Kau dan aku, adalah kata sempurna dalam sebuah jarak yang kita ciptakan dalam kurun waktu yang sangat dekat.
-
Langkah kaki membawanya menuju toilet yang terletak paling sudut di koridor sekolahnya. Meskipun di depan sana juga terdapat toilet, dan di area belakang juga terdapat toilet, tapi toilet sudut ini yang paling dekat dengan letak kelasnya.
Alegori membawa ember pel berisikan air kotor, sepertinya mengepel lantai akan menjadi pekerjaan favoritnya, entahlah meskipun teman-teman nya sangat menolak mentah-mentah pekerjaan mengepel lantai karena kotor dan memilih untuk mengerjakan piket lain, bagi Alegori mengepel itu sangat menyenangkan.
Sekedar menyapu lantai tidak akan membuat lantai bersih sempurna. Jika kita menginginkan kehidupan yang bersih, maka menyapu lantai saja tidak akan cukup.
Pintu toilet terbuka, Alegori masuk kedalamnya untuk membuang sisa air pel yang kotor kedalam saluran air yang terdapat disana. Baru saja dia hendak mencuci tangannya yang kotor, siluet seseorang yang sangat di kenalnya tengah berdiri di belakang Alegori. Pandangan mereka bertemu satu sama lain melalui pantulan kaca besar yang tersedia disana.
Hembusan napas panjang terdengar, bersamaan dengan kontak mata mereka yang terputus. Alegori yang memutuskan nya terlebih dulu.
Marka berdehem pelan, kemudian berjalan mendekati Alegori dan sekarang berdiri di sampingnya. "Apa kabar?" Tanyanya.
Alegori terdiam, pikirannya kembali bercabang kemana-mana, sampai kapan dia berusaha melupakan seseorang yang selalu muncul di hadapannya? Yang selalu menjadi bayang-bayang dalam tiap langkahnya. Dia dan Marka bukan sebuah benda mati dan bayangannya yang harus hidup bersama setiap saat, mereka sudah bukan siapa-siapa lagi. Seharusnya mudah bagi Alegori untuk melupakan Marka, dan mudah untuk Marka untuk tidak lagi muncul di hadapan Alegori. Tapi nyatanya, semua tidak bisa berjalan sesuai rencana.
"Gue harap Lo baik." Sambung Marka yang tak kunjung mendapat jawaban dari lawan bicaranya.
"Heem." Alegori bergumam, sembari mengambil beberapa lembar tisu untuk mengeringkan tangan nya yang masih basah.
"Tempat kerja Lo pindah?"
"Ya, gitu lah."
Marka mengangguk pelan, menoleh ke arah Alegori sekilas meskipun dia bisa melihat dengan jelas Alegori melalui pantulan kaca besar di hadapannya. "Udah jadian sama Semesta?"
Kekehan pelan keluar dari mulut Alegori, lelaki berkulit tan itu menoleh ke arah mantan kekasihnya, seseorang yang di puja-puja dulu. Atau masih sampai saat ini. "Gue sama Semesta enggak ada hubungan apa-apa."
"Owh, gue pikir kalian udah resmi."
"Lu sama Darrel gimana?" Tanyanya balik.
Marka tersenyum, terkesan ada sedikit seringai pada sudut bibirnya. "Baik, jauh lebih baik." Katanya yang membuat Alegori tercekat beberapa saat. Dadanya penuh sesak, apapun yang berhubungan dengan Marka selalu membuatnya jatuh. Entah itu jatuh cinta, ataupun jatuh kedalam curam hitam yang Marka ciptakan untuk nya.
"Ya, baguslah." Sahutnya cepat, Alegori hendak berlalu dari sana sebelum Marka mencekal pergelangan tangannya yang membuat Alegori tersentak. "Apaan?!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Alegori ; Haechan, Mark, Jeno.
Teen Fiction"Ka, aku takut sendirian, Kaka bisa kesini?" "Sorry gue lagi di rumah Darrel sekarang." "Kak sakit..." - "Mau Lo apa sekarang?" "Sekali aja Lo ngertiin gue, bisa enggak? Enggak kan? Percuma Lo nanya mau gue apa ribuan kalipun jawabannya tetep sama...