Bab 7

14.3K 366 2
                                    

Setelah berjam-jam menikmati malam pertama mereka yang begitu panjang, keduanya mandi bersama di dalam bathup. Saling berpelukan di dalam bak berisi air hangat. Keduanya masih saling malu-malu malam ini. Bahkan Devin juga kembali gugup seperti merasa, bahwa ini yang pertama.

"Masih sakit sayang?" Devin bertanya untuk memecah sedikit keheningan diantara keduanya.

"Sedikit."

Grace memeluk tubuh kekar itu dengan nyaman. Mempersilahkan tangan Devin membelai inti tubuhnya, sepuasnya. Toh mereka sudah sah! Halal saja melakukan hal itu. Walau sebenarnya Grace sangat malu di belai-belai Devin seperti itu.

"Maaf ya sayang? Nanti aku obati."

"Aku nggak apa kok."

"Aku nggak sabar kamu hamil." Kini Devin beralih mengusap perut ratanya.

"Aku juga. Pasti anak kita lucu kan?"

Devin mengangguk sambil memepererat pelukan. Akhirnya ia bisa merasakan kebahagiaan ini lagi. Mendapat cinta yang begitu tulus dari wanita yang ada di dekapannya saat ini. Devin berharap Grace akan menjadi yang terakhir. Grace tidak akan menghianatinya seperti Rachel.

"Ayo bangkit Dev, nanti kamu masuk angin. Aku akan siapin kamu makanan. Kamu pas acara nggak makan sama sekali." Ujar Grace sembari bangkit berdiri untuk memakai bathrobe. Grace juga menarik suami manjanya untuk ikut bangkit. Iyah... pria menyebalkan itu menjadi sangat manja setelah menikah.

"Kamu kok tahu aku laper?" Devin mencebikkan bibir. Padahal ia masih pengen disana berduaan. Menikmati momen hangat dan romantis itu lebih lama lagi. Berendam lebih lama lagi. Ia tidak peduli meski tubuhnya akan keriput karena kedinginan.

"Perut kamu bunyi dari tadi."

"Tapi suapin aku ya?" Devin memasang wajah penuh permohonan.

"Yaudah ayo, kamu bangun dulu!"

"Sini tarikin tangannya..." Devin merentangkan kedua tangannya dengan manja. Grace menggeleng saja. Padahal harusnya ia yang manja seperti ini. Kenapa jadi terbalik? Meski kesal ia tetap menangkap kedua tangan kekar itu untuk membantunya bangun.

Devin bilang apa? Grace sangat tulus dan perhatian. Bahkan Rachel saja tidak pernah sepeduli ini dengannya. Ia dan Rachel tidak pernah bermanja ria. Hubungan mereka terpisahkan dengan kata dewasa. Hangat.. tapi cenderung kaku. Rachel terlalu mandiri dan dewasa untuk seorang Devin yang anak mama, manja, dan suka diperhatikan.

Mungkin alasan itulah ketika bersama Grace, Devin lebih leluasa mengungkapkan ekspresinya. Apa selama ini dia mencintai orang yang salah? Entahlah! Buktinya Tuhan memisahkannya dari Rachel sekarang, dan mempertemukannya dengan wanita terbaik. Devin percaya, bahwa semua peristiwa yang terjadi dalam hidup itu mempunyai tujuan. Mempunyai arti, bahkan hal paling menyakitkan sekalipun.

"Sayang aku mau teh dong."

"Teh apa? Ini jam 2 pagi! Kamu mau kena penyakit gula? Minum air putih hangat aja sana!"

"Dih, galak bener! Kemarin manis banget."

"Itu kan buat jebak kamu." Grace tertawa sambil menoyor kencang kepala suaminya.

"Dih, bisa begitu ya!" Devin pun terkekeh, lalu memeluk Grace yang sedang membuat roti bakar untuk mereka berdua. Grace juga membuat telur setengah matang untuk suaminya itu. Suasana hangat ini adalah impian Devin sejak dulu. Mempunyai keluarga kecil yang bahagia.

"Kamu galak banget sih?" Bisik Devin sambil mencium pipinya.

"Aku tuh peduli. Kalau kamu sakit gimana?"

"Aku ngerti." Bisiknya lagi sambil mencium pipi istriya."Oh iya, kita honeymoon dimana? Besok kita berangkat."

"Aku mau ke Bali aja. Pernikahan kita habis banyak banget duit. Kamu sih, mewah-mewah."

