"Kamu kenapa stress banget sih, kayaknya? Ingat lho, kehamilan kamu baru memasuki minggu kedua. Rentan sekali dengan keguguran. Apalagi ini kehamilan pertama kamu kan?" Chris memeriksa kandungannya seraya menasehati sahabatnya yang terlihat muram. Entah kenapa Chris merasa Grace sedang berada dalam masalah.
"Kamu nggak ada masalah sama Devin kan?" Tanya Chris penuh selidik. Pria maskulin dengan perawakan gagah itu menatapnya dengan jarak yang sangat dekat guna mengintrogasinya. "Kalau dia nyakitin kamu, bilang sama aku."
Grace menatap Nick Bateman lokal itu sambil berkedip beberapa kali. Kenapa Chris harus menatapnya sedekat ini? Kenapa Chris seakan bisa membaca pikiran dan hatinya?
"Ngaco!" Grace mendorong Chris guna menutupi kegugupannya. "Devin akhir-akhir ini sibuk dikantor. Aku juga nggak lagi sedih, biasa aja. Rasanya cuman nggak enak badan, makanya aku periksa lagi ke kamu. Ini adalah kehamilan pertama aku. Wajar kalau aku terlalu kepikiran kan? Mungkin itu yang bikin aku kelihatan stress." Kilah Grace.
Seberat apapun cobaan rumah tangganya, Grace akan menutupinya. Grace tidak akan mengumbar masalahnya menjadi bahan simpati orang. Tidak boleh ada yang tahu. Biarkan dirinya sendiri yang menyimpan luka itu. Nanti jika ia sudah tidak sanggup, ia akan langsung mengakhirinya.
"Ohhh.... "
"Jadi gimana hasil pemerikaaanku?"
"Kamu hanya stress, itu aja masalahnya. Banyakin istirahat. Bilang kesuami kamu, kehamilan pertama itu butuh disayang, jangan kerja mulu." Ledek Chris dengan tawanya.
Grace tersenyum kecut. Perhatian? Dia tidak jauh lebih penting dari mantan istrinya.
Chris menatap wajah sendu wanita itu. Meski sebenarnya Chris tahu ada yang tidak beres, tapi jika Grace tidak mau cerita, ia tidak ada hak untuk bertanya bukan? Chris bukan siapa-siapa.
Tetapi ketika melihat Grace seperti sedang menahan kesedihannya, pria itupun langsung memeluk Grace erat. Jarinya-jarinya mengusap rambut panjangnya dengan lembut, lalu berbisik pelan didekat telinganya.
"Kehamilan pertama emang berat. Biasanya orang emang cengeng tanpa sebab. Suka pengen nangis, padahal nggak ada masalah."
"Benarkah?" Isak Grace melepas sesak yang ia tahan sejak tadi. Bahkan hingga pagi ini Devin belum pulang juga. Sampai kapan ia sanggup bertahan?
"Menangislah, aku sudah berpengalaman menghadapi yang seperti ini."
Tangisan Grace pun pecah. Ia memeluk jubah dokter Chris serta membenamkan wajahnya pada dada bidang sang pria. Grace butuh bersandar, sebentar saja.
"Its okey, lepasin aja." Chris masih setia mengusap rambutnya dengan lembut. Ia bersumpah akan merebut Grace jika Devin berani menyakitinya. Apalagi jika pria itu berani menghianati Grace.
"Chris, aku tidak bisa berhenti." Isaknya pilu.
"Aku paham. Sudah kubilang kan? Orang hamil memang seperti ini. Gemar menangis tanpa sebab, aneh memang."
"Iya, sangat aneh... hikss... aneh sekali Chris." Isaknya teredu-sedu.
*****
Devin menunggu kepulangan Grace sambil berjalan mondar-mandir di dalam rumah. Sudah ratusan kali Devin menghubunginya, namun nomor istrinya tidak aktif.
Sebenarnya ia ingin pulang pagi-pagi buta. Tapi entah kenapa Rachel mendadak aneh dan lebih manja dari biasanya. Rachel memeluknya tanpa jeda. Devin ingin menolak, tapi ia tidak tega jika mengingat anak dan penyakit wanita itu. Bukankah Rachel masih tanggung jawabnya sekarang?
Ketika mendengar suara mobil Grace terparkir dihalaman depan setalah beberapa jam menunggu, dirinya langsung berlari keluar rumah.
Istrinya datang membawa berkantung-kantung buah dan makanan. Matanya membengkak seperti habis menangis. Apa ini karena tamparannya semalam? Okey, Devin rasa ia keterlaluan kali ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Imperfect Marriage
RomanceDevin adalah duda tampan yang mengidap impoten karena trauma diceraikan mantan istrinya disaat pernikahannya baru berumur 1 bulan. Apa yang salah? Apa ia kurang memuaskan? Namun penyakit impotennya itu tiba-tiba musnah ketika sosok Grace datang di h...