuma Lo nanya mau gue apa ribuan kalipun jawabannya tetep sama...