"Loh, kalau kamu mau ke Eropa atau Jepang aku masih sanggup bayar." Devin tak trima ketika Grace mengatakan hal itu. Ya pernikahan mereka memang telah menghabiskan dana ratusan juta. Tapi emang itu sudah menjadi seharusnya kan? Lagipula mengeluarkan dana sebanyak itu tidak ada apa-apanya untuk Devin. Kerja kerasnya sejak kecil telah terbayar sekarang. Ia bisa memberi kehidupan yang layak untuk keluarganya.

"Aku tahu kamu sanggup. Aku juga mau ke Jepang, tapi kalau anak kita sudah lahir. Pasti seru kan, kalau liburan bertiga?"

"Okeee, kalau itu mau kamu. Kita ke Bali besok."

"Kita disana sebulan?"

"Sampai kamu punya anak." Genit Devin dengan ekspresi mesumnya. Grace pun mencubit perutnya, lalu membawa masakannya ke arah meja makan. Ia lalu menyuapi pria manja itu dengan sepotong roti bakar.

"Enak?" Grace bertanya seraya menikmati roti miliknya sendiri.

"Apapun yang kamu masak pasti enak kok. Apalagi kamu yang nyuapin aku." Jawabnya santai, lalu mencium Grace yang terdapat selai diujung bibirnya.

"I love you." Genit Devin pada istrinya.

****

Kamu kamu nggak boleh pakai itu!

Grace jangan disitu! Banyak ombak!

Grace jangan pakai bikini!

Grace jangan mainan air terus nanti kamu sakit!"

Devin cerewet sekali.

Padahal Grace ingin sekali berenang dengan bikininya disekitaran pantai. Tapi Devin lebih dulu membungkusnya dengan jaket tebal, karena udaranya lumayan dingin. Maklum, sekarang memasuki musim hujan. Devin juga tidak memperbolehkannya main air terlalu lama. Ayolah suami.... ini lagi liburan. Bukan perjalanan dinas!

Saat ini keduanya tengah duduk di pinggiran pantai, sambil memandangi sunset sore hari yang akan segera tenggelam. Namun karena langit sedikit mendung, awan-awan hitam lebih mendominasi. Grace bersandar pada pundak Devin seraya memeluk lengannya erat. Ternyata nyaman juga seperti ini.

"Kamu lihat deh Dev, langit yang kita lihat sekarang ibarat kita kalau ada orang ketiga. Hubungan yang tadinya hangat, cerah, berwarna, ceria, menjadi gelap dan sendu. Menjadi sedih dan layu. Warnanya tak terlihat lagi. Dan ujung-ujungnya, gelap itu akan mendominasi. Disaat hujan datang, itu ibarat badai di pernikahan kita. Masalah demi masalah. Dan saat itu kita bisa memilih, menunggu hujan berhenti untuk melihat pelangi bersama, atau ... pergi untuk berteduh ketempat lain."

Devin mengusap kepala istrinya. Ia mengangguk setuju. Devin sudah pernah mengalaminya di pernikahannya bersama Rachel. Dan entah apa yang ia pilih. Karena saat ini ia melihat pelangi bersama orang lain. Tapi saat itu Devin tidak memiliki pilihan. Rachel lebih memilih Peter. Rachel yang melayangkan perceraian itu. Rachel yang meninggalkannya.

"Aku akan memilih menunggu hujan reda, untuk melihat pelangi bersamamu. Tapi kamu juga harus memiliki pilihan yang sama. Karena kalau kamu memilih berteduh ditempat lain, kedua pilihan itu tidak ada artinya. Dan kata kita... akan berubah menjadi aku dan kamu."

Grace menatap Devin lalu mengecup bibirnya. Air matanya berlinang. Entah kenapa ia sangat emosional saat ini, Grace takut Devin berpaling. Terlebih mereka baru mengenal. Pernikahan mereka bisa dibilang dadakan. Cinta keduanya juga datang dengan begitu singkat. Berbeda dengan Devin dan mantan istrinya.

"Kenapa nangis?" Devin mengusap air matanya.

"Bagaimana jika suatu hari bagian dari masalalumu kembali? Dia lebih lama ada di hati kamu kan?"

"Memangnya cinta itu butuh waktu berapa lama?" Grace terdiam sebentar, lalu kembali menatap langit.

"Aku tidak akan menikah jika masih ada masalalu dihatiku, Grace. Semua perasaan itu sudah selesai sejak perceraian itu terjadi. Sejak dia memillih untuk berteduh ditempat lain. Untuk apa aku memberi payung kepada orang yang telah memiliki tempat untuk berteduh? Bukankah itu hal yang sia-sia?" Devin menangkap keduda wajah Grace untuk memberinya satu kecupan hangat.

"Berjanjiah untuk tetap menunggu hujan reda, jika suatu saat hal itu terjadi. Aku mencintaimu." Bisik Devin yang di hadiahi anggukan oleh Grace.


Imperfect Marriage Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang